Bab 20

306 27 2
                                    

Satu Minggu Kemudian

Manik kebiruannya menatap cermin. Nampak wajah ayu nan elok. Riasan rambut yang sederhana begitu cantik dengan mahkota kecil sebagai hiasannya. Gaun panjang berwarna putih terlihat sangat anggun saat dia memakainya.

Tidak berlebihan, tetapi aura kecantikannya memukau. Lengkungan bulan sabit secara perlahan mengembang meski hati tak menginginkan. Di tempat lain, seorang pria dengan jas putihnya telah siap untuk berangkat.

Didampingi oleh asisten pribadi serta ayah. Alaska bagaikan seorang pangeran yang amat tampan. Mereka masuk ke mobil mewah, memulai keberangkatannya. Di belakang ada beberapa motor dan dua mobil yang mengikuti sebagai penjaga dan perwakilan keluarga pria.

"Kau sudah siap, Sayang?" Shinta memegang kedua bahu Aina dari arah belakang.

"Sudah, Bunda. Apa mereka telah datang, hmn?" Aina melirik pada wajah ibunya.

"Ya, mereka telah datang."

Setelah itu, Aina serta Shinta keluar kamar. Kemudian, turun menyusuri tangga yang cukup panjang. Tatapan para tamu undangan tertuju pada gadis muda bergaun pengantin tersebut, memang tidak diragukan lagi kecantikan yang dimiliki Aina Calista Salsabila putri Rohan Sukri. Alaska melukiskan senyum tipisnya. Di kala kedua mempelai itu bertemu. Semua orang bertepuk tangan, lengan Alaska diulurkan untuk bergandengan bersama Aina ke pelaminan.

"Waw! Pantas saja Alaska menerima gadis muda itu. Ternyata, dia adalah putri Rohan Sukri. Aku yakin, mereka menikah tanpa cinta. Hanya karena bisnis belaka," decit Angelina Mega yang sama sekali tak menyukai pernikahan ini terjadi.

Waktu akad pernikahan sesuai agama Islam telah dilangsungkan tanpa satu kesalahan apa pun. Lalu, dua orang yang sudah menjadi pasangan suami istri melangkah menuju kursi pelaminan untuk mendapatkan memori dari pemotretan.

"Ini benar-benar membosankan," ujar Aina.

"Kamu akan tahu betapa indahnya hubungan yang sudah pasti," jawab Alaska sembari merangkul pinggang Aina. Awalnya gadis muda itu risih dan berusaha menepis lengan suaminya. Namun, Alaska semakin erat merangkulnya.

"Jangan rangkul saya!" protes Aina.

"Kenapa, hmn? Bukankah kita sudah menjadi suami istri? Lagi pula, dalam persyaratan yang kamu berikan itu tidak ada larangan saya untuk menyentuhmu." Alaska terkekeh melihat raut wajah Aina yang begitu marah.

"Sangat menjengkelkan," ujar Aina.

Terpaksa dirinya harus menerima sentuhan lengan Alaska yang begitu erat dan tak membiarkan dirinya lepas.

***

21:00 WIB
Malam pertama bagi Aina Calista Salsabila akan tidur bersama seorang lelaki yang sudah resmi menjadi suaminya. Gadis muda itu masih mengenakan gaun pengantin terakhirnya, ia berjalan masuk ke kamar megah milik Alaska yang telah didekorasi dengan bunga mawar yang ditaburkan pada ranjang. Gaun pengantin itu sangat menyusahkan Aina sehingga dirinya harus tertatih saat melangkah. Saat datang di dalam kamar, Aina duduk pada kasur nan empuk.

"Selamat malam, Tuan Putri!" sapa Alaska yang baru saja datang. Laki-laki itu melangkah mendekati Aina, jarak keduanya amat dekat. Gadis muda tersebut mendongakan kepalanya.

"Jauhi saya, Tuan! Kamu harus tahu, tidak ada malam pertama atau malam apa pun untuk kita tidur berdua," papar Aina sembari sedikit menjauhkan Alaska dari dekatnya.

"Apa kamu tega membiarkan suamimu tidur di lantai, hmn?" tanya Alaska.

"Rumah sebesar ini pasti memiliki banyak kamar, Tuan Alaska. Jadi, tidur saja di kamar yang lain," balas Aina.

Laki-laki tampan bermata cokelat itu duduk di samping gadis muda, dia menatap lekat-lekat wajah Aina Calista Salsabila.

"Kita akan tidur bersama, tetapi dengan penghalang."

Alaska kembali berdiri. Ia menyiapkan guling di tengah-tengah agar Aina dan dirinya berjarak dan tidak saling bersentuhan kala tidur. Lalu, Aina masuk ke kamar mandi dengan piama yang dia bawa. Beberapa menit kemudian, Aina keluar dengan baju yang sudah berganti. Gadis itu merebahkan tubuhnya pada kasur dengan membelakangi Alaska yang sibuk dengan laptop.

"Selamat tidur, semoga kamu mimpi indah malam ini," ucap Alaska hanya dibalas dehaman dari Aina.

Satu malam telah berlalu. Alaska sama sekali tak ada niat untuk menyentuh istrinya di malam pertama. Ketika azan Subuh berkumandang, laki-laki tampan itu bangun terlebih dahulu sebelum Aina. Dia membersihkan tubuh dan berwudu. Lalu, pergi ke masjid yang kebetulan berada dekat dengan rumahnya. Tidak lama setelah itu, Aina terbangun. Ia sedikit kaget kala tak mendapati Alaska di kamarnya. Nampak pintu kamar setengah terbuka.

"Permisi, Nona Muda," ujar salah satu pelayan yang tiba-tiba masuk membawa sebuah mukena putih.

"Ya, ada apa?" tanya Aina. Ia menghampiri pelayan Alaska.

"Tuan Alaska memerintahkan saya untuk memberikan mukena ini pada Nona, Tuan Alaska sedang berada di masjid melakukan ibadahnya." Penjelasan yang diberikan oleh pelayan itu membuat Aina bingung. Ia hanya tahu bila Alaska adalah, seorang pembunuh yang kejam.

"Terima kasih!" Aina mengambil mukena putih dengan sedikit motif bunga tersebut. Selepas pelayan ke luar, Aina menaruh mukena pada kasur. Ia membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum melaksanakan salat Subuh.

Sampai pagi telah membentangkan sinar mentari. Aina masih terkurung di kamarnya, ia tidak tahu harus melakukan apa di rumah Alaska yang banyak para pelayan ini. Tak lama Alaska datang dengan baju koko yang dikenakan. Mata gadis berusia delapan belas tahun tersebut terbelalak melihat penampilan suaminya yang jauh berbeda, Alaska terlihat lebih baik saat memakai koko serta peci.

"Kamu juga salat?" tanya Aina.

"Seburuk-buruknya saya, tidak pernah meninggalkan salat," ujar Alaska.

Ia langsung mengganti pakaian seperti yang dia gunakan sehari-hari. Barulah nampak sosok Alaska yang sangar dan tegas.

"Tuan Putri, jangan lupa untuk sarapan pagi ini. Saya akan lebih sering berada di kantor. Maka dari itu, jangan menunggu saya!" Alaska pergi dengan jas yang belum dikenakannya. Aina terdiam menatap punggung suaminya yang perlahan menghilang di balik pintu.

***

Joe berdiri tegap di ambang pintu pertama masuk kantor. Ada sesuatu yang sangat penting ingin dia bicarakan bersama Alaska Khoerul Fahri. Netra laki-laki itu berulang kali menatap arloji, kecemasannya semakin meningkat saat Alaska tiba di tempat. Secepat mungkin Joe menghampiri Alaska.

"Tuan Alaska, ada hal penting yang perlu saya katakan," tutur Joe.

"What happen?"

Joe mulai berbisik terhadap Alaska. Lalu, dua laki-laki itu saling bertatap. Semburat amarah tergambar pada wajah Alaska, ia mengepalkan lengannya. Buru-buru dua pria tersebut masuk ke mobil. Beberapa orang kantor merasa heran, baru saja Alaska datang tapi langsung pergi tanpa pesan yang ditinggalkan. Perjalanannya cukup jauh dan membutuhkan waktu lama.

"Apa kau tidak bisa mempercepat laju mobil?!" gertak Alaska pada sopirnya.

"Tidak, Tuan Besar. Jalanan hari ini lebih macet dari sebelumnya," jawab sopir. Alaska membuang napas kasar.

"Tenang, Tuanku. Kita pasti akan menyelesaikan masalah ini secepat mungkin," kata Joe sembari sedikit mengelus punggung Alaska.

Selisih Lima [Ending] Where stories live. Discover now