"Berangkat kapan pesawatnya?" tanyanya dengan perasaan lebih lega. Mendengar Nathan membawa masa depan membuatnya tak bisa melarang anak itu.

"Besok. Nathan udah pamit sama om Andra sama tante—"

"Zia?"

Nathan terdiam, kemudian mengangguk sambil tersenyum. "Udah, kita baik-baik aja." katanya tak ingin membuat papah kepikiran lagi.

"Masih ada satu hari, kamu nggak mau pergi sama papah dulu?" tanya Arion dengan ekspresi memohon. "Papah nggak bisa anter ke bandara soalnya."

Nathan jadi tersenyum getir. Lalu mengangguk dan merangkul sang papah. "Ayo." ajaknya.


🌥🌥🌥🌥🌥




"Zi, Nathan berangkat bentar lagi!" seru Luna sambil mengguncang bahu Zia agar segera sadar dari kegilaannya. "Sumpah ya bitch gue tahan berhari-hari buat nggak ngumpat lo."

Zia menghembuskan napas berat. "Yaudah, itu konsekuensi yang gue dapet."

"Ini bukan lo tau banget tau nggak?? Lo pikir sampe sekarang gue percaya lo selingkuh?? Kita percaya gitu?"

"Nggak usah muna, lo liat foto-foto yang gue kirim." ucap Zia.

Luna menggeleng. "Gue senggak rela ini kalian pisah sumpah, Nathan beneran mau pergi Zi nggak bakal ketemu kita lo tuh paham nggak sih ahhhh!"

"Maaf, semua salah gue." Zia menunduk dalam, sambil sesekali memeriksa jam. Sepertinya dua jam lagi pesawat Nathan lepas landas.

"Maaf mulu lo anjir, gue kenal lo dari lama! Gue nggak tau apa alesan lo boong—"

"Gue nggak boong Lun astaga, jangan bikin gue makin ngerasa bersalah astaga." decak Zia sambil menahan tangis.

"Anak-anak udah nunggu di bandara dan lo sendirian di sini kayak orang bego sementara orang yang lo sayang bentar lagi pergi jauh. Sampe sini paham???"

"Gue udah pamitan sama dia."

"Nggak usah boong ege," Luna berkacak pinggang. Kemudian mengusap wajahnya frustasi. "Sumpah kenapa jadi gini sih, tiba-tiba semua seolah kita sahabat kalin nggak dianggep. Gue kira kalian berantem biasa lohhh."

"Gue mau sendiri please," Zia mendorong bahu Luna agar keluar dari kamarnya. "Lo temuiin Nathan aja dia abis ini berangkat."

"Zia!"

"Sorry."

"SUMPAH YA GUE MARAH SAMA LO KITA NGGAK TEMENAN BYE!!!"

⛅️⛅️⛅️⛅️⛅️


Nathan menarik kopernya masuk ke bandara, menoleh pada kelima temannya yang mengikuti dia sejak satu jam lalu. Menyadari fakta jika mereka selalu ada untuknya membuat Nathan merasa bersalah memutuskan untuk pergi.

"Kita bawaiin kopernya," ucap salah satu pengawal. "Pak Bima ikut penerbangan nanti sore karena ada urusan. Kunci apartemen sama mobil pribadi sudah disiapkan di sana nanti."

Nathan mengangguk seadanya, lalu berbalik badan menatap sahabatnya yang tak mau bicara dengannya sejak tadi. "Ngikutin gue tapi diem semua."

"Tai," tukas Gibran memandang Nathan malas. "Sana lo nggak usah jadi temen gue."

"Nath, udah semua kan nggak ada yang ketinggalan?" tanya Nayya. "Berkas berkas sekolah udah juga??"

Nathan tersenyum kecil sambil mengacak rambut Nayya. "Udah bun, kirim salam sama Jaja."

"Gue masih marah ya sama lo." ketus Nayya menepis tangan Nathan. "Udah makan belom??"

"Udah." Nathan mengangguk cepat.

Little Promise ( AS 3 )Where stories live. Discover now