Prioritas : 57 [END]

4.4K 176 18
                                    

Satu minggu kemudian...

Ruang tamu rumah Gibran dan Tasya nampak tegang karena kedatangan Vera dan Aruna. Aruna yang sejak datang hanya diam mematung tanpa banyak bicara dan berekspresi itu menjadi pertanyaan besar untuk Lia.

Gibran sebagai tuan rumah berdehem untuk membuat suasana menjadi santai. Ia melirik Tasya yang terus menatap Aruna.

"Bu Vera, bisa kita mulai pembicaraannya? Saya dan istri saya sudah sangat penasaran dengan apa yang akan Ibu bicarakan,"

Vera di depan mereka mengeluarkan amplop putih dari dalam tasnya, menyerahkan pada Gibran dan Tasya.

Gibran membukanya dengan perlahan. Ia sudah bisa menebak apa yang ada di dalam karena logo amplop tersebut adalah logo rumah sakit tempat Tasya bekerja.

Mata Tasya melotot melihat isi di dalamnya di tambah Aruna menyerahkan satu buah respek pada Tasya.

Sementara Lia yang duduk di samping Lio tidak henti-hentinya berdoa agar apa yang di pikirkan tidak terjadi.

"Aruna... Hamil?"

Vera mengangguk, "Iya, kehamilannya menginjak lima hari."

Ucapan Tasya membuat Lia terkekeh sinis sementra Lio dan Aruna menunduk dalam secara bersamaan.

Lia mendekatkan diri pada Lio dan berbisik, "Mulai hari ini lo bukan lagi Abang gue."

Lio hanya bisa memejamkan matanya mendengar ucapan Lia. Ini adalah konsekuensi yang sudah di jadikan persetujuan sejak awal. Lio tidka bisa menolak.

Aruna menonggak, memandang Tasya dan Gibran dengan mata merahnya. Ia salah dan ia juga yang menyesali perbuatannya.

Awalnya Aruna memang ingin sekali hal ini terjadi, tapi setelah di pikir dengan kepala dingin ternyata tindakannya salah dan ini benar-benar mempengaruhi masa depannya.

"Om, Tante, maafin Aruna. Aruna yang salah, Aruna yang pancing Lio, Arun-

"Udah, Nak, udah. Nasi sudah menjadi bubur dan sekarang kalian harus menjalaninya," Tasya menatap putranya yang diam menggenggam erat tangannya sendiri, "Lio, sudah siap menjadi suami dan Ayah?"

"Ma... "

Tasya memberikan senyum terbaiknya meski hatinya hancur-sehancurnya. Belum lama ini Lio di tinggal Abila sampai membuat anak itu menjadi pendiam dan jarang keluar rumah bahkan, Lio tidak sekolah. Lio selalu di kamarnya berbicara dengan boneka dan barang-barang yang di berikan Abila.

Melihat itu saja sudah membuat Tasya sedih, lalu apakah ia siap untuk melepas putranya?

"Kamu sudah berbuat dan itu artinya kamu harus bertanggung jawab. Lio bisa lupain Abila dan hidup dengan Aruna?"

"Lupain Abila, Yo. Jadiin Abila sebagai motivasi kamu agar bisa lebih baik lagi dengan Aruna." timpal Gibran.

Lio mengangguk, setuju dengan apa yang akan terjadi padanya nanti.

"Kalau begitu, nanti kita akan tetapkan pernikahan secepatnya namun saya tegaskan pada kalian semua, tidak ada pesta, hanya ijab gobul."

"Saya memang inginnya seperti itu, Pak." balas Vera.

Vera menelan silivanya. Ia harus menyampaikan satu kebenaran yang harus segera di sampaikan sebelum terjadinya penikahan.

"Bapak, Ibu, ada hal yang akan saya sampaikan mengenai Aruna-

"Permisi tuan, ada tamu." tiba-tiba asisten rumah tangannya datang membuat ucapan Vera terhenti.

Gibran melirik Vera dan Vera memberikan anggukan jika ia boleh menerima tamunya.

Prioritas [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang