"Cuman entah kenapa kita kadang mempersulit diri kita sendiri? Kadang kita terlalu membandingkan diri kita dengan orang lain, padahal sudah jelas bahwa kita dan mereka itu berbeda. Kita juga terkadang terlalu menilai diri sendiri secara berlebihan, padahal penilaian orang lain terhadap kita seringkali lebih benar. Kalau mau nangis, ya nangis aja. Marah ya marah aja. Diem ya diem aja. Toh ini hidup kita. Peduli apa dengan komenan orang lain. Jalani hidup kita apa adanya, karena diluar sana masih banyak yang menginginkan untuk hidup seperti kita."

Dimas tersenyum, menatap jauh pemandangan didepannya.

"Sebenarnya, hidup itu dibuat natural aja. Jangan terlalu memaksakan diri untuk terlihat kuat, padahal sudah jelas mudah rapuh!"

"Ternyata lo bijak juga."

Dimas tertawa pelan. "Sebenarnya nggak juga sih, kadang orang yang bisa ngasih solusi buat orang lain belum tentu bisa ngasih solusi untuk dirinya sendiri."

Dimas mengalihkan pandangannya menatap Aleta sepenuhnya. "Apapun itu masalah lo, gue harap lo nggak akan nyerah."

Aleta tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Makasih Dim."

"Kalo butuh bantuan gue, lo langsung hubungin gue. Disaat itu gue akan ada buat lo."

"Thanks," sekali lagi gadis itu mengangguk membuat Dimas tersenyum lalu mengacak rambut Aleta gemas.

"Gue duluan, jangan banyak ngelamun nanti diculik dedemit tau rasa lo!" Ujarnya sambil berlalu meninggalkan Aleta yang menggerutu kesal.

"Amit-amit."

Setelah merasa lebih baik Aleta membawa dirinya kembali ke kelas.

"Abis dari mana?" Aleta mendongak menatap Athalla yang berdiri diluar kelas yang sepertinya memang menunggunya.

Aleta memutar otak mendengar pertanyaan Athalla. "Eh, abis dari perpus."

"Kenapa nggak ke kantin?"

Aleta menghembuskan nafas, menatap Athalla. Dia tak ingin cowok itu tau jika dia ingin menjaga jarak darinya sebentar.

"Nggak laper. Yaudah kalo gitu aku masuk dulu."

Athalla tak menahan Aleta yang melewati dirinya. Athalla hanya menatap punggung gadis itu yang perlahan menghilangkan dari pandangannya.

"Lo kenapa boong, Al?"

🍃 🍃 🍃

Aleta mengernyit heran saat melihat ada sebuah mobil yang berada dirumahnya. Seingatnya mobil itu bukan milik kedua orangtuanya. Lalu milik siapa?

Setelah memarkirkan mobilnya, Aleta segera melangkahkan kakinya memasuki rumah yang memiliki banyak kenangan. Termasuk kenangan menyakitkan.

"Ngapain anda kemari?" Itulah yang Aleta tanyakan setelah melihat seorang wanita yang sedang berdiri membelakangi dirinya. Sepertinya wanita itu juga baru datang.

"Wow penyambutan yang sangat hangat," ucapnya sambil tersenyum melihat Aleta.

"Keluar dari rumah saya!"

Shilla tertawa mendengar bentakan dari anak tirinya itu. "Tenang sebentar sayang, lebih baik kita minum dulu sebelum saya menyampaikan maksud saya kemari."

"Jangan bertele-tele, apa maksud anda kemari?" Aleta sama sekali tak ingin berbasa-basi dengan wanita didepannya ini. "Dan juga ini rumah saya, kenapa anda bisa masuk seenaknya?"

Shilla berdecak kesal, berpura-pura terkejut mendapat respon sinis dari Aleta. "Apa kamu lupa jika saya istri dari papah kamu?"

Aleta berdecih sinis mendengar jawaban dari wanita ular yang sudah merenggut kebahagiaan keluarga.

"Oke-oke, saya juga nggak suka berbasa-basi sama kamu."

"Rumah semewah ini, menurut saya nggak cocok deh buat kamu. Lebih baik jika rumah ini atas nama saya. Bagus bukan?" Ucap Shilla setelah melihat sekeliling keadaan rumah Aleta.

"Cih. Uang yang papah saya punya masih belum cukup untuk anda?"

Shilla tertawa mendengar respon Aleta yang tak disangka-sangka. "Belum. Sebelum rumah ini juga termasuk didalamnya."

"Oh ya saya juga punya satu lagi yang harus saya pastikan," ucapnya membuat Aleta mengernyit heran.

Shilla melempar sebuah poto kearah Aleta. Mau tak mau gadis itu mengambil poto tersebut. Hatinya berdegup kencang, saat melihat poto tersebut. Itu poto dirinya bersama dengan Athalla!

"Jauhi pria itu!"

Aleta menatap nyalang Shilla, "Apa urusannya dengan anda!"

"Jika itu melibatkan adik saya, maka itu akan menjadi urusan saya," jawabnya dengan santay.

"Saya tahu jika pria itu adalah kekasih kamu, dan saya juga tahu jika kekasih kamu adalah pria yang dicintai adik saya. Felicya."

Aleta menggelengkan kepala, tidak mau Athalla terlibat dalam masalahnya. Cukup dirinya saja yang sudah banyak merepotkan cowok itu, jangan juga dia ikut terbawa-bawa dalam masalahnya.
"Jangan ganggu dia! Dia nggak tau apa-apa."

Shilla tersenyum kemenangan melihat Aleta yang tak berkutik. "Tentang itu saya nggak jamin. Jika kamu mau menuruti apa yang saya katakan, dia akan aman."

"Saya tahu kamu sudah banyak kehilangan sesuatu, jadi saya hanya ingin membantu membuat kamu merasakan kehilangan lagi. Saya baik bukan?" Shilla tersenyum lalu beranjak meninggalkan Aleta yang lagi-lagi dengan kesendiriannya.

Aleta merasa dunianya akan hilang lagi. Aleta memukul dadanya yang berdenyut sakit. Seperti ada yang menghantam dirinya kuat. Air mata yang tak ingin dia keluarkan, sekarang menggenang dalam kelopak matanya. Rasanya sangat sakit. Apa dia tak akan pernah merasakan sebuah kebahagiaan?

Kenapa ini terjadi lagi?

Tuhan kenapa ketika aku sudah jatuh cinta dan bahagia kau ambil cinta dan bahagiaku?

Apa aku salah meminta?

Seharusnya aku meminta orang yang bisa aku miliki selamanya. Bukan orang yang bisa buat aku jatuh cinta dan bahagia dalam sesaat.

🍃 🍃 🍃

Hay!

Udah follow akun ini?
Yang belum follow dulu kuy
(CewekHujan)

Udah Vote? Vote dulu dong!

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 👣

Mau next kapan nih?

I Love 3rebu ❤️

Babay🦋

I n S t A g R a M
(@cewek.hujan)

ALETA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang