36. Sarapan

35.1K 6.2K 139
                                    

Archeron memegang cincin yang menggantung di rantai kalung dan menatapnya lamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Archeron memegang cincin yang menggantung di rantai kalung dan menatapnya lamat. Mengerjap pelan, dia akhirnya bergerak setelah setengah jam duduk diam memandangi benda tersebut dan segera mengalungkannya di lehernya.

Setelah itu dia mengancingkan seragam, menutupi kalung tersebut di balik seragam dan mengenakan dasi.

Dia telah menggunakan kalung ini sejak Liora memberikannya. Namun dia menyembunyikannya dengan baik sehingga gadis itu tidak menemukannya.

Walau kemarin dia demam, sekarang tubuhnya sehat seperti sedia kala. Jika diingat-ingat, dia mulai demam sejak pulang sekolah dua hari sebelumnya. Bayangan Zia memegangnya bercampur aduk dengan bayangan wanita menjijikkan itu membuatnya tertekan dan mandi hampir selama tiga jam.

Dua hari yang lalu, Liora hanya bisa menenangkannya sejenak setelah membujuknya di taman. Setidaknya itu sangat efektif. Sayangnya begitu kembali ke apartemen, bayangan menjijikkan itu kembali.

Dia tidak bisa melupakannya. Ingatan itu selalu segar ketika seseorang terlalu dekat dengannya bahkan menyentuhnya.

Tidak ada yang tahu tentang masalah psikologisnya ini. Bahkan kakeknya. Archeron terlalu menutup diri sejak kembali dari panti. Dia pun tidak ada niat mengunjungi psikolog untuk mengobati gangguan obsesif-kompulsifnya.

Baginya itu terlalu sia-sia. Selain itu, bisa saja berita dia mengunjungi psikolog menyebar dan semua orang memandangnya dengan tatapan kasihan.

Dia masih ingat setelah tiba kembali di rumahnya, semua orang baik itu kerabat jauh atau teman-teman orang tuanya mengunjunginya dengan kata-kata menyemangati namun sorot mata mereka mengasihaninya.

Sejak itu dia selalu menarik diri dari kerumunan orang. Berdiam diri dengan wajah dingin hingga disebut dewa es oleh orang-orang di sekolah.

Karena dia berasal dari keluarga Dirgantara, banyak orang yang berjuang untuk berteman dengannya. Keinginan mereka bahkan tidak disembunyikan.

Para laki-laki mendekat untuk menjadi teman dan meminjam latar belakangnya yang kuat, sedangkan pada gadis menginginkan posisi pacarnya.

Maka dari itu, orang-orang yang berani menyentuhnya dihajar Archeron tanpa segan. Untuk para gadis, Archeron tentu tidak bisa bersikap kasar secara fisik. Jadi dia hanya melayangkan tatapan dingin yang membuat orang merinding dan mengucapkan kata-kata menyakiti hati.

Rumor langsung beredar bahwa dia mengidap myshopobia, sehingga tidak ada yang berani menyentuhnya. Meski ada beberapa orang bermuka tebal yang berusaha mendekatinya, mereka akan segera mundur karena atmosfir berat di sekitar Archeron.

Archeron tidak menyangkal atau menanggapi rumor itu. Dia hanya berpikir myshopobia terdengar lebih baik dibanding gangguan obsesif-kompulsifnya.

Dan kemudian hari-harinya menjadi tenang tanpa gangguan meski satu tahun lalu ada sebuah benalu yang datang tiba-tiba, Zia.

Setelah Archeron berpakaian rapi untuk ke sekolah, bel apartemennya berbunyi.

Tanpa tergesah-gesah dia melihat interkom. Mendapati seorang pria paruh baya yang sedikit familier, dia membuka pintu.

“Den Archeron?” tanya pria paruh baya itu sopan dengan suara medok.

“Ya.” Archeron mengangguk sedikit.

Pria paruh baya itu tersenyum lalu menyodorkan totebag putih ke hadapannya. “Non Rara menitipkan ini.”

Alis Archeron terangkat. Dia membuka pintu karena tahu bahwa pria paruh baya ini adalah sopir yang sering mengantar-jemput Liora.

“Terima kasih.” katanya sembari menerima totebag tersebut.

Setelah pria paruh baya itu pamit, Archeron menutup pintu dan kembali masuk membawa totebag dari Liora.

Dia meletakkannya di atas meja makan, memandangnya sebentar lalu membongkarnya. Ada sekotak bubur ayam yang masih mengepul, satu botol tupperware berisi susu hangat, satu kotak kecil apel yang telah dipotong dan satu botol obat sirup rasa stroberi penurun demam.

Ekspresinya seketika melembut. Dia celengak-celinguk mencari ponselnya. Setelah mendapatkan benda pipih itu, dia langsung mendapat beberapa chat dari satu orang yang sama.

Liora : Ar, hari ini jangan sekolah dulu, oke?
              Diem di apartemen. Jangan ke mana-mana.
              Pak Teo lagi nganter makanan ke apartemen lo.
               /06.07/
              Kata Pak Teo makanannya udah lo terima. Jangan lupa dimakan. Minum obat juga.
              Gws🦋
              /06.28/

Archeron tertawa dengan suara rendah. Suasana hatinya seketika menjadi baik.

Dia langsung membalas dengan senyuman tipis di bibirnya.

Archeron : Hm. Makasih.

Tidak mendapatkan balasan lagi, Archeron mengalihkan pandangan pada sarapan di atas meja. Dia duduk di kursi meja makan, menatap bubur ayam sejenak sebelum bergerak dan memakannya.

Sepuluh menit kemudian dia telah menghabisi sarapan pemberian Liora. Dia menjilat bibirnya, masih merasakan manis samar dari susu yang diteguknya.

Jemari tangannya berada di atas meja mengetuk pelan menghasilkan irama tidak jelas.

“Liora,”

Laki-laki yang sedaritadi tenggelam dalam pikirannya terkekeh pelan sambil menggumamkan nama itu.

Untuk pertama kalinya dia berpikir bahwa berpacaran tidak akan buruk seperti yang dia bayangkan sebelumnya.

Namun hanya ada satu kandidat yang berhak atas posisi itu. Dia adalah Shaquilla Lioraca Naraya, gadis yang sedari awal berhasil menggait hatinya tanpa dia sadari.

Di sisi lain, gadis yang sedang dipikirkan Archeron sedang bersenandung di dalam mobil yang melaju ke SMA Angkasa.

Jika dia tahu saat ini dewa tampannya, Archeron, mempunyai pemikiran untuk menjadikannya pacar, dia pasti akan memekik heboh dan bahkan salto saking senangnya.

TBC

ARCHERON ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang