4. Don't You Dare!

27.4K 1.7K 8
                                    

Irina menangis tersedu-sedu di atas ranjang, tangan dan tubuhnya bergetar dengan keringat dingin mengalir di sekitar pelipisnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Irina menangis tersedu-sedu di atas ranjang, tangan dan tubuhnya bergetar dengan keringat dingin mengalir di sekitar pelipisnya. Pikirannya di dominasi oleh kebengisan seorang pria dengan netra biru safir nya, yang sampai saat ini tidak Irina ketahui namanya. Irina benar-benar takut, seumur hidupnya ia belum pernah melihat kekerasan seperti yang pria itu lakukan.

Kilasan mengerikan itu terus terputar di kepala Irina. Bagaimana pria itu menampar Mrs. Emily, bagaimana pria itu menendang tubuh Mrs. Emily, dan bagaimana pria itu memukul habis-habisan tubuh paruh baya Mrs. Emily. Sama sekali tidak ada belas kasihan, pria itu terlihat enteng saat melakukan hal keji itu kepada wanita yang jauh lebih tua darinya.

Irina benar-benar tidak habis pikir.

Apa yang terjadi dengan hidupnya saat ini? Mengapa hidup berubah seratus delapan puluh derajat?

Irina benar-benar tidak berani untuk menentang sosok Fransisco lagi, ia tidak mau melihat kekejaman pria brengsek itu. Tetapi Irina harus bagaimana? Gadis itu lelah karena tidak ada sedikit pun celah untuk ia pergi dari tempat ini, dari penjara ini.

Gadis itu mengedarkan pandangannya, tangannya terangkat untuk memijit pangkal hidungnya saat kepalanya terasa begitu sakit. Irina tidak tahu sudah berapa lama ia menangis, matanya saat ini terasa sangat berat dan perih.

Berkali-kali Irina meneliti setiap ruangan ini berusaha mencari keberadaan jam dan sedikit saja celah cahaya yang masuk ke dalamnya, tetapi sama sekali tidak ada. Ruangan ini benar-benar tertutup tanpa ada jendela dan celah apapun yang memperlihatkan keadaan luar, juga tidak ada jam. Membuat Irina tidak tahu waktu yang saat ini berputar di sekitarnya.

Irina menatap ruangan di sekelilingnya, hanya diisi dengan satu pintu di dekat toilet dan Irina tidak tahu di balik itu terdapat ruangan apa. Di sisi kanan tempat tidur yang Irina tempati terdapat sebuah meja rias kecil dengan beberapa alat kecantikan. Sedangkan disisi kiri Irina terdapat meja kecil dengan tumpukkan buku yang Irina terka sebagai novel dan berbagai kertas berserakan lainnya, Irina tidak ingin tahu lebih jauh lagi. Dan tidak jauh dari situ terdapat sofa yang cukup besar.

Irina menghela nafas. Hidupnya sudah selesai saat ia terbangun di tempat ini.

Suara baja bergesekan kembali terdengar membuat tubuh Irina membeku, gadis itu beringsut menjauh dengan ketakutan. Helaan nafas lega keluar dari mulutnya saat melihat hanya celah bawah pintu yang terbuka, persis seperti saat Mrs. Emily mengantarkan makanan untuknya.

"Permisi, nona."

Irina turun dari tempat tidurnya dan melangkah mendekati seseorang yang mengintip di balik celah itu. Dengan tangan bergetar Irina menerima tampan berisi makanan untuknya, "Terima kasih, um.."

"Panggil saya Alice saja, nona." Sela wanita paruh baya itu.

Irina menganggukkan kepalanya, "Baik, Mrs. Alice." Wanita paruh baya itu terlihat sedikit terkejut dan hendak membantah, namun urung saat menatap mata abu-abu indah milik Irina.

His Revenge [End]Where stories live. Discover now