Beauty Psycho 24 : Pemakaman

1.6K 301 3
                                    

Hari Minggu seperti ini biasanya Elisha akan duduk santai sambil meminum secangkir teh hijau di balkon. Namun, hari ini ia tidak melakukan rutinitas itu.

Ia sedang berdiri disebuah pemakaman. Entah apa yang ia lakukan disana. Gadis itu masih terdiam setelah beberapa menit.

Wajah Elisha  tampak gelap. Tidak ada senyuman sama sekali. Gadis yang sedang mengenakan Pocket pearl blouse dengan paduan grey culottes itu menatap kosong didepannya.

Ia mulai berjalan menelusuri pemakaman dengan ekspresi datar. Tampak tidak terganggu dengan keadaan mencekam ini.

Sialnya, langit biru itu berubah menjadi kelabu. Awan-awan hitam mulai bergumul. Angin-angin juga mulai menggerakkan dedaunan pohon. Tampaknya sebentar lagi hujan akan turun.

Mata Elisha terpaku pada sebuah batu nisan. Tubuhnya membeku ditempat, kakinya merasa enggan untuk mendekat. Ia hanya bisa mencengkram erat sebuket bunga Lily putih yang ia bawa.

Rahangnya mengeras, ia tidak ingin tersenyum getir, itu sebabnya ... huft. Perlahan tapi pasti, Elisha melangkahkan kakinya yang terbalut boots hitam.

Ia meletakkan bunga itu didekat nisan yang bertuliskan nama seseorang.

"Udah 7 tahun, ya? Kurang atau lebih? Entahlah, tetapi gue datang, 'kan?" Elisha tiba-tiba berujar memandangi kuburan itu dengan sedikit senyuman tipis.

"Setiap tahun, gue selalu memakai pakaian serba hitam. Tapi ..." Elisha mengulum senyum, lalu ia berjongkok, "sekarang gue nggak lagi," ucapnya.

Setiap tahun ditanggal yang sama, Elisha akan kemari. Mendatangi seseorang dari masa lalu. Orang yang selalu tidak lepas dari kehidupan, bahkan saat sudah meninggal pun.

"Lo tahu? Gue pengen banget memberi lo bunga yang bermakna akan dendam, agar lo ingat ... kalau gue benci lo dari sini."

"Tapi, gue ingat, kita terlahir sebagai monster. Gue prihatin sama lo kalau di neraka lo malah makin menderita." Elisha terkekeh. Mencoba untuk tidak mengingat apa yang sebelumnya terjadi.

"Sorry karena gue belum bisa bertanggung jawab. Gue bakal lunasin nanti pas udah mati," tuturnya entah pada siapa, yang pasti gadis itu berbicara sambil menatap kuburan itu.

"Gara-gara lo, gue hidup dengan kepura-puraan. Untuk sekarang, jangan meminta pertanggungjawaban, lo tahu? Gue udah cukup menderita karena kematian lo itu."

Elisha tersenyum sinis lalu matanya melihat bunga lain disamping bunga pemberiannya, lalu ia berkata, "Gue kira, mama sama papa nggak akan datang kayak tahun kemarin."

Elisha mendongak, menatap butiran demi butiran air hujan yang turun dengan cepat. Elisha tertawa, "Suasananya mendukung banget, tetapi gue nggak sedih sama sekali." Elisha terkekeh renyah.

"Bohong."

Suara lembut penuh ketegasan menyapa indera pendengaran Elisha. Ia mengernyitkan dahi saat dengan tiba-tiba ada sebuah payung yang memayungi.

Elisha yang merasa kalau sisi lain dari dirinya dilihat seseorang segera berdiri, menatap seorang gadis yang tersenyum kecil sambil memayunginya.

Elisha tersenyum sinis, "Siapa lo?"

Gadis itu hanya tersenyum sebelum berkata, "Nggak ada niatan buat neduh dulu? Aku basah, loh." sindirnya halus membuat Elisha mendengus.

Elisha menepis kasar payung hitam itu membuat benda yang kerap kali dipakai saat hujan ini terjatuh ke tanah yang basah.

Beauty Psycho (END)Where stories live. Discover now