[]Part 42[]

Mulai dari awal
                                    

Tanpa kata apapun, wanita itu membawa Reva menjauh dari kerumunan, beberapa orang juga mengikuti mereka dari belakang, termasuk Vivi dan juga Nathan.

Tak lama, mereka telah sampai di sebuah ruangan kosong namun luas. Wanita itu melepaskan Reva dan langsung menghadap pada gadis itu.

"Re! Apa-apaan tadi? Kamu gak mikir apa gimana?"

Reva menatap wanita itu tanpa takut, matanya menyorot tepat pada mata sang wanita. Memberikan tatapan kuat dengan tekad yang jelas sekali terasa. "Aku udah berfikir beratus kali sebelum ngelakuin itu, mah," ucapnya.

"Mama gak pernah ajarin kamu kayak gitu, Reva! Kenapa? Maksud kamu apa teriak kayak tadi?" tanya Kirana dengan nada tak bersahabat.

"Vivi gak boleh tunangan sama Nathan, mah. Nathan gak cinta Vivi, Nathan cintanya sama aku," jawab Reva mantap.

Plakk

Semua orang yang ada di ruangan ini langsung menyorot wanita paruh baya yang baru saja mendaratkan tamparannya pada pipi Reva.

Vivi menjerit tertahan, sedangkan Nathan langsung maju dan mendekatkan dirinya pada Reva.

"Gak sopan kamu! Apa maksudnya kamu bilang gitu?!"

Reva menyorot orang yang baru saja menamparnya, tatapannya masih sama seperti tadi. Ia tak takut sama sekali, satu sudut bibirnya tersungging ke atas, menciptakan sebuah senyum miring yang langsung membuat orang di depannya tersaruk mundur ke belakang. "Tante gak denger? Nathan enggak cinta sama Vivi. Nathan sama Vivi gak cocok, tan. Percuma tunangan, gak akan buat Vivi sama Nathan bahagia," ucapnya.

Wanita paruh baya itu menatap Reva tak bersahabat, tangannya sudah terangkat lagi, sepertinya ia siap untuk kembali menampar Reva.

"Satu kali aja kamu nampar anak saya lagi, saya putusin kerja sama kita!"

"Satu kali lagi aja Reva kamu tampar, May, rasa hormat aku buat kamu hilang sudah."

Tangan Mayang berhenti di udara saat Mahes dan Kirana berucap dan mengancamnya secara bersamaan. Wanita itu menurunkan tangannya, lalu menunduk saat rasa bersalah menelusup masuk menuju hatinya. "Maaf," lirihnya.

Tak ada suara lagi, semuanya membungkam mulut mereka masing-masing. Semuanya memilih bergelut dengan pemikiran mereka masing-masing.

Beberapa menit keheningan itu menelan mereka, hingga akhirnya salah seorang dari mereka mulai angkat bicara.

"Sepertinya, acara ini harus dibubarin."

Semua mata tertuju pada sosok Nathan yang berdiri tepat di belakang Reva. Xandro mengangguk setuju, dan setelahnya pria berumur itu berbalik dan melangkah menjauhi ruangan. Sepertinya ia akan membubarkan para tamu-tamunya.

Bersamaan dengan kepergian Xandro, Nathan melangkah ke arah Vivi. Pemuda itu menatap Vivi dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "Maaf, Vi. Lo tau apa yang akan gue lakuin. Maaf banget, gue sayang lo, tapi, hanya sebagai sahabat," ucapnya.

Vivi mengangguk paham, bibirnya ia paksakan untuk tersenyum. "Iya, Nat, gue gak apa-apa," ucapnya disertai dengan air matanya yang mengalir. Tersenyum, namun menangis.

"Tante, aku batalin pertuna-- perjodohan ini. Bener kata Reva, aku gak pantes buat Vivi. Aku gak akan bisa buat Vivi bahagia. Tolong, biarin Vivi dapetin lelaki yang bisa mencintai dia sepenuhnya. Dan tolong, biarin aku memilih pasangan aku sendiri," ucap Nathan menyorot Mayang yang masih saja menunduk.

Tak mendapati jawaban apapun yang keluar dari bibir Mayang, Nathan berhenti menyorot wanita itu. Dia kembali melangkah, kali ini ia menuju ke arah Reva, meraih tangan gadis itu dan berjalan menjauhi ruangan. "Mah, Pah, semuanya, Nathan sama Reva pulang duluan," ujarnya.

Semua yang masih tersisa memandangi kepergian Nathan hingga pemuda itu benar-benar tak terlihat lagi.

Kirana menghembuskan nafasnya kasar. Serius, ini adalah kejadian yang tak pernah ia sangka-sangka. Ia tak menyangka putrinya akan seberani itu saat menggagalkan acara pertunangan sahabatnya sendiri.

"May, besok aku sekeluarga kesini buat lurusin permasalahan kita. Sekarang lebih baik kami pamit pulang," ucap Kirana.

Mayang akhirnya mengangkat kepalanya, wanita itu menangangguk, menyetujui ucapan dari sahabatnya.

"Vivi, tante minta maaf atas perbuatan Reva, yah, sayang. Serius, maaf banget," Tutur Kirana. Sebelum ia benar-benar pamit, ia menyempatkan diri meminta maaf dan mengusap rambut Vivi. Bagaimanapun, Kirana sangat mengerti kalau ini adalah pukulan keras bagi Vivi.

"Gak apa-apa, tan. Aku ngerti tujuan Reva baik. Dia mau nyelametin aku, kami bertiga lebih tepatnya," balas Vivi seraya tersenyum dan memegang tangan Kirana yang masih bertengker di kepalanya.

Kirana tersenyum hangat. Beruntung Vivi adalah gadis yang sangat baik dan pengertian, membuat ia merasa lega sekarang. Ia yakin masalah ini akan selesai besok, Vivi, Nathan, dan Reva akan baik-baik saja. Yah, itu yang ia yakini dan pasti akan terjadi.

=====

Gimana miskah? Aneh tidak? Semoga enggak yah. Muehehehehe.

Krisar sama votenya, maniez!

---------TBC---------

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang