Prioritas : 10

1.6K 143 1
                                    

"Bunda, ini tehnya."

Abila meletakan teh hangat di atas nakas kamar bundanya. Ia tersenyum senang melihat bundanya yang terlihat begitu fresh.

Gadis yang masih berpakaian rapih serta sling bag yang masih terpajang di tubuhnya itu berjalan menutup cendela kamar bundanya. Humairah tidak begitu menyukai sinar matahari.

Kegiatan anaknya tidak pernah lepas dari tatapan Humairah. Rasanya ia ingin menangis jika melihat gadis seusia Abila yang seharusnya duduk diam dan belajar tapi tidak dengan Abila yang merangkap semua kegiatan rumah menggantikannya di tambah Abila juga yang harus mencari nafkah untuk keduanya.

"Bila kalo ngantuk bobo sana." Humairah berkata ketika matanya melihat Abila menguap menghembuskan angin kantuk.

Abila berbalik, "Engga kok, Bun."

Ini kebohongan.

"Tidur siang sana, ini perintah Bunda. Jangan buat Bunda marah."

Abila merenggek manja, "Bunda.. "

"Tidur, sayang."

Abila berdecak dan menghela, menatap bundanya, "Iya-iya, Bila bobo, ya, Bun."

Humairah mengangguk, "Iya."

Abila keluar kamar bundanya dan tidak lupa menutupnya kembali. Ia memasuki kamarnya yang ada tepat di samping kamar bundanya.

Kaki Abila berhenti di depan pintu kamarnya, ia memandang kamar yang berukuran sedang. Semua barang sudah tersusun seperti semula.

Dengan helaan yang cukup panjang Abila melangkah masuk tanpa menutup pintu kamarnya, membaringkan tubuh pada kasurnya dengan tidak melepas apapun yang tubuhnya kenakan. Pandangan gadis bermata besar itu lurus menatap langit kamarnya, membayangkan kejadian kemarin membuat Abila frustasi.

Bayangkan.

Kamar yang semula tersusun rapih dan tertatan saat itu menjadi berantakan dan benar-benar tidak tertata. Buku-buku yang ada di atas meja sudah berhamburan di lantai, pakaiannya, mulai dari pakaian sekolah sampai daleman pun di keluarkan dan berserakkan di mana-mana lalu yang paling membuat Abila merasa benar-benar frustasi adalah uang tabungannya selama ini di ambil dan hanya di sisakan sepuluh lembar saja.

Ingin rasanya Abila membunuh orang yang sudah melakukan ini padanya namun ia tahan karena jika ia masuk penjara siapa yang akan merawat bundanya.

Abila memegangi kepalanya yang terasa amat sakit. Wajar saja kepalanya berdenyut karena gadis itu semalaman begadang untuk merapihkan kekacauan kamarnya dan juga dapur di tambah ruang tamu yang kotornya seperti di tinggal bertahun-tahun oleh penghuni rumah.

Sebanarnya jika begadang saja Abila tidak akan merasakan capek yang seperti ini karena ia pun sering begadang untuk melakukan kegiatan organisasinya atau tugas yang tertunda tapi ini beda, begadangnya sambil melakukan kegiatan dan itu cukup menguras tenaga.

Abila menguap lagi. Dua puluh jam lebih Abila terjaga, tidak menutup matanya sama sekali bahkan sampai sekarang.

Matanya mulai terpejam menikmati angin yang di keluarkan oleh kipas angin miliknya namun belum sepenuhnya tertidur Abila kembali membuka matanya ketika mengingat jika semua kebutuhannya habis.

Abila lekas beranjak dari tidurnya, berganti pakaian dan mengambil kotak penyimpanan uang yang ia miliki.

Hanya tersisa selembar uang berwarna merah di dalamnya. Uang satu juta di ambil sembilan ratus untuk biaya chek-up Humairah dan membeli obat lalu sekarang hanya tersisa seratus ribu, di tambah semua bahan makan dari yang pokok sampai yang ringan tidak ada.

Prioritas [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang