Bab 22

294 24 1
                                    

"Satu ... dua ... ayok, Aina!" seru Miss Julie yang membimbing Aina untuk menembakkan pistolnya.

Namun, wanita muda itu ketakutan. Dia tidak merasa percaya diri, tangannya gemetar. Sementara, Alaska dan Joe mengamati dari kejauhan.

"Saya tidak bisa, Nek. Jika ini adalah panah, pasti saya bisa melakukannya." Aina adalah gadis yang juga pandai dalam bidang memanah. Sedari kecil dia menyukai hal tersebut. Ada banyak busur serta anak panah yang dipajang di rumahnya dahulu.

"Memanah dan menembak itu sama saja, Cantik. Butuh kejelian dalam melakukannya, bayangkan saja pistol itu adalah anak panah yang siap memburu hewan." Penuturan Miss Julie sangat bagus.

Aina bisa memahaminya, ia memejamkan kedua mata untuk sekejap. Lalu, mulai mengarahkan senapannya pada patung manusia yang berjarak jauh.

Dor!

Dalam hitungan detik Aina berhasil dengan percobaan pertamanya. Alaska tersenyum bangga begitu pula Miss Julie. Gadis muda tersebut dapat mencerna pelajaran amat cepat. Setelah itu, Aina terdiam. Dirinya tak menyangka bisa melakukan hal tersebut. Selepas semuanya selesai, Aina serta Miss Julie kembali ke ruang keluarga untuk berbagi cerita.

Pada malam yang berselimut kabut. Aina telah siap dengan piama biru, Alaska masih rapi seperti biasanya. Dua orang itu kini berada dalam kamar. Aina berdeham, ia memberikan kode terhadap Alaska agar meliriknya. Namun, laki-laki pemilik manik kecokelatan itu masih fokus pada pekerjaan yang belum terselesaikan.

"Kamu melupakan sesuatu?" Aina menarik laptop dari tangan Alaska.

"Apa yang kulupakan, hmn?" tanya Alaska membuat istri mudanya tersebut merasa kesal.

"Aku ingin kuliah! Apa kamu lupa akan hal itu? Kamu sudah berjanji, Tuan," gerutu Aina sembari menaruh laptop pada meja. Kedua tangannya dilipatkan pada dada.

"Maaf! Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan, besok kita akan mengurus hal ini. Sekarang ... biarkan aku bekerja," ungkap Alaska.

"Ya, aku pegang ucapanmu."

Gadis bermata kebiruan tersebut merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap sang suami yang terus menerus begadang. Seperti tak ada waktu bagi Alaska untuk beristirahat. Laki-laki itu hanya bergelut dengan pekerjaannya yang tiada henti.

***

Esok paginya. Aina sudah siap dengan segalanya. Ia menunggu Alaska yang mandi begitu lama. Gadis itu lebih memilih untuk masuk mobil terlebih dahulu. Setelah beberapa menit kemudian, Alaska datang dan duduk di samping Aina hingga tak berjarak. Gadis berusia delapan belas tahun tersebut mendongak sembari mencebikkan bibirnya.

"Tempatnya sangat luas, kenapa harus duduk seperti ini, hah?" Aina berusaha menjauhkan Alaska dari dirinya. Namun, laki-laki itu masih duduk tegap. Ketika Aina memilih untuk menghindar, Alaska merangkulnya. Membiarkan kepala gadis itu bersandar pada pundaknya.

"Diam, nikmati saja!" titah Alaska sembari mengelus pucuk kepala sang istri.

Aina mengernyit, ia merasa geli dengan perhatian Alaska yang menurut orang lain sangat romantis.

"Ini menggelikan," gerutu Aina sambil berusaha melepaskan diri dari Alaska.

"Semakin kamu memaksa untuk pergi, semakin kuat aku menahanmu," ujar Alaska tersenyum licik.

Sepanjang perjalanan gadis bermata biru itu menggerutu dalam benaknya. Dia tidak dapat menghindar dari Alaska, laki-laki tersebut terlalu pandai dalam bermain dalam alur cerita. Namun, kegelian Aina berubah menjadi rasa nyaman saat merasakan sentuhan lembut tangan Alaska yang mengelus rambut panjangnya. Sampai di depan kampus, dua pasangan itu turun dan langsung menemui salah satu dosen kenalan Alaska.

"Tunggu di sini, Tuan Putri! Aku akan kembali dengan kabar baik," ucap Alaska. Ia masuk sendiri tanpa Aina.

"Dasar egois, dia membiarkanku menunggu di sini sendirian," decit Aina.

Kakinya dihentakkan pada lantai. Membosankan, itu yang dirasakan. Alaska sangat lama berada di dalam sehingga gadis manis seperti Aina harus merasa lelah karena berdiri. Dua orang pemuda yang kuliah di kampus ternama ini menatap Aina dengan genit. Mereka menghampiri Aina sehingga wanita tersebut merasa risih.

"Mau ditemani, Kak?" tanya seorang pemuda berambut keribo.

"Kakak cantik, ikut kita berdua saja!" goda pria dengan kaos hitam serta celana bolong-bolong.

"Tidak," jawab Aina singkat dan cuek.

Namun, dua laki-laki jail itu malah semakin tertarik dengan sifat Aina sehingga mencoba untuk menyentuhnya.

"Menjauh kalian!" gertak Aina yang terdengar oleh Alaska.

"Hmn, makin tambah cantik," goda laki-laki keribo tersebut sembari tersenyum nakal.

Lalu, Alaska muncul sembari mengepalkan tangannya saat melihat Aina berusaha didekati pria lain.

"Jauhi istri saya! Atau kalian pulang tanpa nyawa," ancam Alaska.

Matanya sangat tajam bagai pisau terkena sinar rembulan. Tangannya menggenggam lengan Aina. Lalu, dua pemuda tersebut ketakutan dan langsung lari terbirit-birit tanpa kata maaf.

"Kamu baik-baik saja, hmn?" tanya Alaska sembari menyentuh pipi Aina. Mata kebiruan wanita tersebut berbinar, bibirnya melengkung.

"Aku baik-baik saja, Tuan. Lalu, bagaimana dengan hasilnya?" Aina mengalihkan pembicaraan. Ia tidak ingin terlalu memikirkan dua orang nakal itu.

"Besok kamu bisa kuliah di sini," ucap Alaska. Ia menarik Aina untuk pergi dari kampus itu.

***
Selesai membawa Aina pulang. Laki-laki dua puluh tiga tahun itu menjalani tugasnya lagi. Ia tengah menyelidiki perihal pembakaran gedung cabang usahanya, kemungkinan besar sosok itu adalah suruhan Kim yang sangat membenci dirinya. Nampaknya, pelaku tersebut seorang wanita. Sebab, topi yang ditemukan sebagai bukti itu berwarna merah muda dan bergambar bunga mawar.

"Kita akan segera menemukannya tanpa bantuan polisi," ujar Joe. Ia memain-mainkan senjata berbahayanya.

"Pastikan rencanamu berhasil," ucap Alaska. Kedua manik cokelatnya masih tertuju pada topi bergambar bunga itu. "Aku seperti pernah melihatnya. Namun, entah di mana?" gumam Alaska Khoerul Fahri.

"Bisa jadi, sebelumnya orang itu selalu mengikutimu, Tuan Besar," kata Joe.

"Kau benar, semua penjahat akan mengintai keadaan terlebih dahulu." Alaska meminum secangkir kopi hitam kesukaannya. Lalu, bermain dengan sosial media.

Klif datang dengan tergesa-gesa. Ia langsung berlari setelah turun dari motor, dengan tertatih laki-laki tersebut mencari keberadaan Alaska serta Joe. Tangannya telah dilumuri cairan kental berwarna merah. Kemudian, Klif berhasil bertemu dengan Alaska. Ia menetralkan napasnya sejenak.

"A ... apa yang terjadi?" tanya Joe saat Klif datang dengan tubuh gemetar.

"Tenangkan pikiranmu, katakan semuanya!" tutur Alaska. Ia berdiri dari duduknya.

"Tu ... Tuan, No ... Nona Aina ...."

"Kenapa?!" teriak Alaska yang memotong perkataan Klif.

"Dia di rumah sakit, ada seseorang yang berusaha membunuhnya dengan pisau," jelas Klif.

Tanpa pikir panjang Alaska serta Joe keluar gedung dan masuk ke mobil. Lalu, segera pergi ke rumah sakit terdekat yang dipastikan jika Aina dirawat. Alaska mengusap wajahnya dengan kasar, nampak seribu kecemasan dalam dirinya. Berulang kali ia menelepon Miss Julie, tetapi tak ada jawaban sama sekali.

Selisih Lima [Ending] Where stories live. Discover now