03. Ujian matematika

Start from the beginning
                                    

Bisa-bisanya dia lupa waktu!

Anna juga berdiri, ingin menyusul yang lain, namun tangannya dicegat oleh Nafika. "Liat dong!" pintanya memelas.

Anna mendengus. Memberikan lembar jawaban dengan kasar. "Buruan! Nanti ketahuan pak Adi bisa repot gue."

Nafika mengangguk cepat, tangannya mulai menulis satu persatu jawaban. Ada lima belas soal ujian disana, dan Nafika masih menulis jawaban nomor empat. Waktu tersisa berapa menit lagi, bahkan kurang dari lima menit.

Bel istirahat berbunyi, Anna menarik lembar jawabannya dan mengumpulkan itu pada pak Adi. Sementara Nafika menggigit bibir bawahnya cemas, dia baru di nomor enam. Buru-buru Nafika juga ikut mengumpulkan.

Setelah Nafika kembali ke bangku, Anna berdecak pinggang. "Lagi-lagi ga sempet, 'kan? Kapan tobatnya sih, Fika?"

Nafika hanya cengar-cengir. "Gue juga ga tau."

"Kita udah kelas sebelas, Fika. Bentar lagi kita ujian kenaikan kelas, lo ga takut tinggal?" tanya Anna yang berucap bijak.

Nafika mengedikkan bahunya acuh, duduk santai sambil menyilangkan kedua kaki. "Kan bisa sogok guru, ngapain takut?"

"Iya gampang tinggal sogok, tapi gimana nanti kalo lo lulus tanpa pengalaman sama sekali? Cepat berubah sebelum semuanya terlambat," pesan Anna. Gadis berambut sebahu itu sangat peduli pada Nafika, meski Nafika sendiri acuh tak acuh pada masa depannya. Anna tahu, Nafika adalah orang yang cepat tangkap, rasa sukanya pada Saga membuatnya mengabaikan banyak hal.

Mendengar Anna yang terus mengomel, Nafika menutup kedua telinganya. "Berisik, ah! Ujian kenaikan juga masih lama, masih sempat kalo belajar nanti."

"Kalo belajar nanti, lo juga tadi waktu mau nyalin tugas bilang kalo kerjain nanti bakalan sempat, tapi apa? Nyatanya lo gagal dan ga sempat tulis semuanya. Dan gue yakin nilai lo merah lagi." Anna terus mengomel pada sahabatnya itu, bukan karena dia kesal atau apa karena Nafika sering mencontek, dia hanya khawatir Nafika tidak bisa atau lulus tanpa pengalaman sama sekali.

Otak Nafika terlalu dangkal, isinya hanya Saga, Saga, dan Saga. Sejujurnya Anna juga tipikal perempuan yang bisa suka cowok secara random, tapi dia masih bisa mengutamakan pendidikan.

Nafika menelungkupkan kepalanya diatas meja. "Gue harus gimana, Anna?" rengeknya lesu. "Gue ga bisa lepas pandangan gue dari Saga, dia itu seakan magnet yang menarik gue untuk terus menghadap kesana."

Sebuah jitakkan pelan mendarat diatas kepala Nafika. Bukan Anna yang melakukannya, tapi Saga. Cowok itu datang setelah pak Adi meninggalkan kelas.

Nafika mendongak menatap mata Saga yang kini juga menatap dirinya. Buru-buru Nafika mengalihkan pandangan.

"Telat isi lagi?" Suara serak Saga bertanya. Nafika hanya diam, kembali menyembunyikan wajahnya dari Saga.

Anna menghela napasnya. "Seperti yang lo lihat, dia telat ngerjain lagi hanya gara-gara natap lo selama jam pelajaran berlangsung."

Tangan Saga terulur mengelus surai panjang Nafika yang ia ikat satu. "Lo harus bisa ilangin kebiasaan itu, ga setiap saat lo harus liatin gua."

Nafika memberanikan diri menatap Saga. Tatapan sendu. "Gue takut lo ilang diculik wewegombel kalo gue ga natap lo."

"Wewegombel pala lo peang!" Anna menjitak kepala Nafika membuat sang empu mengaduh kesakitan.

Saga terkekeh geli. "Gua ga bakalan hilang, Fika. Apalagi diculik wewegombel, itu mustahil. Terus fokus buat belajar, setelah belajar lo bisa natap gua sepuasnya."

Nafika mencebikkan bibirnya kesal. "Boong banget! Dirumah mana bisa gue puas natap lo, mama sama papa pasti bakalan langsung ngomel."

Saga terdiam sejenak, jawaban Nafika itu benar, mereka tidak bisa terlalu bebas dirumah. "Gimana kalau setiap lo ga dapat nilai merah, kita keluar buat jalan-jalan?" saran Saga.

Nafika membenarkan posisi duduknya. Menimang kembali tawaran itu. "Oke! Gue terima. Janji ya? Setiap gue ga dapet nilai merah, kita keluar buat jalan-jalan?"

Saga mengangguk membuat Nafika bersorak kegirangan. "Gue janji! Gue ga bakalan dapet nilai merah lagi," ucap Nafika mantap.

Senyum Anna dan Saga terbit. Semoga saja Nafika memang bisa berubah.

"Ayo, kita ke kantin!" ajak Nafika semangat.

Saga menggeleng. "Ga bisa hari ini, gua ada rapat osis."

Raut wajah Nafika berubah drastis. "Tuh, 'kan, gue takut nanti lo banyak ga bisanya."

"Kan lo belum buktiin lo bisa dapet nilai bagus atau enggak, Fika. Kalo lo ga dapet nilai merah, baru tuh, Saga bakalan nemenin lo." Anna memukul lengan sahabatnya pelan.

"Yaudah, deh. Iya! Tapi inget, setelah gue dapet nilai yang bagus, lo harus nemenin gue. Kalo lo ingkar, gua bakalan marah!" ancam Nafika pada Saga.

Saga tersenyum simpul, mengangguk. Tangannya mengacak gemas rambut Nafika. "Gua pergi dulu."

"BYE-BYE CALON SUAMI!!!" pekik Nafika ketika Saga keluar dari kelas.

-TO BE CONTINUE-

AN: Jangan sampai ada yang meniru aksi Nafika dikelas, ya. Itu salah, salah banget. Kalian harus fokus pada pelajaran, utamakan pendidikan baru cinta.

Dear Nafika badbaby sist!Where stories live. Discover now