Prioritas : 8

1.5K 148 2
                                    

Sudah satu jam lebih Lio menahan diri untuk tidak keluar kamar tapi pertahanannya goyah ketika telinganya menangkap sebuah percakapan yang membuat hatinya merasa terbakar.

Kembarannya ini apa-apaan. Sejak awal mereka datang Lia dan teman-temannya selalu membuat lantai satu heboh dengan kata-kata yang mendorong Abila agar dekat dengan Lintang.

Farhan dan Ghani tidak bisa berbuat apapun karena menurut mereka ini adalah salah teman mereka yang begitu tidak peka dan amat mudah goyah.

Ghani menepuk pundak Lio, "Samperin kalo lo sayang Bila, diam di sini kalo lo masa bodo sama pacar, lo."

Prioritas

Lantai bawah tepatnya ruang tamu kini penuh di isi oleh empat gadis dan satu laki-laki. Satu jam berlalu mereka sudah menyelesaikan 70% tugas.

Mengerjakan dengan serius akan mempermudah pekerjaan di tambah dengan kerja sama tim yang patut di acungi jempol.

Lia yang sedang membuat makalah di temani dengan Ririn yang membantu Lia dalam meringkas kata itu nampak tenang. Okta yang bertugas mencari sumber pun sama seriusnya hanya saja tangan gadis itu tidak bisa diam ribut dengan roti yang lima menit lalu di berikan asisten rumah tangga Lia.

Abila dan Lintang? Mereka kebagian membuat skema tentu atas paksaan teman-temannya dengan alasan Abila pintar menggambar jadi akan terlihat bagus jika bagian membuat skema adalah urusan Abila.

Lalu fungsi Lintang apa sebagai laki-laki seorang diri di sini?

Lintang membantu Abila memegangi karton dan kadang membacakan artikel yang harus di tulis oleh gadis itu di atas karton putih yang cukup lebar.

"Lintang, tolong ambilin penghapus, deh."

Tanpa banyak bicara Lintang menggambil penghapus yang ada di dalam tempat pinsil gadis itu.

"Nih," Lintang memberikan penghapus berwarna putih pada Abila, Abila menerimanya tidak lupa mengucapkan terimakasih.

Keadaan kembali hening, kelima remaja itu kembali sibuk dengan urusan mereka yang belum sepenuhnya selesai.

Okta menggerakan tubuhnya, rasa pegal menghampirinya. Ia melirik makanan yang masih sangat banyak bahkan yang belum di sentuh pun masih ada.

"Gays! Ini makanan masih banyak banget, lho."

Kompak semua menoleh pada Okta.

"Gue udah habis ciki sebungkus." Ririn menunjuk plastik bekas ciki yang ia maksud. Ririn yang membantu Lia sejak tadi memang tidak berhenti menyunyah, mulutnya selalu penuh sampai membuat Lia susah mendengar setiap kata yang di keluarkan oleh mulut gadis itu.

Ririn dan Okta kompak menatap Lia.

"Apa? Gue yang nyediain buat kalian, ga usah repot, deh!" marah Lia. Gadis berambut panjang yang terkuncir itu kembali berfokus pada leptop.

"Noh, Abila sama Lintang dari tadi diem aja." Ririn menunjuk Abila dan Lintang yang duduk sekitar satu meter dari dirinya duduk.

"Tang! Roti nih!" Okta melempar sebungkus roti isi keju dan di tangkap dengan baik oleh Lintang.

Para gadis kembali bertingkah seperti awal untuk menyelesaikan tugas mereka yang hampir siap.

Lintang membuka bungkus roti itu, membelah menjadi dua. Satu bagian ia makan dengan sekali hap sedangkan bagian yang kedua ia sodorkan pada Abila.

Prioritas [Selesai]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora