Bagian Empat Puluh Sembilan

359 61 22
                                    

Jangan lupa vote and komen
happy reading

• • •

"Sudah tidak ada harapan lagi."

Mendengar itu dirinya menghela nafasnya berat. Memijat pangkal hidung serta jidatnya dengan mata terpejam, seakan benar-benar lelah untuk mendengar itu selama tiga bulan berturut-turut.

"Dengar, kau sudah pasti jawabanku apa. Jadi, tolong jaga dia di sana, aku akan datang setelah mengurus anak-anak."

Setelah itu, jarinya memutuskan sambungan telepon sepihak dengan rasa kesal bercampur sedih.

Kepala yang tadinya menunduk kini sudah terangkat kembali, menaruh ponselnya diatas laci sebelum akhirnya bergerak kedepan foto besar yang dapat membuat air matanya keluar begitu saja tanpa disuruh.

"Aku merindukan dirimu, sungguh."

Air matanya mengalir dan hampir saja ingin terjatuh, tapi dengan cepat ia menghapusnya. Digantikan dengan senyuman yang sebenarnya ia paksakan.

"Kau kuat kan? aku tahu kau kuat."

"Bertahanlah, kumohon."

Ia menaruh keningnya di foto itu, menatap kebawah sana dengan perasaan yang tak dimengerti oleh orang-orang diluar sana.

Hanya dia yang merasakannya.

Bukan yang lain.

Ketika saat itu, semuanya menjadi buram. Baginya dirinya adalah alasannya untuk bahagia dan tersenyum, meskipun masih ada hal lain yang membuatnya bahagai, tapi dirinya berbeda.

Ia tahu, semua yang akan datang akan akan pergi pada waktunya. Ia juga tahu, jika semua yang pernah singgah akan musnah dengan dirinya. Dirinya pun juga tahu, semua yang pernah ada akan hilang secepatnya.

Tapi rasanya, untuk kehilangan sosok seseorang yang sangat ia cintai ini begitu berat.

Bahkan, seseorang itu belum sempat melihat apa yang telat ia nantikan.

Harapannya kini hanya satu, biarkan seseorang itu terbangun dari tidur panjangnya.

Dan permintaannya pada Tuhan hanya satu, yaitu mengabulkan doa yang selama ini ia pinta.

Semoga.

• • •

Matanya dengan pelan membuka, hal yang pertama ia dapati adalah tempat gelap yang lama kelamaan berubah menjadi terang, memperlihatkan taman indah yang disekitarnya terdapat bunga-bunga cantik dan pohon-pohon yang rindang.

Tubuhnya yang tersungkur dirumput kini sudah ia tegapkan. Berdiri dengan tanda tanya di kepalanya, mengedarkan pandangan untuk melihat tempat indah ini.

Indah dan membuatnya nyaman hingga senyumnya muncul.

"Tapi dimana ini?" Ujarnya pelan, sebelum akhirnya menatap pakaian putih yang ia pakai.

"Bukannya tadi aku tidak mengenakan pakaian ini?"

Seingatnya, ia sedang berada di pantai. Ia mengenakan jaket panjang hitam dan dikepalanya, ia memakai baret pemberian seseorang.

Ah iya, ia juga tak sendiri disana.

Tubuhnya memutar, mencari seseorang yang ia cari. Namun nihil, karena hanya ada dirinya sendiri disini.

Monodrama ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang