"Setelah ini saya nggak bakal punya kesempatan bareng walaupun om restuiin kita." ucap Zia dengan air mata menetes.

Bima mengangguk. "Makasih udah jaga Nathan selama ini," katanya. "Lusa pesawat kita berangkat. Saya harap kamu nggak bikin Nathan goyah. Okay?"

Zia mengepalkan tangannya, memandang Bima penuh dendam. Ia kemudian beranjak dari kursi dan menarik tasnya, menoleh sebentar sebelum pergi.

"Mungkin Nathan bakal makin benci sama papahnya kalo sampe tau."

Bima tersenyum. "Jangan sampe kamu yang bikin Nathan makin benci sama saya ya," ucapnya. "Kamu sendiri yang tau konsekuensinya."




🌥🌥🌥🌥🌥🌥





"Nathan!"

Arion menekan bel apartemen berulang kali, bahkan menggebrak pintunya sekencang mungkin. Tak akan berhenti sebelum pintu terbuka karena dia tau Bima membawa Nathan di sini entah apa yang sudah orang itu racuni.


"Nath! Papah tau kamu di dalem! KELUAR!"

"BIM JANGAN JADI BAJINGAN LO!"

Klek!


Pintu apartemen terbuka, Arion mendapati Nathan berdiri sambil menunduk. Membuatnya menarik tangan Nathan dengan paksa. "Ayo ikut papah, jangan mau dibohongin sama dia."

"Pah," Nathan menahan tangannya. Menggeleng dengan ekspresi sendu.

"Nath?" Arion menatap putranya tak percaya. "Kenapa kamu nekat mutusin sesuatu sebesar ini?? Dia ancem kamu apa?? Dua hari ini nggak pulang ke rumah."

"Nggak ada yang ancem, ini keputusan aku sendiri."

"Bohong kamu," Arion mencekal tangannya. "Udah nggak usah takut ayo ikut papah pulang, kamu aman."

"Enggak, Pah." Nathan menahan tangan papahnya lagi. "Nathan udah pikirin ini mateng-mateng dari satu bulan lalu. Nathan mau punya pendidikan di luar sana."

Arion kekeuh menggeleng. "Papah tau kamu senggak sudi apa ikut Bima."

"Nathan ke sana bukan buat Bima, buat Nathan sendiri. Percaya sama Nathan, kalian tetep keluarga Nathan."

Arion menggeleng lirih. "Karena Zia kan? Papah minta maaf kalo gitu," katanya sambil bersimpuh lutut. "Maafin Zia tapi jangan tinggalin kita, Nath."

"Pah!" Nathan ikut menangis, menarik sang papah agar berdiri. Ia kemudian memeluknya dengan erat. "Jangan gini, bukan karena kalian."

"Nath, nanti papah marahin Zia kalo perlu. Jangan tinggalin kita lah tolong,"

Nathan makin menangis sakit. "Maaf, Nathan mau papah hargaiin keputusan aku." katanya.

Arion jadi terdiam, tak punya bantahan lagi. "Serius kamu kenapa mutusin ini tanpa tanya papah dulu?"

"Nathan nggak mau papah kepikiran," kata Nathan . "Percaya Nathan bakal sukses. Kita tetep sering kabar-kabaran."

Melihat wajah papah Nathan ingins sekali menangis dan mengatakan dia takut, dia tidak yakin dengan keputusannya. Tapi mengingat lagi ekonomi Arion makin memburuk dan dia hanya menjadi beban keluarga, lebih baik Nathan berkorban sedikit.

Meski alasan pergi bukan sepenuhnya karena itu...

"Nggak, kamu bakal lupaiin papah."

"Samperin Nathan kalo sampe kejadian, pukul Nathan biar inget." ucapnya membuat Arion yang kesal jadi mendengus sambil terkekeh.

Little Promise ( AS 3 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang