AL#29. Penjelasan

1.8K 193 0
                                    

Setelah menenangkan Aleyza, Alden langsung berangkat menemui Alvaro. Dia tidak marah, cowok itu hanya kecewa karena Alvaro mengkhianati kepercayaan yang sudah Alden berikan untuk menjaga dan tidak menyakiti Aleyza.

Terluka dua kali karena alasan yang sama membuat Alden lebih marah pada dirinya sendiri karena tidak berhasil menjaga adik semata wayangnya itu.

Maka disini Alden sekarang— berdiri didepan rumah mewah yang dia tahu sebagai kediaman keluarga Valentino.

Dengan langkah pasti Alden melangkah menuju pintu masuk rumah tersebut.

Berdiri lalu menekan bel rumah beberapi kali hingga pintu terbuka dan langsung menampakkan sosok yang dia cari.

Alvaro muncul dengan wajah murung yang sama sekali tidak terlihat bersemangat. Alden mengamati keadaan Alvaro yang dia rasa tidak berbeda jauh dengan Aleyza— mereka berdua sama-sama terlihat menyedihkan.

Alvaro hanya menatap Alden dalam diam— pasrah jika Alden itu memukulnya atau bahkan membunuhnya karena telah melukai adik perempuannya.

"Gue boleh masuk?" suara Alden terdengar—membuat Alvaro keluar dari lamunannya.

Tanpa bersuara, cowok itu menggeser tubuhnya dari depan pintu seolah mempersilahkan Alden untuk masuk.

Keduanya duduk di ruang tamu.

Cukup lama mereka terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Mau minum apa, bang?" sebelum akhirnya suara Alvaro terdengar memecah keheningan.

"Air putih aja," setelah itu Alvaro memanggil asisten rumah tangganya untuk menyuguhkan minuman bagi Alden.

"Sebenarnya gue dateng kesini mau ngomong sama lo," ujar Alden dengan tatapan serius pada Alvaro.

Alvaro sendiri hanya diam menunggu Alden yang bicara padanya.

"Gue udah tahu soal lo sama adek gue," ujar Alden dalam satu tarikan nafas.

Dia tidak lanjut berbicara, cowok itu berucap terima kasih pada wanita paruh baya yang meletakkan minuman didepannya.

Begitu dirasa sudah hanya tinggal mereka berdua, Alden kembali bersuara.

"Gue mau denger penjelasan dari lo," ujar Alden terdengar seperti sebuah perintah mutlak yang tidak ingin dibantah.

Setelah sedari tadi Alvaro hanya menunduk, cowok itu kini mengangkat kepalanya menatap Alden.

"Sebelumnya gue minta maaf sama lo bang," ujar Alvaro dengan tatapan menyesal yang begitu kental.

Alden hanya diam, tidak merespon apa-apa.

"Gue akui awal gue deketin Aleyza karena dia mirip sama mantan gue," ada nada sesal dalam ucapan Alvaro.

"Tapi setelah gue pacaran sama dia, gue dengan jelas bisa tahu kalau mereka orang yang berbeda, dan gue sadar sama itu semua. Tapi bodohnya gue, gue gak berani buat jujur semuanya dari awal sama dia. Gue terlalu pengecut. Gue takut kejujuran gue bakal buat Aleyza pergi dari gue," Alvaro mengucapkan kalimat panjangnya dengan nada getir.

"Tapi harusnya gue sadar, kehobongan dalam sebuah hubungan itu bakal ngehancurin hubungan itu sendiri. Bukti sekarang, dia tetep pergi dari gue."

"Harusnya gue sadar, cepat atau lambat dia bakal tau dan bakal ninggalin gue," ujar Alvaro menyesal

"Harusnya gue tetep jujur dari awal. Walaupun dia pergi dari gue, setidaknya dia gak akan sesakit sekarang. Harusnya gue jujur dari awal. Iya kan, bang?" Alvaro menatap Alden dengan mata berkaca-kaca. Persetan dengan fakta bahwa dia adalah laki-laki. Siapa bilang laki-laki tidak boleh menangis? Alvaro juga manusia. Rasa sakit yang dia rasakan tidak bisa membuatnya menahan air matanya.

BE MINE [COMPLETE]Where stories live. Discover now