MPG 7 : Sean Pradipta

3.1K 476 7
                                    

Halo, saya izin tiga hari untuk menamatkan The Exorcists, ya? Udah seminggu tidak tersentuh. Draftnya juga sudah habis.

Sampai jumpa hari Senin!

Jangan lupa rekomendasikan cerita ini kepada teman-teman kalian, ya!

_

Sudah dua jam sejak ia berada di kafe ini, tetapi Sean belum juga beranjak. Ia memilih untuk duduk tenang sambil memainkan handphone. Pemuda itu menghela nafas saat mendapatkan pesan Dion.

From : Dion

Mau menghindar lagi? Cih, laki lo!? Pulang, nggak? Papa nyari tuh!

Sean hanya bisa mengusap wajahnya sambil mendengus kasar. Ia benci jika kembali dihadapkan dengan keadaan seperti ini.

Entah sudah berapa kali, bermain petak umpet seperti ini. Sean sudah sangat lelah. Mereka selalu memaksanya untuk melakukan hal yang bertentangan dengan prinsipnya.

Ingatannya kembali pada kejadian beberapa waktu yang lalu, dimana tiba-tiba ada seorang gadis muda yang sksd sekali.

+62 7765xxxxxx

Hai, sayang.

Si anjir! Siapa lagi, sih!? Mengapa di hari yang cerah ini selalu ada yang membuatnya kesal? Sean tidak habis pikir, deh. Kesal, ia langsung mematikan handphonenya dan memilih untuk pulang.

Persetan dengan ego!

Beberapa menit mengendarai motor kesayangannya, akhirnya pemuda itu telah sampai disebuah rumah mewah dikalangan komplek perumahan elit.

"Mau kemana?"

Suara itu ...

Suara yang ingin ia hindari, itu sebabnya ia memilih untuk pergi ke luar sebelumnya. Sean menghela nafas gusar, memilih pulang ternyata membuatnya menyesal.

Mau tidak mau, pemuda berwajah datar yang tertutup masker hitam itu membalikkan tubuhnya. Ditatapnya seorang pria paruh baya yang terlihat masih lengkap dengan setelan jas formal.

"Iya, Pa. Ada apa?" tanyanya. Sena rasanya ingin langsung kabur saja jika tidak mengingat kalau dihadapannya ini adalah orang yang sangat berjasa dalam kehidupannya.

Pria itu mengernyit sebelum berbicara. "Kamu tau apa yang Papa bahas, 'kan? Sudah dipikirkan dengan baik?" tanyanya.

Lagi-lagi Sean menghela nafas, "Sudah, Yah," jawabnya terlampau gusar. Selalu saja, pertanyaan yang sama untuk setiap harinya.

"Jawaban ku tetap sama, yaitu tidak akan." Sean membalikkan badannya dan berjalan menuju tangga yang menuju kamarnya.

Pria yang dipanggil 'Papa' itu menghela nafas. Sean terlalu keras kepala, itu sebabnya pria itu sulit sekali membujuk pemuda itu.

"Jangan biarkan masa lalu membayangi dirimu," seru Papa membuat Sean menghentikan langkahnya. Memejamkan matanya, Sean tidak sadar kalau tangannya terkepal.

Ia hanya benci jika diingatkan tentang masa lalu. Bayang-bayang kejadian beberapa tahun yang lalu membuatnya gemetaran.

"Kamu tidak bisa membantah apa yang Papa katakan. Mohon mengertilah."

***

"Nona, Tuan dan Nyonya baru saja pergi," ujar seorang pelayan wanita muda yang berwajah datar itu. Elisha mengernyitkan dahi lalu ia mendengus.

"Mengapa keamanan disini selalu  kecolongan sampai-sampai mereka bisa masuk?" Suara Elisha lagi-lagi terdengar biasa-biasa saja, tetapi percayalah, pelayan itu sedang mati-matian untuk tidak lari dari aura majikannya itu.

Beauty Psycho (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang