Jaminan

103 5 3
                                    

Suara gerimis di luar rumah membuat Bhira semakin tak tenang. Mondar mandir gak jelas, buka tutup laptop entah yang ke berapa kalinya. Satu nama, Alya, jelas dia biang keroknya. Alya memang sudah bilang akan pulang telat karena ada urusan (lagi) dengan geng bulenya, tapi sampai jam 7 malam belum ada kabar bahkan Hpnya tidak bisa dihubungi. Hp sendiri yang gak ada salahnya saja sampe beberapa kali dibanting karena tidak berhasil dipakai untuk menghubungi Alya. Salah Bhira juga gak pernah nyimpen apalagi minta nomor Hp orang lain, repot sendiri kan kalau lagi begini. Mau nelfon Bimo ogah banget, bukannya bantuan didapat yang ada bakal di ceng cengin habis sampai 7 turunan 7 tanjakan.

Bhira kembali menutup laptopnya setelah terdengar suara pintu gerbang terbuka, dari salah satu jendela di rumahnya Bhira mencoba menyembunyikan senyum di wajahnya melihat Alya memakai hoodie putih pemberiannya berjalan setengah berlari menghindari gerimis setelah turun dari taksi online yang dia naiki.

Betapa terkejutnya Alya ketika membuka pintu dan Bhira terlihat berdiri di sana dengan kedua tangan bersedekap seperti guru BK yang siap menghukum murid yang terlambat masuk sekolah.

"Hai..." sapa Alya singkat dan langsung berjalan ke kamarnya. Sadar Bhira ikut berjalan di belakang mengikuti langkahnya, Alya tidak menutup kembali pintu kamarnya menunggu mungkin ada yang Bhira mau omongin.

Alya meletakkan tasnya, melepas kaos kaki sambil sesekali melirik ke arah pintu di mana Bhira bersandar di sana masih dengan tangan bersedekap dan pandangan matanya yang tak lepas dari Alya.

"Elo seneng gak sih pacaran sama gue?" Tanya Bhira tiba tiba.

"Se...seneng" jawab Alya terbata karena rada aneh dengan pertanyaan Bhira barusan.

"Dari jawaban elo kayanya gak"

"Seneng Bhi, seneng banget!" Jawab Alya kali ini lebih tegas dari sebelumnya.

"Tapi dari sikap elo beda, kayanya gak seneng" Alya yang sedang pura pura sibuk mengeluarkan buku dari tasnya menoleh ke Bhira dengan tampang seolah bertanya 'maksudnya?' Meskipun tanpa mengeluarkan suara.

"Gak pernah chat gue duluan, gak pernah minta jemput kaya cewe lain"

"Cewe lain?" Alya mengerutkan dahinya.

Bhira menggaruk rambut di atas telinganya sadar telah salah bicara, "cewe lain, cewenya temen temen gue maksudnya Al, kan pada rajin chat pacarnya gak kaya elo"

"Vania maksud elo?"

"Ck..." Bhira tak bisa melanjutkan perkataannya karena emang bener temen deketnya cuma Bimo doang.

"Intinya kalau elo seneng pacaran sama gue, harusnya elo sering chat, pulang dari butik kaya kemarin atau pulang telat kaya hari ini minta jemput ke gue bukan malah sama ojek online, atau paling gak kasih kabar lah, jadi gue tau elo gak kenapa napa"

"Gini ya Bhii kata mas Song Joong Ki, no news means good news jadi kalau gue gak ada kabar berarti gue baik baik saja, terus gue bukan gak seneng pacaran sama elo, gue cuma gak mau ngrepotin, lagian yakin deh elo pasti risih kalau keseringan terima chat dari gue apalagi dikit dikit minta jemput"

Bhira menegakkan tubuhnya dan berjalan ke arah Alya, "gak percaya, gue butuh jaminan"

Alya berdiri dari duduknya panik melihat Bhira tak menghentikan langkahnya meskipun sudah semakin dekat dengan tempatnya berdiri.

"Stop Bhi, gue tau ini rumah lo tapi gimanapun juga ini kamar gue jadi jangan macem macem!" Panik Alya sambil mundur beberapa langkah menghindari Bhira.

Brak. Tembok. Mau lari kemana lagi lo Al ketika berada di ruangan yang hanya berukuran 4x3m seperti ini. Lebih parahnya lagi tangan kanan Bhira sudah berada tepat di samping kepala Alya bertumpu pada dinding tembok di belakang tubuh Alya.

AlibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang