48. Topeng Zia

32.5K 5.1K 207
                                    

Paman Yan diam-diam melirik kursi belakang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Paman Yan diam-diam melirik kursi belakang. Dua remaja itu sangat pendiam sejak memasuki mobil. Tidak seperti biasanya. Mungkinkah ada masalah? Paman Yan menggeleng-geleng pelan. Remaja memang memiliki banyak problematika menuju pencarian jati dirinya.

Begitu berhenti di lampu merah, tanpa membuat banyak keributan Paman Yan segera menarik partisi yang langsung membelah bangku bagian depan dan belakang. Lebih baik memberi ruang tersendiri dan membiarkan keduanya menyelesaikan masalah mereka.

Liora sejak masuk ke dalam mobil hanya menatap jendela di sampingnya. Terkadang, dia akan melirik Archeron dari sudut matanya.

Dia penasaran kenapa Archeron marah. Bahkan dia sedikit kaget dengan hasil pemikirannya. Apakah Archeron cemburu?

Liora tidak asal-asalan menebak. Sebab laki-laki itu marah saat dia bertemu Rezi tadi. Dia memang tidak memberitahu Archeron mengenai hal ini karena dia tidak ingin menambah beban Archeron. Hanya mengandalkan dirinya sendiri, Liora berpikir dia bisa menyelesaikannya sendiri walau hasilnya tidak memuaskan.

Keningnya berkerut sedikit. Sejak pagi dia memang mengalami pusing akibat terbentur kemarin. Untungnya benturan tersebut tidak sekuat benturan sebelum dia amnesia. Benar-benar tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya kepalanya jika terus terpentok.

Tiba-tiba terdengar helaan napas dari sampingnya. “Minum.”

Liora menoleh dengan kaget. Dia menatap butir obat yang disodorkan Archeron lalu kembali ke wajahnya yang tampan.

“Hah?”

“Minum sendiri atau gue bantu?”

Menyadari bahwa ini adalah obat yang kemarin diresepkan dokter, Liora tersentak dan segera menjawab, “Gue sendiri!”

Begitu dia menerima pil obat tersebut, Archeron kembali menyodorkan air. Gadis itu segera menelan air beserta obatnya. Terlihat seperti anak yang sangat nurut.

Setelah selesai, tanpa aba-aba Archeron menarik kepala Liora hingga bersandar pada pundaknya.

Kemudian suara rendah Archeron terdengar lagi. “Lain kali jangan terlalu memaksakan diri. Gue gak suka lo lebih pentingin dia dibanding kondisi tubuh lo.”

Liora yang kepalanya terbaring kaku di pundak Archeron langsung mendongak menatap sisi samping wajah laki-laki itu.

“Lo marah karena alasan ini?”

Archeron meliriknya lalu segera membuang muka. “Gue gak marah.”

Liora mengembungkan pipi. “Lo marah!”

ARCHERON ✓Where stories live. Discover now