3. Iya, Ale.

11.1K 894 14
                                    

Astrella panik saat tiba-tiba seseorang mengambil tongkatnya, ia meraba-raba ke depan tapi tidak menggapai orang tersebut. Sesaat kemudian tangannya digenggam oleh orang yang tidak ia ketahui siapa, Astrella menyingkirkan tangan yang menggenggamnya itu. Bukannya lepas, malah semakin erat saja.

“Lo pulang sama siapa?”

“Kak Allerick?” kaget Astrella karena berjumpa dengan kakak kelasnya itu.

Suara Allerick sangat khas, terkesan dingin dan berat. Makanya Astrella langsung bisa mengenalinya walau baru sekali bercakap-cakap.

Ia bukannya tidak suka, hanya saja Astrella ingin memiliki kehidupan yang adem ayem saja di SMA Adarlan ini. Tanpa ingin terlibat masalah, apalagi terlibat dengan siswa populer seperti Allerick. Astrella sangat tidak mau terusik, karena ia cukup sadar diri memiliki kekurangan yang bisa saja membuat orang-orang semakin mudah memperdayanya.

“Allerick aja, gue mau dipanggil nama aja sama lo.” Ketua geng Priamos itu melangkah menuntun Astrella, “jadi, lo pulang sama siapa?”

“Aku di jemput.”

“Gak usah, gue yang nganter lo pulang.” tukas Allerick tiba-tiba.

“Tapi aku dijemput, Kak.”

“Gue bilang panggil Allerick aja!” tegas Allerick membuat Astrella terdiam.

Melihat gadis itu diam saja, ia sedikit memelankan suaranya. “Bilang sama yang jemput, lo gue anter.”

Astrella tidak berani sama sekali menentang Allerick, yang ia tahu Allerick sangat disegani di sekolah ini. Mana berani Astrella mencari gara-gara, lebih baik yang aman-aman saja walaupun ia tak terima disuruh-suruh begitu.

Gadis itu kemudian mengeluarkan ponselnya, mengotak-atik ponselnya yang menggunakan fitur TalkBack khusus untuk tuna netra. Gadis itu sedang akan menelepon seseorang, namun kontak dengan nama Kakak sayangitu mendialnya duluan.

“Halo, kakak udah di mana?” Astrella mengangkat telepon itu.

“Kenapa, Kak?”

“Ya udah, deh. Kakak nanti langsung pulang aja, gak usah jemput aku, ya.”

Astrella sejenak menoleh ke depan dengan tatapan mata yang kosong.

“Ella ada yang antar, Kak.”

“Bukan, kakak kenapa, sih. Udah dulu, ah. Nanti kalo urusannya selesai langsung pulang, ya.”

Setelah teleponnya terputus, Astrella memasukkan kembali ponselnya ke saku dan mengarahkan pandangannya ke depan. Menunggu Allerick memberikan tongkatnya kembali, dan juga mengantarnya pulang. Dalam hati, Astrella sangat gugup. Ia jelas yakin banyak yang memperhatikan mereka sekarang.

“Lo nunggu siapa?” tanya Allerick yang sengaja pindah ke belakang gadis itu.

Astrella terbelalak, ia pikir Allerick ada di depannya sejak tadi.

“Gue di belakang lo,” bisik pria itu tepat di telinga Astrella.

Astrella refleks berbalik, dan tanpa sengaja bibirnya mengenai pipi Allerick. Gadis itu tambah panik, walaupun tidak bisa melihat tapi Astrella jelas tahu apa yang barusan terjadi.

“Ma-af, Kak ...” lirihnya takut, ia meremas ujung roknya gelisah.

“Hm,” gumam Allerick singkat lalu menyerahkan tongkat gadis itu..

Tapi, mengingat Astrella adalah gadis dengan penglihatan tidak normal, Allerick kembali mengambil tongkat gadis itu dan menggandeng tangan Astrella menuju parkiran. Ia mengabaikan semua tatapan yang para siswi SMA Adarlan, Allerick berjalan santai menggenggam jemari gadis itu.

“Hati-hati, di depan lo banyak cacing busuk.”

⚡⚡⚡

“Rumah lo di mana?”

“Di permata jingga, Kak!” jawab Astrella cukup keras.

Allerick membawa motor seperti kesetanan, melaju kencang seperti sedang mengejar maut. Sedang Astrella sudah memejamkan matanya rapat-rapat sejak Allerick menyalakan motornya. Gadis itu mengepal kuat jari-jarinya takut, kakak kelasnya ini sungguh gila.

“Kak? Bawa motornya bisa pelan dikit?! Aku takut!!”

Allerick seperti tak mendengar, ia biasa dengan kecepatan tinggi seperti itu. Allerick semakin mempercepat laju motornya, mengabaikan Astrella yang jantungnya sudah akan copot. Ia ketua geng Priamos, ugal-ugalan di jalanan bukan masalah lagi untuknya.

Kantor polisi sudah seperti rumah ketiga yang setelah rumahnya sendiri dan sekolah, sampai polisi saja sudah bosan melihatnya.

Brrmm!!

Astrella hampir saja terjungkal jika tidak langsung memegang jaket Allerick, gadis itu memegang erat jaket yang pria itu gunakan berjaga-jaga agar dia tidak terjatuh.

Brrmm!!

Pria itu kembali menaikkan tarikan gas motornya, sampai Astrella sudah tak berani membuka matanya. Benar kata teman-teman kelasnya, jika pimpinan dari geng yang disegani di sekolahnya itu adalah psikopat. Kalau teman sekelas Astrella berkata jika Allerick adalah psikopat tampan, maka Astrella akan bilang pria itu adalah psikopat yang gila.

Melihat tangan Astrella yang nanggung, Allerick langsung menarik kedua lengan gadis itu melingkar di pinggangnya. Menggenggam jemari Astrella agar wanita itu tidak melepaskannya.

Memasuki gerbang permata hijau, Allerick perlahan memelankan laju motornya. Sedang tangannya yang kiri masih memegangi kedua tangan Astrella, yang melingkar di tubuhnya.

“Nanti kalo gue bonceng lagi, pegangan di sini.” Allerick sedikit mengelus punggung tangan gadis itu, “biar gak jatuh.”

Astrella tak menjawab, sedikit tidak nyaman akan tindakan Allerick. Ia tidak pernah sekali pun mencari gara-gara dengan Allerick, tapi entah kenapa hari ini ia bisa pulang dengan pria yang katanya berparas tampan itu.

“Rumah lo yang mana?”

“Di blok B nomor sembilan, pagarnya hitam.”

Allerick membelokkan motornya ke blok B, hingga menemukan rumah elite berpagar hitam. Ia lalu melihat nomor rumah itu, yakin jika itu rumah Astrella, Allerick mematikan motornya. Melepas genggamannya dari jari gadis itu, lalu membantu Astrella untuk turun.

Ia menatap jengah akan gadis itu yang benar-benar berhati-hati, sangat lamban menurutnya. Jika bisa, ia ingin meminta mengganti saja dare dari Jayden.

Allerick membuka tasnya mengambil tongkat Astrella yang ia lipat tadinya, dan di beri pada gadis itu.

“Gue pulang,” pamit Allerick.

“Iya, Kak.”

Desis tak suka terdengar dari bibir Allerick, ia mendekati gadis itu dan memegang kedua bahu Astrella. Menatap dengan tatapan tajam miliknya, Allerick mencengkeram cukup kuat bahu gadis itu.

“Gue bilang jangan pake embel-embel! Just Allerick, okay?” bisiknya tepat di telinga Astrella.

Gadis itu sedikit merinding, refleks memundurkan tubuhnya dengan memasang wajah yang sedikit waspada. Sebelah alis Allerick terangkat, lalu terkekeh melihat gadis itu menghindari dirinya.

“Gue pulang, Astrella.”

“Iya, Ale ...”

⚡⚡⚡

Senin, 26 April 2021

Semoga suka sama part ini, yaaaa. Nantikan chapter-chapter yang akan bikin kalian greget nantinya.

Dukung terus cerita Sayonëë ini yaa, jangan lupa cek juga cerita yang lainnya. Dijamin seruu dan bikin nagih, ya.

Jangan lupa follow akun wp aku ya, yang mau mampir di ig juga monggo. @melllyyyaul_

Selamat membaca dan semoga terhibur 🖤

SAYONËËTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang