BAB 15 (Revisi)

1.4K 62 9
                                    

Happy Reading!
***
Setelah mendapatkan pesan dari Vala, Naraya tercenung selama beberapa menit. Sebenarnya tidak beberapa tapi hampir satu jam lamanya. Pikirannya rerus terombang ambing.

Naraya memegang ponselnya sembari terduduk di kasurnya, lesu.

sudah pukul 11 malam lebih. Naraya yakin, senekat apapun Vala ia pasti sudah pulang. Apalahi egonya yang tinggi itu.

Naraya tidak membalas pesan dari Vala. Dia hanya membacanya saja. "Aku harus gimana, tuhan?" lirihnya mengadu pada sang pencipta. "Apa emang bener ya, aku harus melepas? Biar aku sama Vala ga saling menyakiti?"

Naraya mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia benar benar hilang arah. fokusnya terpecah belah. Belum lagi hubungannya dengan Dera baru saja bermasalah.

"Gue harus gimana?!!!" teriaknya kesal. "Tapi gue cinta sama Vala, gamau putus." gumamnya sembari mencebikan bibir.

"Tapi gue sakit hati sama sikap dia. Gue harus banyak banyak stok sabar kalo ngadepin Vala yang cemburuan."

Naraya melempar tubuhnya ke kasur, melepaskan perasaan kesalnya.

"Bukannya gue ga seneng si Vala tuh cemburuan gitu. Gue seneng, seneng bangettt!! karena itu tandanya Vala emang beneran cinta ke gue. Tapi, tapi, tapii... " Naraya mengigiti badcovernya gemas.

"Gue tetep sakit hati kalo Vala kumat. Dia tuh selalu ngomong kasar, KDRT banget. Ga bisa, gue sesek kalo ngingetnya. Apalagi kalo ada si Nava tuh! Kudu banyak banyak ngelus dada."

Naraya terus berceloteh pada dirinya sendiri, mengeluarkan semua unek uneknya.

Tapi terkadang berbicara sendiri lebih enak daripada dengan oranglain. Karena yang paling mengerti diri sendiri ya diri sendiri, bukan orang lain.

Naraya mengubah posisinya menjadi terlentang. "Kenapa sih susah banget ngelepas Nava? Emang yang jadi pacarnya tuh Nava apa gue sih sebenernya?" kesalnya sembari menendang angin sembarang arah.

Ia berteriak kesal, dan terus kesal.

"Lama lama gue bisa mati muda kalo mikirin ini terus." gumamnya seraya menatap langit langit kamar. Tangannya terulur kedepan, bermain dengan lampu yang terlihat kecil dan bisa di pegang jika dari kejauhan.

Percayalah, perasaan Naraya pada Vala tidak jauh berbeda dengan Vala terhadap Naraya. Tapi rintangan yang mereka lewati itu lah yang membuat perasaan mereka tidak terlihat seimbang.

Pintu kamarnya terketuk, Naraya melirik sekilas. Lalu bangkit tanpa menyahut. Ia membuka pintu, lalu menaikan satu alisnya mendapati sebungkus martabak yang di tenteng bibi Art nya.

"Ada gojek non yang nganterin." jelas bibi Artnya. Naraya menerima bungkusan itu. Menatapnya penuh tanya.

"Dari siapa? bibi pesen? Semalem ini?"

"Eh nggak non. Saya ndak pesen."

"Lah terus?" tanya Naraya heran.

"Ndak tau non, kata abang gojeknya sih ada note di dalem."

Naraya membuka kreseknya, ia menemukan kertas yang di maksud bibinya. Di ambilnya kertas itu, lalu di buka.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
ValarayaWhere stories live. Discover now