13. Pet Dog.

21.2K 1.3K 35
                                    

Irina meneguk airnya setelah memasukan pil pencegah kehamilan ke dalam mulutnya, sudah menjadi rutinitas untuknya selama tiga bulan terakhir ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Irina meneguk airnya setelah memasukan pil pencegah kehamilan ke dalam mulutnya, sudah menjadi rutinitas untuknya selama tiga bulan terakhir ini.

Lelah. Fisik maupun batin. Namun Irina tidak bisa berbuat apapun selain mengeluarkan air matanya.

Ia mencoba untuk menerima dengan lapang dada, Irina mencoba untuk merangkul rasa sakit itu. Rasa sakit yang Fransisco berikan untuknya.

"Please, God..." Irina kembali menitikkan air matanya, tangannya mencengkram dadanya yang terasa begitu menyesakkan.

Tok.. Tok... Tok..

Suara ketukan pintu membuat Irina menahan tangisnya, dengan cepat ia menghapus air mata di pipinya. Fransisco sangat tidak suka melihat ia menangis, Irina tidak mau mendapatkan tamparan lagi karena menangis di hadapan Fransisco.

"Nona.." Hembusan nafas lega keluar dari bibir Irina saat mendengar suara pelayan pribadi sekaligus sosok paruh baya yang mengasihi nya, bibi Alice.

"Ya, bibi?"

Wajah sendu wanita paruh baya itu menyambut Irina di depan pintu kamar mandi, Irina mengerutkan dahinya. "Bibi, ada apa?"

Bibi Alice tersenyum kecil, dan Irina tahu bahwa ada yang mengganggu pikiran wanita ini.

"Makanan sudah siap, nona."

Irina menghembuskan nafasnya seraya menganggukkan kepala, "Terima kasih banyak, bibi."

"Nona baik-baik saja?"

Tidak, bibi. "Ya, aku baik-baik saja, bibi." Sudah cukup selama ini Irina menangis dan mengadukan semua kesakitan nya kepada bibi Alice, ia tidak ingin orang-orang di sekitarnya ikut terkena imbas karena ulahnya. Perlu di ingat, segala sesuatu yang Irina lakukan harus di bawah pengawasan Fransisco. Seperti anjing peliharaan.

Bibi Alice hanya mengangguk kecil. Irina tersenyum dan berjalan menuju nakas di samping ranjangnya.

Matanya menyipit dengan kening yang berkerut. Wanita itu kembali membalikkan tubuhnya guna menatap bibi Alice. "Fransisco?"

Bibi Alice bungkam, wanita paruh baya itu menundukkan kepalanya tidak berani menatap Irina.

"Bibi, tidak apa-apa. Katakan saja." Pinta Irina dengan lembut. Tangannya terangkat mengusap pergelangan tangan berkeriput itu.

"Maafkan saya, nona. Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Semuanya atas kehendak tuan Fransisco." Jelas bibi Alice menatap Irina dengan bersalah.

Irina menggelengkan kepalanya sambil menggenggam tangan bibi Alice. "Tidak apa-apa, bibi. Terima kasih banyak."

Bibi Alice menatap Irina, wanita paruh baya itu sungguh kagum dengan sosok wanita di hadapannya. Tegar walaupun menyimpan sejuta kesakitan.

Setelah berhasil meyakinkan bibi Alice bahwa semuanya akan baik-baik saja. Irina mendaratkan bokongnya di sisi tempat tidur setelah mengambil nampan berisi makanan.

His Revenge [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang