Bab 19

272 29 1
                                    

Waktu terus bergulir dengan cepat. Satu bulan telah berlalu, hari ini adalah akhir bagi Aina Calista Salsabila serta teman-teman seangkatannya menimba ilmu di SMA Nusa Bangsa.

Seluruh murid kelas dua belas berkumpul di lapangan, mereka mewarnai seragam masing-masing. Saling mengejar satu sama lain, ada banyak kenangan yang tersimpan. Aina berdiri terdiam, menatap gelak tawa kawan-kawan. Guru-guru pun ikut senang atas pelulusan tahun ini. Sista memeluk erat Aina dari arah belakang sehingga keduanya tertawa bersama.

"Lo harus janji buat gak lupain gue, Aina," ucap Sista. Matanya berkaca-kaca menahan tangis.

"Gue janji."

Aina menangis dalam pelukan sahabatnya itu. Bertahun-tahun selalu bersama harus terpisah juga karena langkah yang akan diambil selanjutnya.

Perpisahan ini mungkin akan segera berakhir meski membutuhkan waktu lama untuk bertemu kembali. Sista harus mengikuti perintah orang tuanya agar kuliah di luar negeri. Sementara, Aina akan menikah dengan Alaska.

"Maafin gue gak bisa nemenin lo di acara nikahan nanti," ujar Sista sembari menangis tersendu-sendu.

"Gak pa-pa, gue tau keadaan lo," jawab Aina.

Ada keterpaksaan dari senyumnya. Dia mengharapkan sesuatu hal sama seperti Sista, dapat menimba ilmu di luar sana. Namun, arus takdir membawanya pada tempat yang berbeda jauh dengan impian.

***

Sebagai seorang ibu, tentu Shinta akan mempersiapkan yang terbaik untuk pernikahan anak bungsunya tersebut. Acara resepsi sendiri diadakan di gedung hotel Merpati Gold milik Rohan Sukri.

Shinta memanggil desainer ternama, seluruh isi harus terlihat mewah. Semuanya bertema putih karena Aina sendiri menyukai warna tersebut. Alaska sudah menyiapkan cin-cin pernikahannya yang terlihat sederhana tetapi memiliki harga yang sangat luar biasa.

Selepas pulang sekolah dan berganti pakaian. Gadis berusia delapan belas tahun itu datang menemui ibunya yang sedang sibuk mengurus segala persiapan. Banyak yang menyambut kedatangannya, Aina baru menginjakkan kaki lagi di gedung hotel milik ayahnya tersebut setelah sekian lama. Dia terpesona dengan dekorasi pelaminan.

"Akhirnya kamu datang juga, sekarang cobain baju pengantinnya!" titah Shinta pada Aina yang baru tiba.

"Bunda ... aku baru datang, lho. Apa gak disuruh duduk dulu?" Aina mengeluh pada ibunya.

"Tidak boleh menolak, satu minggu lagi pernikahan kamu, Sayang. Alaska sudah mencobanya kemarin, dia terlihat sangat tampan. Ayok, jangan cemberut!" Shinta menarik lengan Aina dan membawanya ke ruang ganti pakaian. Sudah ada tiga macam baju pengantin. Aina menghela napas, rasanya malas bila harus mencobanya satu per satu.

"Aina coba dulu, ya," ucap gadis muda tersebut dengan wajah masam.

Beberapa menit kemudian Aina kembali dengan salah satu gaun pengantin yang telah dikenakan. Netra Shinta bercahaya melihat aura cantik dari anaknya. Sangat sempurna dan istimewa.

"Kamu cantik sekali, Aina. Bunda yakin, semua orang akan terus menerus memandangimu. Termasuk ... Alaska," puji Shinta.

"Oke, kalau menurut Bunda gaun yang ini sudah bagus. Berarti Aina gak perlu coba yang lainnya," ujar Aina.

"Terserah kamu, deh. Yang penting kamu sudah mencoba salah satunya."

Shinta keluar dari ruang ganti. Ia bertemu dengan Abbas yang memeriksa persiapan resepsi. Rohan tengah berada di kantor, laki-laki itu sangat padat dengan jadwal pekerjaannya. Sehingga Abbas harus ikut turun tangan.

"Nyonya Shinta, kau memang pandai dalam hal semacam ini," ucap Abbas.

"Tentu, Tuan. Ini adalah pernikahan anak gadis saya satu-satunya, semua harus terlihat mewah dan berbeda," jawab Shinta.

"Lalu, di mana calon menantuku? Apa dia datang kemari?" tanya Abbas.

"Saya di sini, Tuan." Aina selesai berganti pakaian. Ia menghampiri dua orang tua itu dengan menebarkan senyum.

"Hmn, setelah menikah dengan Alaska. Kau harus panggil saya ayah karena kau juga anakku, Aina." Abbas mengelus pucuk kepala calon menantunya tersebut.

"Ya, itu pasti saya lakukan, Tuan," ujar Aina.

***

Laki-laki yang sebentar lagi akan melangsungkan hidup baru tersebut masih disibukkan dengan urusan kantor. Banyak para rekan bisnis berdatangan untuk pertemuan penting. Angelina Mega kewalahan menyiapkan segalanya, begitu mendadak acara pertemuan yang diadakan oleh Alaska Khoerul Fahri. Bahkan, seluruh pegawai pun diwajibkan berkumpul.

"Tumben pak Alaska mengadakan pertemuan sebesar ini," bisik salah satu wanita dengan rambut kuncir kuda.

"Sepertinya ada sesuatu yang penting."

"Apa akan ada acara besar-besaran?"

Pertanyaan-pertanyaan itu dilontarkan oleh banyak orang. Sama halnya dengan Angelina, ia nampak begitu khawatir sehingga Alaska mengadakan perkumpulan besar. Sementara Alaska belum muncul juga di saat semuanya sudah ada.

"Selamat siang semuanya!" sapa Alaska yang telah tiba.

"Siang!" jawab serentak semua orang.

"Ada hal penting apa sehingga Tuan Alaska membuat pertemuan besar ini, hmn?" tanya Erlan, seorang rekan bisnis dari perusahaan Alaska.

"Langsung saja, semuanya pasti sudah tidak sabar menunggu. Jadi ... maksud saya mengadakan pertemuan ini adalah, untuk mengumumkan tentang pernikahan saya yang akan dilakukan satu minggu lagi di gedung hotel Merpati Gold." Seluruh yang hadir bersuka cita atas kabar baik tersebut. Tidak dengan Angelina, ia terkejut dan kecewa. Selama ini berjuang untuk mendapatkan hati Alaska, tetapi orang lain yang tak diketahui identitasnya yang mendapatkan Alaska.

"Memangnya, siapa wanita itu, Tuan?" tanya salah satu staf.

"Kalian akan tahu pada waktu yang tepat itu," balas Alaska. Tentu saja membuat teka-teki dalam benak Angelina. Wanita cantik tersebut mengepal kedua tangannya, semburat amarah tergambar pada raut wajah.

Acara pertemuan itu pun telah usai. Joe memberikan selamat atas keberhasilan Alaska yang akan menikahi gadis pilihan ayahnya dan dirinya juga. Ya ... walaupun Aina tak menginginkan pernikahan tersebut. Dua laki-laki gagah itu duduk di sofa dengan kopi hitam yang terhidang. Nampak Alaska melihat-lihat cin-cin berharga yang akan diberikannya pada Aina satu minggu lagi.

"Bersabarlah, Tuan. Waktu itu pasti akan segera tiba," ucap Joe terkekeh. Tangannya mengambil cangkir kopi. Lalu, meminumnya perlahan.

"Apa yang kamu pikirkan, Joe? Itu tak akan terjadi seperti yang kamu bayangkan. Aku terjebak dalam persyaratan yang Aina berikan," jelas Alaska. Meskipun begitu dia tetap tersenyum bahagia.

"Artinya, tidak ada perang untuk malam pertama," kata Joe semakin terkekeh.

"Sudah, buang jauh-jauh pikiran kotormu itu!" Alaska meminum kopi miliknya. Sedangkan Joe berupaya menahan tawa yang terus menggelitiki perutnya.

***

Pada malam yang terang karena sinar rembulan. Satu gelas teh hangat dibantingkan. Tangan putih nan mulus itu terkena luka pada pecahan gelas kaca, sakitnya sama sekali tak mempengaruhi. Dirinya berteriak sekencang-kencangnya. Kemudian, duduk pada lantai menghadap serpihan gelas yang terpecah. Manik hitam tersebut berderai air.

"Selama bertahun-tahun aku berusaha untuk mendapatkannya, tetapi kenapa dia harus menikahi orang lain, hah? Secantik apa wanita itu?!" jerit Angelina Mega. Tangisnya tersendu-sendu sehingga mata terlihat sayu.

Selisih Lima [Ending] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang