1 (2) ⛅️

Mulai dari awal
                                    

"Nunggu lo dateng," balas Ale. "Biar dibayarin." katanya sambil cengengesan. Gibran balas dengan decakan pelan.

Zia jadi tersenyum kecil memandang Luna dan Gibran yang terlihat mesra. "Kok bisa ya orang langgeng gitu," gumamnya. "Mau nikah lagi astaga."

Bayangin aja hampir 7 tahun mereka pacaran dan masih awet sampai sekarang. Meski beberapa kali putus nyambung tapi Zia kagum karena keduanya mau serius sampai plaminan.

Luna tersenyum lebar. "Gibran tuh nggak bisa jauh-jauh dari gue," katanya sambil merangkul cowok itu. "Kita jodoh."

"Halah halahhh," Ale langsung membuang muka. "Nih kafe panas bener yak, dapurnya dipindah depan gue kayaknya."

"Biasa biasa penyakit ati," sindir Ical.

Setelah duduk Gibran kemudian menoleh pada Zia yang sedang menyeduh kopi. Lalu menghembuskan napas sebelum mengatakan. "Zi,"

"Apa??"


"Tuh anak dua bulan lalu balik ke Jakarta."



Semua langsung menatap Gibran, termasuk Zia yang perlahan mengangkat kepalanya sambil menyerngit. Lalu terkekeh tak mengerti. "Tuh anak siapa?"





"Nathan, lo inget kan dia siapa? Apa udah lupa?"




Zia dibuat tertegun malam itu.



🌥🌥🌥🌥🌥






Zia terus melamun siang itu di kantor, tak sadar ada banyak perkerjaan yang belum dia tuntaskan. Tak bisa memungkiri ucapan Gibran kemarin telah menghantui benaknya semalaman.

Hanya dengan menyebut satu nama, pikirannya ambyar kemana-mana.

Hanya dengan menyebut satu nama, pikirannya ambyar kemana-mana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





7 tahun mereka berpisah tanpa bertemu sama sekali.

Pernah dulu ketika Tante Aura melahirkan anak, Nathan kembali dari luar negeri tapi kebetulan Zia ada holiday dengan teman kampusnya. Zia hanya berpapasan cowok itu sekali tanpa bicara satu sama lain.

Papah sering telfonan dengan Nathan, sampai sekarang. Mereka berdua saling memberi kabar, bahkan papah pernah nekat ke luar negeri karena ingin bertemu putranya. Dan Zia selalu menolak ikut.


Zia selalu hampir bisa melupakan cowok itu, tapi lagi-lagi gagal. Meski 7 tahun lewat.

"Zi?"

Zia membuyarkan lamunannya, mengangkat kepala saat Verga berdiri di depannya dengan wajah masam. "Aku ngomong panjang lebar dikacangin nih,"

"Eh Ga sorry sorry astaga," Zia mengusap wajahnya. "Ngomong apa tadi?"

"Ituloh data daftar hadir seminar buat minggu depan kamu yang bawa kan?"

"Oh itu... iya iya aku yang bawa, kenapa?" tanya Zia.

"Nanti diprint semua ya, terus kasih materai enam ribu sama minta tanda tangan Bu Amar. Baru deh kamu jadiin pdf, bisa kan?"

Zia diam sebentar, kemudian mengangguk dengan cepat. "Bisa bisa, abis ini aku print." katanya.

"Sip," Verga mengacungkan jempol. "Stok materai masih ada?"

Zia berfikir sejenak. "Kayaknya sih masih, bentar bentar," cewek itu beranjak dan pergi ke loker. Menarik salah satu laci. "Yahh, abis nih yang enam ribu."

"Beli dulu, Zi." seru Verga dari tempatnya.

Zia berdecak dalam hati, menatap jam tangannya. Lalu mengangguk dan meraih tasnya sebelum keluar dari kantor. Masuk ke dalam mobilnya sekalian mampir ke kafe untuk beli milkshake kesukaannya.

"Zia lagi Zia lagi..."

"Heh kok gitu manggilnya," omel Zia pada barista cantik di depannya. "Yang sopan dong, Kak Zia."

Lana mendengus geli. "Bilangin ke kakak gue ya, bayar utang dia minum sama makan di sini." tanyanya.

Zia tertawa. "Luna lagi sibuk banget Lan asli, kita aja jarang ketemu."

"Dia sok sibuk gitu nggak sih," bisik adik sahabatnya. "Mentang mentang mau nikah tuh dimanjaiin bunda terus."

Zia terkekeh sambil meletakkan selembar uang. "Makanya nyusul," katanya. "Yaudah gue duluan ya."

"Nggak nongki dulu nih?"

"Banyak kerjaan," bisiknya. Lalu melambaikan tangan dan berjalan keluar dari kafe. Karena mobilnya berada di seberang sana dia harus menyebrang dulu.

Mungkin keprotektifan di hidupnya mulai berakhir, beranjak dewasa Zia lebih dibebaskan oleh sang papah. Pulang malam, menginap di rumah Luna atau liburan ke luar kota. Intinya papah tidak sebawel dulu.



Zia berhenti melangkah.



Tiba-tiba garis wajahnya menurun. Antara tertegun, terkejut dan tak menduga.


Semua mobil dan motor berhenti tepat di lampu merah, mempersilahkan pejalan kaki untuk lewat. Dan Zia masih terpaku di tempatnya karena melihat sosok familiar di seberang sana.


Sosok itu menatapnya.


Nathan, pria itu. Sekarang berjalan ke arahnya, membuat Zia mengerjap lemah.

Tapi,


Nathan melewatinya begitu saja, tanpa menatap Zia barang sedetik pun. Membuat pertahanannya hancur begitu saja, terperangah sambil menoleh memandang punggung cowok itu.

"Nath--" Zia yang hendak memanggil mengurungkan niatnya.

Melihat seorang gadis yang muncul di samping Nathan sambil tersenyum lebar, dan Nathan balas juga dengan senyuman. Mereka terlihat sangat dekat sampai Zia tak mampu berkutik.



Mungkin Nathan telah menuruti ucapannya untuk memulai kehidupan yang baru, tanpanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Mungkin Nathan telah menuruti ucapannya untuk memulai kehidupan yang baru, tanpanya....






Tbc

gatau bakal pada antusias sama season 2 atau enggak, karena belum pernah senekat ini hahaha (takut readers kabur sksksk) semoga aja masih minat ya

ini kayaknya 15 an doang chapternya, mom update jam 3 SORE. jadi gausa nunggu info story, langsung ke lapak aja yaaaa

Little Promise ( AS 3 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang