Beauty Psycho 64 : Sean, Si Cowok Pasif

1.1K 203 10
                                    

Elisha memejamkan matanya menahan gejolak emosi yang campur aduk saat melihat bahan-bahan untuk melukis sudah habis padahal lukisannya saja belum jadi.

"Ada yang bisa jelasin?" Elisha membenarkan posisi kacamatanya lalu menatap tim Psyche satu persatu.

Netta mendelik, menatap Sean dengan tajam saat pemuda yang menjadi biang kerok masalah ini tampak seperti anak polos yang tidak tahu apa-apa.

"Sean terus gonta-ganti gambar sih!" Ana terkekeh lalu menunjuk Sean yang menaikkan satu alisnya tanpa dosa.

Nia menghela nafas pasrah. "Kelompok ini udah berdiri hampir 6 bulan, kok kita nggak pernah kompak-kompak, ya?" tanyanya dengan nada prihatin.

Yazen yang mendengar itu memutar bola matanya malas. "Dih, kayak kelompok yang lain udah selesai aja," sindirnya membuat Nia melayangkan bogeman mentah di kepala pemuda itu.

Elisha yang melihat interaksi teman-temannya itu hanya bisa menghela nafas panjang beberapa detik sebelum menatap malas semuanya. "Kalian tau kan kalau batas kerja kelompok ini 6 bulan doang? Gue pengennya satu semester setelah ini istirahat dah."

Netta mengangguk setuju. "Aturannya selesai lebih cepat sih, pas bikin video dokumenter juga nggak memerlukan waktu lama. Kita terlalu santai dua bulan ini." Gadis itu melepaskan kacamatanya dengan nafas pasrah.

"Beberapa hari lagi liburan semester, berarti kita harus tetap kerjain ini walaupun libur," putus Elisha lalu menatap seseorang yang tiba-tiba muncul.

Nia menghela napas berat. "Padahal mau balik ke rumah, kangen sama ortu nih," ujarnya dengan cemberut.

Netta ikut mengangguk. "Kata mama nanti pas liburan mau ke desa nenek. Silaturahmi katanya."

"Gimana dong?"

Sean memijit pelipisnya. Ikut pusing dengan kerjaan yang tidak habis-habisan ini. Padahal ia sudah merencanakan untuk bersama dengan Elisha liburan ini.

Memikirkannya saja membuat Sean tersenyum tipis, tetapi sayangnya takdir tidak merestui.

"Fine." Elisha menengahi. "Dua minggu liburan, ok? Sisanya baru nyambung ini," putus gadis itu dengan lelah.

"Gue juga perlu melakukan sesuatu pas liburan ini."

"Lagi apa anak-anak?" Suara lembut Bu Vidya menginterupsi mereka semua untuk menoleh.

Elisha mengernyitkan dahi sebelum tersenyum tipis lalu melirik dinding dan satu triplek besar seolah sedang memberi jawaban.

"Udah jadi?" tanya wanita muda itu membuat Elisha menggeleng kecil. "Masih tahap penggambaran sketsa sih, Bu, kami mengulang dari awal," jawab Netta mewakili kelompok ini dengan sopan.

Bu Vidya ber-oh ria. "Berarti kalian sering ke sekolah sore-sore gini?" tanyanya lagi.

Nia mengangguk. "Setelah selesai ekskul biasanya kami langsung kerja kelompok, Bu," jawab Nia.

"Ibu lagi apa datang ke sekolah pas mau magrib kayak gini?" tanya Ana sembari menatap wajah guru itu dengan senyuman tipis.

Bu Vidya tersenyum lalu menunjuk kearah koridor. "Lagi mau nemuin ayah, nih," jawabnya.

Elisha mengernyitkan dahi. Kalau mau ketemu orangtua bukannya di rumah, ya? Atau tempat kerja gitu. Mengingat tentang Bu Vidya, Elisha jadi teringat dengan pertemuan guru itu dengan Erick.

Njir-njir, masa Erick sama cewek yang lebih tua sih? Untung cuma selisih beberapa tahun.

"Maksudnya?" Pertanyaan Nia mewakili pertanyaan Elisha sebenarnya. Elisha melirik Bu Vidya yang menatap mural yang  belum jadi itu.

Beauty Psycho (END)Where stories live. Discover now