Prioritas : 19

1.3K 125 24
                                    

Tepat saat bel istirahat pertama Lio keluar kelas. Sial sekali ketua kelas mereka, membohongi satu kelas dengan mengatakan jika kelas mereka free padahal sesungguhnya guru mereka datang hanya saja sedikit terlambat.

Tau Lio kemana? Tepat. UKS.

Laki-laki itu meruntuki, memaki dan menghujani hujatan pada guru dengan mulut pedas itu. Bu Tina, guru BK yang merangkap menjadi guru kebudayaan itu menahan Doni untuk menemani Lintang dan malah memilih Abila.

Fikiran Lio sudah kemana-mana, membayangkan apa saja yang akan di lakukan remaja berbeda gender itu di dalam ruangan bernama UKS.

Lio berjalan dengan langkah dua kali lebih lebar dari langkah biasanya. Ia ingin cepat-cepat menghampiri kekasihnya dan membawanya menjauh dari Lintang.

Pintu UKS terbuka, benar dugaannya jika hanya ada mereka bedua saja di dalam ruangan. Lio berjalan lebih dalam untuk melihat lebih jelas keadaan di dalam.

Lio menyilangkan kedua tangannya di depan dada, memperhatikan Abila yang sedang duduk di samping Lintang dengan ponsel yang Lio yakini bukan miliknya melainkan milik Lintang. Sedangkan Lintang, laki-laki itu sedang tertidur di kasur UKS.

Lio melangkah dua langkah lebih dekat dengan Abila yang masih belum sadar dengan kehadirannya. Lio diam memperhatikan apa yang sedang di mainkan oleh gadis itu, rupanya hanya sebuah game masak-masak.

"Kantin, makan. Bukannya duduk di sini."

Abila terkaget, ia dengan reflek menoleh kekanan dan kekiri tapi tidak menemukan seseorang dan baru menemukannya pada saat ia membalikkan tubuh ke belakang, ada Lio.

Abila bangun, tapi sebelum itu ia meletakan ponsel hitam milik Lintang di samping tubuh laki-laki itu baru ia berdiri saling bertatapan dengan Lio.

"Ada apa Lio?"

Lio berdecih, gadis di depannya ini tidak tau atau tolol? Sudah jelas ia ke sini karena merasa cemburu dan tidak terima dengan apa yang di lakukan oleh pacarnya namun mengapa gadis itu bertanya hal yang tidak masuk di akal.

"Kantin, makan." kata Lio dengan nada datar.

"Nanti, Lintang ga ada yang jaga." jawab Abila.

Bola mata Lio memperhatikan Lintang sejanak lalu fokus lagi pada Abila, "Temen-temen lo udah di kantin. Mau ke kantin sendiri atau gue tarik?"

Abila menghela nafas berat. Berat dan sangat berat. Deritanya mengapa banyak sekali.

"Bila ga kekantin, Lio aja sana Farhan sama Ghani pasti nunggu."

"Terus? Lo mau disini? Gitu?!"

Abila melotot, "Suttt, jangan teriak." paniknya. Lio bicara keras dan dari suara keras milik Lio itu bisa membangunkan Lintang yang baru saja tertidur.

Kekehan sinis Lio keluarkan, kedua tangannya mencengkram bahu Abila kencang berusaha memberikan peringatan pada gadis itu bahwasanya dirinya cemburu.

"Kenapa? Kenapa kalo gue teriak, hah!"

"Nanti Lintang bangun. Dia baru aja tidur, kasihan perutnya memar gara-gara-

"Gue? Maksud lo gara-gara gue?" potong Lio begitu cepat.

Abila tidak bisa bicara apapun. Ia ibarat buah simalakama yang kemana saja salah.

"Aw." Abila merintih, pundaknya terasa sakit akibat cengkraman yang di betikan oleh Lio yang semakin lama semaki sakit.

Lio tersenyum miring, memberikan tatapan tajam yang biasa ia berikan pada Abila jika sedang marah, "Sakit? Itu yang gue rasain saat lihat lo ketawa sama Lintang sedangkan sama gue lo jarang banget mau ketawa."

Prioritas [Selesai]Where stories live. Discover now