Bab 26

274 29 1
                                    

Meresahkan, hari ini gadis itu harus terjebak oleh dua orang pria. Sesekali Bima mencuri pandang Aina, dan Alaska hanya memerhatikannya saja. Awal untuk tahap perkenalan menjadi gagal, ingin membuat hari penuh warna terhalang oleh gelapnya malam. Itu yang dialami Bima ketika Alaska ikut bergabung bersamanya.

Tidak berlangsung lama, laki-laki berjas hitam itu membawa Aina pulang. Sedangkan, Bima mengeluh kesal karena tak dapat menghabiskan waktu lebih banyak dengan wanita yang dikaguminya.

Dalam mobil hanya ada Alaska, Aina, serta satu sopir saja. Semuanya saling terdiam tanpa ada yang angkat bicara. Netra kebiruannya hanya menonton pemandangan jalan raya. Pria di dekatnya bermain ponsel saja. Apakah itu yang disebut suami istri? Saling diam tanpa keromantisan, memang sulit untuk menebak sifat Alaska. Ia tidak selamanya bersikap romantis. Begitu pula dengan Aina, ia hanya menganggap Alaska sebagai laki-laki yang lebih tua darinya yang mesti dihormati.

"Kenapa kamu tidak mengaku yang sebenarnya saja?" Gadis setengah nakal itu mulai bertanya. Yang mana, menghentikan jari Alaska dari bermain ponsel.

"Untuk apa jujur? Sedangkan, kamu sendiri tak ingin mengakuinya." Menyakitkan. Namun, yang dikatakan Alaska memang benar. Aina tak mau mengaku jika dirinya sudah bersuami.

"Tetapi, perbuatanmu sudah mempermainkannya," gerutu Aina Calista Salsabila.

"Biarkan permainan ini berjalan, sampai kamu sendiri yang mengatakan segalanya," ujar Alaska santai. Itu menambah kekesalan pada diri gadis yang sebentar lagi berulang tahun. Bertambah sekaligus berkurangnya usia.

"Lalu, apa yang kamu lakukan di kafe itu? Tidak bekerja, hmn?" tanya Aina mengalihkan pembicaraan. Seketika laki-laki bertubuh kekar itu terdiam tanpa ekspresi.

"Ada hal penting yang harus aku bicarakan dengan Angelina." Mendengar nama wanita itu, Aina teringat bahwa sekretaris Alaska menyimpan sebuah rasa yang tak terbalaskan.

"Sekretaris cantik yang mencintaimu itu, kan? Kamu juga mencintainya?" Sebuah pengharapan tumbuh dalam benak Aina. Ia berpikir, bila suaminya mencintai wanita lain akan menjadi cara terbaik untuk berpisah. Namun, Alaska hanya tersenyum. Dia tahu apa yang tengah dipikirkan gadis lugu tersebut.

"Aku tidak mencintai siapa pun," ujar Alaska memalingkan wajahnya dari Aina.

"Bagaimana bisa begitu? Dia cantik, kamu seharusnya tertarik," decit Aina.

Memang terbilang aneh, setiap orang yang menjalankan biduk rumah tangga. Pasti akan selalu mempertahankan keutuhan keluarganya, tetapi bagi Aina Calista Salsabila perpisahan ini sangat penting agar dirinya bisa hidup bebas seperti sedia kala. Di sisi lain, ada laki-laki dewasa. Yaitu, Alaska yang tidak akan pernah menghianati atau pun menceraikan sang istri. Bagi dirinya, pernikahan adalah suatu hal yang tidak boleh dipermainkan.

"Tutup saja mulutmu itu, atau aku akan merobeknya dengan pisau." Begitulah cara Alaska menghentikan Aina yang bawel. Tentu saja ampuh, Aina tak berani berbicara lagi.

***
Selesai bermain-main. Lelaki mata cokelat itu duduk di kursi kantor menghadap banyaknya kertas bertumpuk. Dari balik pintu, Joe bersiap-siap untuk bertemu sang Tuan. Akhirnya, dua lelaki itu saling berhadapan. Sebelum bicara, Alaska meminum kopi hitam kesukaannya. Memperbaiki dasi yang sedikit miring. Menatap lekat netra Joe dengan senyum miring ke kiri.

"Sudah berhasil?" tanya Joe.

"Sudah, aku tahu siapa pelakunya. Sekarang aku akan biarkan dia bebas untuk sementara, biarkan bukti nyata itu muncul sehingga aku mudah memergoknya," papar Alaska.

"Tidak sabar rasanya ingin bermain darah lagi," ujar Joe.

"Yang pasti, aku benar-benar tidak menyangka. Dia adalah wanita yang kukenal cukup lama, tak ada tampang kejahatan dari raut wajahnya. Namun, jawaban berkata lain." Alaska kembali meneguk kopi untuk yang terakhir. Semburat kekecewaan itu sangat terpancar. Siapa pun pasti akan merasakan hal yang sama ketika dihianati oleh seseorang yang kita anggap baik hati.

"Topeng itu telah membuka sifat aslinya, hanya karena dendam. Semua dapat dilakukan," celetuk Joe terkekeh.

Malam hari yang dingin. Angelina Mega berjalan melewati lorong, menemui seseorang. Nampak bayangannya adalah sosok laki-laki bertubuh tinggi. Setelah lama berada dalam lorong gelap itu, Angelina ke luar dengan wajah yang tegang. Dia berdiri di sisi jalan menunggu taxi datang. Lalu, ada sebuah mobil mewah berwarna hitam. Terlihat Angelina masuk ke mobil tersebut dengan buru-buru.

"Semuanya sesuai rencana, tenang saja!" Angelina Mega menutup teleponnya. Mata indah itu menyaksikan bintang dari jendela mobil.

***

Setangkai bunga dipetiknya. Lalu, menghirup aromanya yang wangi. Duduk sendiri di ayunan, kakinya dihentakkan. Mata kebiruannya meratapi rembulan. Sebuah rasa rindu mendatang, bayangan masa-masa SMA muncul tiba-tiba. Diri ingin memutar waktu, tetapi takdir berkuasa.

"Bunda ... Aina rindu bunda sama ayah. Kalian baik-baik saja, kan? Sista, apa kamu sehat di sana? Apa kita bisa bermain seperti dulu lagi? Semuanya berubah setelah aku menikah. Tidak ada yang memanjakanku, menyayangiku seperti dulu."

Tangis gadis bermata teduh itu pecah. Bagaikan hujan yang turun sangat deras, semesta pun ikut bersedih. Rembulan bersembunyi di balik awan, bintang perlahan tidur lebih dahulu. Kerinduan itu tak dapat dihilangkan.

"Maafkan aku jika tidak bisa memanjakanmu sebagaimana orang tuamu dulu, Aina," ujar Alaska yang sedari tadi berdiri di belakang Aina.

"Tidak masalah, kamu bukan orang tuaku. Hanya seorang suami," ucap Aina sembari menghapus air matanya.

"Masuk ke kamar dan tidur. Ini sudah larut malam, tidak baik berada di luar terlalu lama, Tuan Putriku."

"Kamu juga," ujar Aina.

Ia turun dari ayunannya, menarik lengan Alaska untuk membawanya masuk ke kamar bersama. Sesampainya di kamar, Aina  melepaskan genggamannya dari Alaska. Lalu, ke kamar mandi. Setelah selesai, Aina pun siap untuk tidur malam ini.

"Kamu ingin tidur bersamaku?" goda Alaska membuat Aina mengembungkan pipinya.

"Tidak! Kita masih berjarak," decit gadis bermata biru tersebut.

Dia segera merebahkan tubuhnya dan memakai selimut yang hanya memperlihatkan bagian wajah saja. Aina takut jika suaminya itu melakukan hal yang belum dirinya inginkan. Dia masih ingin menjadi seorang gadis.

"Lalu, sampai kapan aku harus menunggu, hmm?" tanya Alaska.

"Sampai aku mencintaimu, Tuan." Aina memejamkan matanya. Ia tak ingin berbicara lebih banyak lagi.

"Akan kubuat kamu mencintaiku," gumam Alaska tersenyum licik. Laki-laki itu duduk pada sofa, memerhatikan gadisnya yang sudah tertidur tetapi masih sadar.

Tidak terasa, Aina lelap dalam tidurnya. Menjelajahi alam mimpi. Melihat-lihat pemandangan yang mengerikan sehingga dirinya harus terbangun di tengah malam. Wanita bermata kebiruan tersebut terkejut kala mendapati Alaska yang tidur di sofa tanpa selimut. Cuacanya sangat dingin, Aina merasa kasihan juga bersalah. Dia pun turun dari ranjang membawa selimutnya untuk dikenakan pada sang suami. Lalu, kembali berpetualang dalam mimpi. Tanpa disadari, Alaska tahu apa yang dilakukannya itu.

"Cepat atau lambat, kamu akan menempatkan namaku pada hatimu, Gadis Kecil." Alaska menyunggingkan senyuman.



Selisih Lima [Ending] Where stories live. Discover now