Beauty Psycho 21 : Dihantui Masa Lalu

1.7K 319 2
                                    

Baca pelan-pelan dan dicermati, ya. Saya mau buka kartu sedikit demi sedikit, wkwkwk.

_

Elisha mendongak, menatap langit kelabu dengan angin yang mulai berhembus dengan kencang.

Mendung, awan hitam yang menghiasi langit bersama dengan burung-burung kecil yang kembali ke sarangnya masing-masing.

Elisha menyeruput teh hijau hangat yang uapnya mengepul terbawa angin. Tanpa sadar, cangkir kecil itu tumpah, membasahi Bookle V-knit bagian perutnya dan High-waist jeans membuat pahanya kepanasan.

"Sial!" umpatnya pelan sambil mengipasi tubuhnya. Beberapa detik kemudian, sebuah sapu tangan dengan gambar trisula membuat gadis itu mematung.

Tanpa pikir panjang, ia mendongak, dan menatap datar dua orang yang sangat ia kenali sedang berdiri di pintu balkonnya.

Mrs. Erika dan suaminya, Mr. Ronald. Elisha mengepalkan kedua tangannya erat, hingga ia tidak ingat lagi kalau tubuhnya sedang kepanasan.

Rasanya Elisha tidak percaya melihat bagaimana kedua orang ini bisa membobol masuk kediamannya yang dijaga ketat.

Elisha memejamkan mata, menahan amarah. Ayolah, Elisha, ini sudah terjadi berkali-kali, bukan? Santai, aja. Balas dengan elegan, Elisha! Batinnya sedari tadi terus berteriak.

Suara tawa anggun membuat Elisha kembali membuka matanya secara perlahan. Masih dengan tatapan datar, ia menatap kedua orang yang membuat dirinya ada di dunia ini.

Gadis itu tersenyum sinis, "Untuk kesekian kalinya, Mrs. Alexander dan Mr. Alexander membobol masuk ke kediaman orang," sindirnya.

Erika, wanita yang sudah memasuki kepala 4 itu kembali terkekeh, menatap geli anaknya itu. "Benarkah, Miss Alexander?"

Elisha menatap sekeliling, alisnya bertautan. Namun, terlihat jelas kalau itu hanyalah cemoohan. "Sepertinya Anda berhalusinasi, setahu saya, Miss Alexander telah tiada, bukan?"

Elisha mengatakan itu seakan-akan dirinya bukan salah satu anggota keluargan Alexander. Kentara sekali kalau ia begitu ingin memutuskan hubungan darah ini.

Namun, apalah daya, ia tidak bisa menghilangkan darah orangtuanya dari tubuhnya ini. Sungguh fakta ironis untuk Elisha yang membenci dua orang ini.

Erika mengulum senyum, "Hm, itu benar. Anak satunya sudah tiada. Namun, masih ada anak yang lain, bukan? Itu sudah cukup."

Erika berkata santai, seakan-akan anak yang lainnya tidaklah penting baginya. Wanita itu memang tiada duanya jika dibandingkan dengan iblis.

Ronald hanya tersenyum tipis, melihat bagaimana istrinya yang sebentar lagi akan beradu mulut dengan anaknya. Hal yang menyenangkan, apalagi dirinya suka dengan pertunjukan seperti ini.

Elisha berdecih, "Begitukah? Anak kandung Anda, meninggal dengan cara yang ..." Elisha tiba-tiba terdiam, membatu karena perkataannya sendiri.

Erika menyunggingkan sudut bibirnya, dilihatnya wajah syok gadis dihadapannya. "Memangnya, itu karena siapa, coba?"

Elisha tidak menjawab, namun tatapannya tajam menghunus Erika yang sama sekali tidak terganggu. Malahan, wanita itu semakin gencar membuat Elisha semakin tertekan.

"Ups ... aku melupakan yang terjadi. Sungguh disayangkan, anakku mati ditangan anak lainnya," ujarnya sarkas dengan wajah mengejek.

Tangan Elisha semakin mengepal, rahangnya mengeras karena begitu kesal. Lututnya lemas, ia seakan-akan Tremor mendadak.

Tanpa mengatakan apapun, gadis itu keluar, melewati dua orang itu dengan perasaan berkecamuk. Dadanya sesak mengingat apa yang terjadi di masa lalu lagi-lagi membuka luka lebar.

Beauty Psycho (END)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें