Beauty Psycho 44 : Pertanyaan Sean

1.3K 243 13
                                    

Sean membuka pintu kamarnya dan keluar dari ruangan yang selalu ia tinggali selama ini. Pemuda itu melangkah dengan beribu-ribu pertanyaan yang berbeda dibenaknya.

Langkahnya membawa pemuda yang baru saja selesai mandi itu ke ruang keluarga, dimana jika bulan sudah muncul, mereka akan menghabiskan waktu bersama didepan televisi sambil rebahan dan ngemil.

Hm, kecuali Sean, sih. Sean biasanya lebih memilih untuk memainkan handphone di kamarnya saja. Ia seringkali malas untuk hanya pergi keluar kamar saja.

"Eh, nyari apa?" tanya Dion sambil mengunyah keripik singkong kemasan yang selalu ia beli. Ia baru sadar dengan kehadiran sepupunya itu. Dino menoleh begitu juga Nita.

Nita mengernyitkan dahi, "Tumben kamu kesini? Mau makan atau apa?" tanyanya langsung duduk dengan perlahan. Tidak biasanya pemuda itu keluar dari zona nyamannya.

Sean menggeleng pelan, lalu ia menatap kedua orang yang selama ini telah merawat dirinya dari kecil. Tersenyum kecil, Sean bertanya, "Bisa ... aku ngomong sama Papa?" izinnya terlebih dahulu.

Dino terdiam sejenak, agak heran dengan permintaan Sean yang tidak biasanya. Ia menatap Nita sebelum mengangguk kecil.

"Ayo bicara di ruang kerja Papa," jawabnya lalu berjalan menaiki tangga diikuti Sean dari belakang. Dion dan Nita hanya bisa mengerdikan bahu, mencoba untuk memberi Sean sedikit privasi.

Sean merasa kalau Dino pasti mengetahui sesuatu tentang ini. Tidak mungkin setelah bertahun-tahun, tidak ada yang ia dapatkan.

Untungnya Elisha membuat dirinya mengingat kalau Sean belum pernah menanyakan hal seperti ini dengan detail. Pasti ada yang disembunyikan Dino untuk kepentingan bersama.

Rasanya tidak mungkin, atau memang dirinya yang belum diberi tahukan? Itu bisa saja terjadi, mengingat ia mempunyai trauma. Jadi, pamannya itu tidak ingin menambahkan dirinya beban, bukan? Itu bisa jadi.

Perdebatan batin ini ternyata cukup menyita waktu Sean. Tidak terasa ia sudah memasuki ruang kerja Dino yang begitu rapi. Sean hanya bisa menghela nafas sebelum duduk disebuah sofa.

Dino ikut duduk, ia meletakkan kacamatanya diatas nakas lalu fokus menatap keponakannya ini. "Ada yang mengganggu pikiranmu, Sean?" tanyanya menebak dari raut wajah Sean yang begitu suram.

Untuk sejenak, Sean terdiam. Ia bingung untuk memulai darimana. Semua pertanyaan dibenaknya sudah menunggu untuk diutarakan satu persatu.

"Apa yang terjadi disaat aku ditemukan, Papa?" Akhirnya, kalimat itu keluar juga. Sean sungguh bertanya sambil gemetaran, ia menyembunyikan tangannya itu dari Dino.

Dino sendiri sedikit kaget mendengar pertanyaan yang penuh keingintahuan dari Sean. Tapi, ia maklumi karena Sean memang cepat atau lambat akan bertanya tentang ini.

"Saat itu ..." Dino tampak menerawang kembali masa lalu. "Kamis pagi, polisi menemukan kamu di sebuah lahan pertanian yang sudah tidak digunakan."

Sean tidak terkejut disini, karena ia sudah diceritakan saat masih kecil. Tentang bagaimana bisa ia kembali dengan selamat. Namun, penuturan Dino selanjutnya sanggup membuat Sean terhenyak.

"Kamu ditemukan sekitar 50 meter dari sebuah rumah tempat saksi bisu kejadian 7 tahun yang lalu."

Nah, kan. Berarti sejak awal Dino sudah tahu bukan diamana letak rumah terkutuk itu? Ini adalah sebuah fakta yang sanggup membuat nafasnya tercekat untuk beberapa detik.

"Bagaimana bisa? Kalian dan polisi mengetahui lokasi kami?" tanya Sean sedikit terkejut karena tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

Dino menghela nafas, ia berkata dengan wajah bersalah. "Kedua orangtua mu dikirim ke rumah kalian yang dulu. Bahkan di rumah terkutuk itu, tidak ada bukti-bukti kalau sedikitpun."

Beauty Psycho (END)Where stories live. Discover now