39. Ancaman

33.6K 5.9K 112
                                    

Ketika Liora datang ke sekolah hari berikutnya, dia terhenti di ambang pintu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketika Liora datang ke sekolah hari berikutnya, dia terhenti di ambang pintu. Matanya lurus menatap kerumunan di mana adalah mejanya berada.

Dengan kebingungan, dia mendekat. “Kenapa lo semua di tempat gue?”

Teman-teman yang melihatnya sontak memberi jalan, membuat Liora bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi.

Ada sebuah kotak cantik dengan pita yang mengikatnya. Di sekitar kotak tersebut berlumuran cairan merah yang terlihat seperti darah. Namun Liora tahu itu bukan darah karena tidak tercium aroma amis darinya.

Keningnya berkerut. Dia menatap sekeliling sambil mengibaskan tangannya. “Bubar deh lo pada!”

“Ra, itu—”

“Jangan dipikirin. Sana pergi.”

Liora tidak memiliki mood untuk menjelaskan kepada mereka karena dia juga tidak tahu. Namun dia sedikit aneh dengan kotak serta cairan merah ini.

Tatapannya tertuju pada amplop kecil berwarna merah muda yang terselip di bawah pita. Dia segera mengambil amplop tersebut dan menyimpannya di saku sebelum menarik pita dengan satu gerakan.

Ketika tali pita tersebut terlepas, empat sisi kardus yang yang menjulang itu segera terjatuh sehingga menampilkan isinya.

Ada suara tarikan napas dari teman-teman di sekitarnya yang ikut menyaksikan secara diam-diam.

Sedangkan Liora melebarkan mata tidak percaya dan tanpa sadar mundur hingga pinggangnya membentur meja di belakang.

“Akh,” Ringis Liora tapi matanya masih tertuju pada isi kotak tersebut.

Jantungnya berdetak cepat. Dia tidak takut, melainkan terkejut. Isi kotak tersebut adalah boneka kucing yang dilumuri cairan merah dengan leher setengah terpotong.

“K-kenapa...” Suara Liora tercekat.

Dia tidak tahu siapa yang mengirim ini ke mejanya dan tidak tahu tujuannya apa. Tapi bukankah ini mirip seperti paket yang diberikan kepada Archeron dulu? Bedanya yang dikirim kepadanya hari ini hanyalah tiruan.

Namun yang menjadi tanda tanya ialah apa maksudnya? Kenapa orang itu mengirim ini kepadanya juga?

Tangan Liora terulur hendak mengambil benda tersebut tetapi dengan cepat dicekal seseorang. Dia tersentak kaget dan mendongak.

“Archeron?” cicitnya dan mau tak mau merasa lega di lubuk hatinya. Bahkan dia tidak bisa lagi mendengar bisikan-bisikan yang menyebar di sekitarnya.

Archeron menariknya mendekat dan membawanya dalam dekapannya. Matanya yang dingin terarah pada meja Liora.

Laki-laki itu menunduk menatap Liora yang berada di pelukannya. “Lo gak papa?”

Dengan kepala tersandar di dada Archeron, Liora mengangguk. “Hm.”

Liora jujur. Dia tidak apa-apa. Namun dia merasa kedinginan entah kenapa. Orang yang mengirim ini sepertinya sangat gencar menyebar teror kepada Archeron.

Merasa tidak enak karena semua mata memandang mereka, Liora mendorong Archeron pelan. Dia kembali melirik benda di atas mejanya dengan tatapan kompleks.

“Ar, menurut lo orang yang ngirim ini sama dengan orang yang berusaha nyakitin lo?” Liora sedikit mengecilkan suara sehingga yang lain tidak bisa mendengarkannya.

Archeron mendekati mejanya dan mengulurkan tangan untuk menyentuh cairan merah di atas meja. Dia mendapati cairan itu telah mengering dan sepertinya sedikit sulit dibersihkan.

“Ikut gue ambil meja baru.” kata Archeron sambil membawa kotak beserta isinya dan meninggalkan ruang kelas Liora.

Hanya dia dan Tuhan yang tahu betapa cemasnya dirinya saat mendengar cerita para gadis di kelasnya tentang kotak di atas meja Liora. Dia sangat takut gadis itu mendapat hal-hal aneh bahkan lebih takut jika dia terluka.

Setelah mengambil bensin dan korek api, Archeron tanpa basa-basi membakar kotak dan boneka kucing itu di belakang gedung sekolah.

Liora yang sedari tadi mengekorinya menatap boneka kucing yang terbakar sambil menggigit bibir bawahnya.

Melihat benda di atas tanah tersebut sudah terbakar habis hingga menjadi debu, Archeron langsung berbalik. “Ayo pergi.”

Dengan patuh Liora mengikuti Archeron mengambil meja baru di gudang penyimpanan. Melihat punggung Archeron yang tengah membawa meja untuknya, Liora menyamaratakan langkah mereka dan tidak bisa menahan diri untuk memanggil, “Ar,”

“Hm?”

“Lo gak papa?”

Liora tahu ini masa lalu Archeron dan seharusnya dia yang berdampak efeknya. Tapi laki-laki itu malah datang dan menanyainya apakah dirinya tidak apa-apa.

Archeron berbalik melihatnya dengan senyuman tipis. “Gak usah khawatirin gue. Lo takut?”

Gadis itu menggeleng. Melihat senyumnya yang tampan, mata Liora memanas dan hidungnya sedikit masam. Ada keinginan kuat untuk menangis namun dia harus menahannya.

“Ngapain jalan di belakang? Sini di sebelah gue.” Saat mengatakan itu, Archeron sengaja memperlambat langkahnya karena Liora kembali tertinggal di belakang.

Tatkala Liora sudah berjalan di sampingnya, Archeron kembali bersuara, “Kayaknya ini peringatan buat lo.”

Seketika Liora menoleh dan mendongak menatap Archron. “Hah?”

Ekspresi cengo gadis itu membuat Archeron ingin mengacak rambutnya namun tidak bisa karena kedua tangannya sedang memegang meja.

“Gue rasa orang itu kasih lo peringatan.”

“Tapi kenapa?”

“Mungkin karena lo deket sama gue?” Tebak Archeron.

Dengan segera Liora menyangkal, “Gak mungkin. Menurut gue sih orang itu ngirim ke gue biar buat lo ngerasa terkikis aja secara mental.”

Merasa Archeron ingin membantah, Liora segera menyela, “Percaya sama gue.”

Mendengar itu, Archeron mengurungkan niatnya dan menatap ke depan dengan senyum dangkal.

Liora kembali ke kelas dengan tenang. Dibantu Archeron dan sahabat-sahabatnya, meja baru siap untuk dia gunakan.

Selama pelajaran berlangsung gadis itu sedikit tidak konsen. Dia merasa ada sesuatu yang kurang. Dan ketika secara tidak sengaja menyentuh sesuatu di sakunya, matanya sedikit melebar.

Dengan segera Liora meminta izin ke kamar mandi, masuk ke salah satu bilik dan duduk di atas kloset yang tertutup.

Jantungnya sedikit berdebar ketika mengeluarkan amplop berwarna merah muda itu. Sengaja dia menyembunyikannya ketika menemukannya. Dia merasa tidak nyaman dengan keberadaan amplop ini.

Tangannya terasa dingin seperti memegang es. Menghela napas pelan, Liora bergumam pada diri sendiri.

“Gak papa, Ra. Lo cewek strong.”

Tangannya perlahan membuka amplop tersebut. Di dalamnya terdapat sepucuk kertas berwarna putih. Ragu-ragu sejenak, Liora tidak ada pilihan selain membukanya.

Melihat tinta merah yang terukir di atas kertas tersebut, napas Liora tersendat.

’Jauhi Archeron dan jangan mengacaukan rencana saya.’

TBC

ARCHERON ✓Where stories live. Discover now