Bab 07

389 34 0
                                    

"Tuan Alaska, semuanya sudah beres," ucap Joe pada pria yang berada di sampingnya.

"Baiklah, yang lain kembali ke markas." Alaska segera masuk ke mobil dibuntuti Joe. Terlihat Aina memasang wajah cemberut. Kembali mobil berjalan melewati jalanan yang mulai ramai kendaraan serta pemukiman.

Sekitar dua puluh menit. Akhirnya, sampai pada tujuan. Ada banyak murid dari berbagai sekolah yang berdatangan. Sedangkan, lomba sudah dimulai. Alaska melihat bu Susi di depan gerbang. Kemudian, lelaki ini pun langsung menghampiri wanita berseragam guru tersebut. Nampak ekspresi bu Susi menjadi ceria dari sebelumnya.

"Kenapa kalian lama sekali?" tanya Bu Susi. Ia begitu khawatir jika Aina akan didiskualifikasi.

"Ada gangguan kecil di jalan. Lalu, bagaimana? Apa Aina masih bisa ikut pertandingannya?" Alaska mengangkat alis kirinya.

"Hmm, Aina akan tampil di akhir. Melawan pemenang sebelumnya," ujar Bu Susi.

Lalu, lelaki bermata cokelat itu melangkah masuk ke ruangan yang sudah ramai para penonton, dan ada dua murid dari masing-masing sekolah sedang bertanding. Kejora tajam Alaska menelisik seluruh penjuru, ia tak melihat Aina di mana pun. Akhirnya, pria tersebut terpaksa ke luar untuk mencari gadis yang setengah nakal.

Tepat di sebuah warung yang cukup ramai. Gadis muda itu melahap makanan pesanannya. Seorang lelaki yang umurnya kisaran empat puluh tahun, dengan seragam rapi dan gagah tersebut tengah memerhatikan Aina lekat-lekat. Selanjutnya, pria itu pun bertanya pada salah satu pelayan tentang Aina.

"Siapa gadis yang duduk di pojok sana?" tanya lelaki yang ber-nametag Sukma.

"Saya denger, sih. Dia salah satu peserta olimpiade, menurut orang-orang yang mengenalnya. Gadis itu sangat pintar, hanya saja agak nakal." Pelayan wanita itu menjelaskan tentang Aina terhadap Sukma. Sehingga, Sukma hanya berdeham. Ia menemui salah satu anak buahnya yang bertubuh tegap dan garang.

"Saya pinta, kamu berikan racun pada minuman yang dipesan oleh gadis itu. Jangan sampai diketahui oleh siapa pun!" titah Sukma pada lelaki suruhannya dengan nada yang sangat pelan. Benar saja, Aina memesan satu minuman pada pelayan. Di saat pelayan itu pergi untuk mengambil es batu di dapur. Barulah rencana jahat orang suruhan Sukma dilaksanakan. Selang tiga menit, pelayan pun memberikan minumannya pada Aina.

"Ini, Kak." Satu gelas air es teh manis dihidangkan.

"Makasih, Mbak!"

Tangan Aina sudah memegang gelas dan hendak meminumnya. Di kejauhan, Sukma menyeringai. Baru saja ingin meminum, sebuah dering telepon berbunyi. Menghentikan rencana Aina. "Duh, ganggu aja," gerutunya. Ia menekan tombol merah dan mengabaikan panggilan dari Alaska.

"Nona Aina." Lagi-lagi Aina tak jadi minum dengan kedatangan Joe secara tiba-tiba. Tentu itu membuat kesal dirinya, terutama Sukma yang sangat berharap rencananya berhasil.

"Apa, Joe? Saya mau minum aja susah," decit gadis berseragam SMA tersebut.

"Maaf jika saya mengganggu, tapi pertandingan olimpiade sebentar lagi akan dimulai."

"Hmn, oke. Saya minum dulu," ucap Aina. Lalu, tangan kekar Joe mengambil gelas yang dipegang oleh Aina, menggantikannya dengan sebotol air jernih.

"Ini saja!" Melihat perilaku Joe. Wanita muda itu merasa aneh, tetapi dia tidak menolak dan membiarkan teh pesanannya begitu saja. Dari jauh Sukma mendengkus karena kejahatannya gagal.

***

"Baiklah, sekarang adalah pertandingan paling sengit. Perlombaan antara dua murid yang sama-sama cerdasnya. Langsung saja kita panggil dua peserta tersebut. Silakan naik ke panggung untuk perwakilan dari sekolah Nusa Bangsa, yaitu ... Aina Calista Salsabila. Selanjutnya, dari sekolah Merah Putih, Mutiara Najwa!" Seluruh hadirin bertepuk tangan. Alaska melebarkan senyuman saat melihat Aina berdiri di atas panggung.

"Tuan, selanjutnya bagaimana?" bisik Joe terhadap Alaska.

"Bawa orang-orang kita untuk menahan mereka. Biar saja lelaki tua itu tidak menyaksikan anaknya berlomba," ujar Alaska. Tatapannya sinis.

Shinta yang baru saja datang langsung bertepuk tangan. Ia duduk di kursi paling depan antara hadirin lainnya. Aina merasa senang karena sang Ibu muncul tepat waktu. Di mana saat ini Aina sangat lah membutuhkan semangatnya. Sementara, Najwa mengernyit mencari keberadaan seseorang yang seharusnya melihat dia sekarang ini.

"Kita mulai, ya. Kalian berdua siap?" tanya pembawa acara tersebut. Lalu, Aina serta Najwa hanya menjawab dengan anggukan.

"Nanti, tiga juri ini akan memberikan pada kalian masing-masing satu pertanyaan, dan itu harus dijawab. Oke, kalau begitu. Kita mulai saja, untuk Bu Irna. Silakan berikan pertanyaannya pada Aina terlebih dahulu!"

Sang Juri mulai membuka sebuah amplop. Raut wajah Aina mulai kaku, ia gugup. Alaska yang menyadari hal itu pun mengisyaratkan Aina untuk tersenyum. Gadis muda itu berusaha mengikuti apa yang diperintahkan Alaska, meski hatinya sedang diguncang gempa.

"Hai Aina, kamu simak baik-baik pertanyaan ini. Jangan takut, ini sangat mudah. Langsung saja, pertanyaannya adalah  ... mengapa hewan seperti cicak dapat menempel pada dinding? Dan, apa penjelasannya?" Satu pertanyaan telah dilontarkan. Aina menelan ludah, ia berusaha menjawab. Namun, mulutnya sangat kesulitan karena rasa gugup.

Alaska melambai-lambaikan tangannya, memancing Aina. Tubuh gadis itu bergetar, dia merasa gelap. Kemudian, manik kebiruannya menatap Alaska. Lalu, lelaki bermata cokelat tersebut mengisyaratkan Aina sekali lagi untuk tetap tenang dan percaya diri. Perlahan, Aina mengembuskan napasnya cukup kasar.

"Bagaimana, Aina?" tanya juri.

"Cicak dapat menempel pada tembok karena bulunya. Cicak memiliki banyak bulu-bulu halus yang mampu terikat dengan dinding. Penjelasan sederhananya, penyebab utama ikatan adalah gaya atom pada bulu kaki cicak dengan atom di permukaan. Ee ... umumnya, gaya tersebut memenuhi persamaan Lennard-Jones, yang merupakan fungsi pangkat negatif tujuh dan tiga belas." Aina mengehela napas, ia berharap jawabannya benar.

"Ya ... jawaban kamu benar dan cukup memuaskan," ucap juri tersebut. Semua bertepuk tangan, terutama Alaska. Aina menyentuh dadanya, ia merasa lega dengan hasil dari jawabannya.

***

Di dalam mobil hitam, satu lelaki terikat. Dijaga oleh empat algojo suruhan Alaska. Kini, Sukma tengah dalam bahaya. Ulahnya membuat Alaska murka karena ingin anak sulungnya menang. Sukma nekat bermain curang, sedangkan yang dicuranginya bukanlah orang biasa. Reputasi Sukma bisa runtuh karena ulahnya. Dia terus menggerakkan tubuhnya, berharap lepas dari eratnya tali yang mengikat.

"Coba aja kalau bisa, gak bakal bisa kabur kamu. Macam-macam," celetuk salah satu algojo berambut keribo.

"Dia gak tau siapa gadis yang mau diracuninya itu. Kalau saja kau tau, tak akan lah kau lakukan itu, hah!" bentak satunya lagi. Yang ini berbadan besar, perut buncit dan kulit hitam.

Tok! Tok!

Dari luar Joe memerhatikan beberapa algojo itu. Kemudian, jendela mobil sedikit terbuka. Memberi ruang untuk Joe melihat Sukma yang sudah tidak berdaya dalam genggamannya.

"Kalian jaga dia sampai acara ini selesai!" titah Joe. Ia memerhatikan sekeliling dan mulai menemui Alaska lagi.

Selisih Lima [Ending] Where stories live. Discover now