[]Part 29[]

Mulai dari awal
                                    

"Ma, aku ijin keluar bentar. Ada janji sama Andra."

Sebuah suara yang sangat familiar di telinga Kirana dan Elvin mengudara di ruangan ini. Kedua orang itu segera menoleh secara bersamaan pada sosok Nathan yang baru saja tiba di ruang tamu.

"Iya, Nat. Tapi sebelum berangkat, tolong angkat adek kamu dulu dong. Tidur dia," ucap Kirana seraya menunjuk Reva dengan tangannya.

Nathan tak langsung menjawab, pria itu menyempatkan diri untuk menatap Elvin terlebih dahulu. Seakan meminta izin pada pemuda itu. Bagaimapun juga, Nathan adalah orang asing, bisa saja kan Elvin tak suka akan ini semua. Namun, Nathan sama sekali tak bisa menangkap maksud dari ekspresi Elvin. Ahh, tanpa mau berfikir lagi, Nathan segera berjalan ke arah Reva. Mengangkat gadis itu ke dalam gendongannya dan segera berjalan meninggalkan ruang tamu.

"Elvin, maaf yah tante gak bangunin Reva. Bukannya apa-apa, cuma percuma aja kalau bangunin dia. Reva kalau tidur jam segini mana bisa dibangunin, apalagi mendung begini. Maaf banget Elvin," ujar Kirana.

Elvin menyingkan bibirnya, membuat lengkungan senyum dan ia lemparkan ke arah Kirana. "Gak apa-apa, tan. Saya juga mau pamit pulang," ujarnya seraya bangkit berdiri.

"Eh, bener? Mau makan dulu gitu? Atau, minum? Ini juga minuman yang dibawain Reva gak diminum sama sekali," tutur Kirana.

Elvin kembali tersenyum, dia mengulurkan tangannya dan menyalimi Kirana. "Saya pulang aja, tan. Assalamu'alaikum," ucapnya.

"Yaudah, tante anter ke depan. Jawab salamnya nanti aja," balas Kirana dengan cengiran di akhir kalimatnya.

=====

Nathan mengalihkan pandangannya dari ponsel saat suara decit kursi di depannya terdengar. Dia menoleh ke orang yang sudah duduk tepat di depannya. "Tumben telat, Ndra," ucapnya.

"Jemput dia dulu," balas Andra seraya menunjuk Vivi yang duduk di sebelah Nathan. Tangannya terulur meraih sebuah buku menu yang ada di depannya.

"Pasti. Kenapa nih suruh gue kesini?" tanya Nathan.

Vivi yang mendengar segera memberikan sebuah kartu undangan pada lelaki itu. "Nih, baca," ucapnya.

Nathan mengambil kartu itu, membuka plastik transparan yang melindunginya, dan saat selesai ia lanjut membuka kartunya. "Festival," gumamnya.

Vivi mengangguk. "Iya. Inget kan ini bulan Januari? Festival tahunannya Kesatuan diadain tiap bulan ini. Lo diundang hadir langsung oleh Pimpinan OSIS."

Nathan menyimpan kartu itu, dia kemudian menyeruput coffie latte yang telah ia pesan. "Gue hadir kok. Lagian kan emang terbuka buat umum. Walau gak diundang pun, gue pasti dateng," ucapnya.

"Ya, ya, ya. Ajak Reva juga, ya, Nat," ujar Vivi yang diangguki Nathan.

Ketiganya kini tak ada lagi yang bicara, Andra sibuk dengan makanannya, Vivi entah sedang melakukan apa dengan ponselnya, dan Nathan yang kini memilih menatap ke luar dari dinding kaca. Memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.

"Oh, iya, lupa! Lo inget Moris gak, Nat? Dia ngajak lo ngeband bareng lagi nanti," tutur Vivi yang berhasil mengangetkan Nathan. Bagaimana tak kaget, Vivi secara tiba-tiba langsung berseru tepat di dekat telinganya.

"Moris, yah? Inget gue. Tawarannya gue pikir-pikir dulu," balas Nathan yang mendapat anggukan Vivi.

Kembali berakhir, pembicaraan antara keduanya kini kembali berakhir. Vivi yang biasanya cukup bagus dalam berkomunikasi dengan teman-temannya, kini merasa ada yang berbeda saat bicara bersama Nathan. Pernyataan yang tertulis di kertas usang waktu itu, membuatnya terus kepikiran dan berakhir dengan perasaan bersalah saat ia menatap wajah Nathan. Padahal, bukan ia yang meminta perjodohan itu.

"Vi..."

"Vi..."

"Vivi!"

Vivi tersentak kaget saat bahunya digerakan maju mundur oleh Nathan. Secara refleks gadis itu menepis kedua tangan Nathan yang masih bertengker di bahunya. Membuat Nathan, ah, bahkan Andra mengernyitkan dahi mereka heran. Tak biasanya Vivi sekasar ini.

"Ngelamuni apa? Dipanggil dari tadi juga," tanya Nathan.

Vivi gelagapan, untuk menyembunyikan rasa tak enaknya Vivi segera meraih minuman miliknya. Meminumnya dengan rakus dan setelah selesai langsung menaruhnya dengan kencang. Lagi-lagi kelakuannya itu membuat Nathan dan Andra mengernyit heran. Seperti bukan Vivi saja, pikir mereka.

"Tumben. Kenapa?" tanya Andra yang akhirnya bicara setelah lama menutup mulutnya itu.

"Ah, engga. Engga apa-apa, kok. Maaf gue aneh hari ini," balas Vivi diakhiri dengan senyum kecilnya.

"Sakit, Vi?" tanya Nathan seraya menjulurkan tangannya ke arah kening Vivi. Memeriksa suhu tubuh gadis itu. "Normal kok. Mau pulang aja? Kali aja lo gak enak badan," lanjutnya.

Vivi memalingkan wajahnya, bagaimanapun, tindakan Nathan telah membuat wajahnya sedikit memerah. "Y--ya. Kayaknya gue pulang aja, deh. Kalian kalau masih mau main, gapapa kok. Gue pulang sendiri," ucapnya.

Mendengar itu, Andra segera bangkit berdiri, merapikan jaketnya, dan setelahnya ia mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. "Gue juga pulang. Duluan, Nat," ucapnya.

"Nathan, duluan, yah. Jangan lupa dateng ke festival. Gue tunggu loh," tutur Vivi dan berlalu pergi.

Nathan yang sudah ditinggal sendiri menghembuskan nafasnya lelah. "Etdah, ditinggal gue."

=====

Ppiw, bagaimana?
Krisar sama votenya, yah, maniez.

---------TBC----------

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang