Kenapa kamu menghentikan langkah?

903 129 71
                                    

Kalut dan khawatir, kini bersarang pada diri Namjoon. Menenangkan Seojun yang terus menangis, jujur saja baru kali ini ia mendapati sang buah hati menangis tak berhenti. Kejadian beberapa jam yang lalu, berhasil diambil tindakan cepat oleh beberapa orang di restoran sana. Memanggil ambulan, dan Hoseok berakhir pada ruang operasi.

Satu hal yang Namjoon khawatirkan, bahwa Hoseok tidak akan pernah membuka matanya kembali. Pikirannya menggelap, tak ada lagi tujuan harus bagaimana. Penuh tekanan dan keburukan disana, Namjoon terus mencoba untuk berpikir positif namun selalu gagal.

Untuk kedua kalinya ia berada didepan pintu ruang operasi, namun untuk saat ini semuanya terasa menakutkan dan begitu dingin. Pemuda jangkung itu menghela napas panjang, saat Seojun telah memberhentikan tangisnya.

"Ayah... Mama ndapapa kan?"

Seharusnya, pertanyaan itu Namjoon jawab dengan mudah. Seharusnya, pertanyaan kecil itu Namjoon angguki dengan penuh keyakinan. Tapi justru, ia tersenyum dan menggeleng kecil sembari mengusap sudut mata sang buah hati.

"Doain aja ya?"

Namjoon mengelus bahu milik Seojun lembut, berusaha mengantarkan sebuah ketenangan dan rasa nyaman untuk sang buah hati. Walaupun tak seperti Hoseok, yang selalu berhasil dalam melakukan hal sepele seperti itu. Tapi Namjoon ingin mencoba, Namjoon ingin merasakan bagaimana menjadi Hoseok.

Waktu berjalan begitu lambat, setiap detak jarum jam terdengar memenuhi benaknya. Namjoon merasa sepi, kosong dan mati rasa. Mengabaikan segala pertanyaan orang tuanya yang baru saja tiba, juga suara tangis Seojun untuk kesekian kalinya.

Pemuda jangkung itu bangkit dari atas kursi besi dingin disana, berjalan gontai menuju hadapan pintu besar berwarna putih disamping kirinya. Menatap celah kecil dari sudut pintu, berharap ada Hoseok yang tengah tersenyum cantik padanya.

"Hoseok... Bangun ya?"

Hampir dua jam Namjoon berdiri tepat didepan pintu ruang operasi, namun belum juga mendapati tanda-tanda akan segera selesai. Keadaan disana tak berubah, justru suara tangis dari sang Bunda dan Mama mulai memenuhi pendengaran Namjoon.

Kepalanya luar biasa sakit, memilih untuk mendudukan diri diatas lantai. Namjoon mengusak rambutnya kesal, menatap lampu ruang operasi belum meredup.

"Hoseok, lo gak kenapa-napa kan?" Gumaman itu terasa begitu menyakitkan, membuat pemuda jangkung itu meneteskan air bening dari sudut matanya.

Entah kenapa, Namjoon mulai menyesali segala hal. Dimulai, seharusnya ia terus berada di sisi Hoseok. Seharusnya, ia terus menggenggam tangan Hoseok. Seharusnya, ia terus memberi sebuah kebahagiaan untuk Hoseok.

Seharusnya... Semua ini tidak terjadi.

"Brengsek!"

Pukulan demi pukulan, Namjoon lakukan pada tembok dibelakangnya. Berusaha menghilangkan rasa sesak didada, sebelum pintu putih itu terbuka. Menampilkan sesosok Dokter dengan wajah yang tak bisa Namjoon tebak.

"Dok, gimana?" Suara putus asa itu, terdengar begitu pilu untuk siapapun yang ada disana.

Dokter lelaki tua itu menghela napas kecil, "Anak anda selamat. Walaupun prematur, akan kami bawa pada ruangan khusus."

Namjoon mengangguk, tangannya belum juga lepas dari jas putih sang Dokter. "I-istri saya gimana?"

"Apa Tuan Hoseok tidak memberi tahu apa-apa pada anda?"

Sweet Home • namseok • [ End ✓ ]Where stories live. Discover now