Prioritas : 48

1.3K 103 13
                                    

30 menit yang lalu...

Setelah keluar dari kelas, Abila memutuskan untuk masuk kedalam toilet yang ada di lantainya. Toilet di sini ada enam dengan masing-masing dua di setiap lantai.

Abila berjalan terus sampai tiba lah ia di depan toilet namun ada yang aneh, sejak kapan toilet utama rusak? Jika rusak mengapa harus semua? Enam bilik rusak semua? Ada tragedi penabrakan, pembantaian atau peledakan?

Sudahlah.

"Bila males turun, toilet pojok aman kan, ya?" monolognya sendiri pada angin.

Sampai di toilet yang ia maksud, Abila masuk kedalam tanpa ragu. Bilik di toilet ini hanya ada dua tanpa wastafel atau kaca tidak seperti toilet yang sedang rusak tadi.

Karena perutnya sudah sakit menahan pipis sejak tadi, Abila langsung masuk tanpa pikir panjang.

Di depan, seseorang masuk dan langsung mengunci pintu toilet. Berjalan dengan angkuh mendekat pada bilik yang terbuka. Gadis itu tidak masuk, hanya diam di tempat dengan tangan di silang di depan dada.

Tidak lama pintu bilik Abila terbuka. Abila terkejut melihat keadaan toilet yang lebih gelap dari sebelumnya. Keterkejutannya bertambah ketika sadar jika ada Aruna yang tengah bersilang dada di depannya.

"Aruna?"

Merubah wajah terkejutnya dengan cepat Abila menghadapi Aruna.

Aruna tersenyum sinis, "Berani juga lo masuk sini sendirian,"

"Untuk apa takut?" di serang balik oleh Abila membuat Aruna tidak terima.

Aruna mendekat, menipiskan jarak dengan Abila. Tangan kanan Aruna ada di antara dua pipi Abila, menghampitnya dengan kuat.

"Rencana lo apa, hah! Ngapain lo ketemu sama orang tuanya Lio?!"

Abila menghempaskan tangan Aruna yang menghampit pipinya dengan kasar. Matanya besarnya melotot pada Aruna.

"Selagi gue ga ganggu Lio lo itu, ga masalah, kan?"

Aruna menoyor kepala Abila kuat.

"Wah! Lo makin lama maki kurang aja, ya, Bil!"

Dengan santainya Abila malah tertawa.

"Ga usah ketawa! Ga ada yang nyuruh lo ketawa!"

"Gue ketawa ga perlu bilang lo, kan? Sama kaya lo yang ambil Lio dari gue? Ada izin?"

"Lio emang milik gue! Sampai kapan pun Lio cuma milik gue!" teriak Aruna kencang tepat di depan wajah Abila.

Abila mengangguk-angguk dengan mimik wajah yang menyebalkan, "Iya, ambil aja gih. Gue juga ga mau tuh bekas lo. Maaf-maaf aja nih ya, lobang gue ga suka burung bekas!"

Plak!

Suara tamparan memenuhi toilet. Aruna baru saja menampar Abila dengan kencang. Ia tidak suka dengan kalimat yang di ucapkan Abila.

"Maksud lo apa?! Hah!"

"Lo kira gue ga tau, lo mancing Lio kan? Gimana? Burung Lio enak? Nikmat ga-

Plak!

"Lancang, ya, mulut lo!"

Abila memegangi pipinya, dua kali mendapatkan tamparan yang sama dan di tempat yang sama juga. Ia menatap Aruna santai malah terkesan tidak perduli. Sudah lelah jika harus terus menghadapi Aruna yang seperti ini.

Abila terkekeh pelan, "Kok marah?"

"Aaaaa!!!" teriak Aruna frustasi. Ia bahkan sampai menarik rambutnya sendiri.

Prioritas [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang