54. Kartu Undangan

3.1K 247 73
                                    

Senja menunggu Langit di tempat yang sudah dijanjikan. Tadi Langit menelpon Senja untuk pergi ke tempat yang dulu mereka pernah kunjungi untuk melihat bintang dan bulan di lapangan terbuka.

Senja memeluk tubuhnya sendiri karena cuaca disini cukup dingin. Perempuan itu menggosok-gosok tangannya.

"Ja?!" panggil seseorang. Senja langsung berbalik dan mendapati Langit yang sedang menatap Senja sendu.

Langit menghampiri Senja. "Lo udah lama disini?" tanya Langit lembut.

"Enggak. Aku baru sampai kok," jawab Senja.

Langit mengangguk-angguk lalu duduk di atas rerumputan. "Sini Ja! Duduk sama gue," suruh Langit. Senja langsung duduk di sebelah Langit dan menatap indahnya langit malam ini.

"Malam ini indah ya Ja," ujar Langit pada Senja sambil menatap langit di atas yang dipenuhi oleh Bintang-bintang.

Senja mengangguk. "Iya," balasnya.

Setelah itu tidak ada percakapan diantara mereka. Entah kenapa suasananya sangat canggung. Tidak seperti biasanya.

"Lang aku boleh nanya sesuatu gak sama kamu?" tanya Senja ragu.

"Mau nanyain apa?" balas Langit penasaran.

"Kenapa kamu ajak aku kesini? Kita kan udah enggak ada hubungan apa-apa lagi. Sekarang posisinya kamu tunangan Giska tapi kok kamu malah ngajak aku bukan Giska," jawab Senja.

"Gue kan udah bilang kita belum putus! Karena gue belum setuju," ujar Langit. "Tapi sekarang kita akan putus beneran," lanjut Langit.

Senja mengerutkan keningnya. "Maksud kamu?"

Langit menatap Senja. "Detik ini juga gue putusin lo. Gue udah bosen hubungan sama lo! Benar kata Giska, lo itu bukan cewek baik-baik buat gue. Beruntung gue dapetin Giska. Dia setara sama gue. Setelah dipikir-pikr Gue itu kaya Ja! Mana mungkin gue pacaran sama orang yang gak setara sama kekayaan gue kayak lo. Gak level! Kayaknya gue cuma khilaf  pacaran sama lo," tutur Langit ketus.

Hati Senja terasa sakit mendengar semua kata-kata yang keluar dari mulut Langit. Ia tidak percaya bahwa Langit berbicara itu padanya.

"Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?" tanya Senja dengan bibir bergetar.

"Perlu jelas lagi? Gue khilaf pacaran sama lo! Lo itu gak pantes buat gue! Dan Giska lebih cocok ketimbang sama lo," jelas Langit.

"Jadi kamu cuma khilaf pacaran sama aku?" tanya Senja memastikan.

Langit mengangguk. "Iya khilaf! Dan mulai detik ini jangan pernah nunjukin muka lo dihadapan gue lagi! Karena apa? Karena lo gak setara sama gue yang kaya raya," tuturnya.

Langit mengeluarkan sesuatu di sakunya. "Dan ini kartu undangan pernikahan gue sama Giska! Terserah lo mau datang atau enggak! Tapi yang pasti gue seneng lihat lo sakit hati kayak gini," ujar Langit sambil tersenyum jahat lalu memberikan undangan itu pada Senja.

Pernikahan? Secepat ini? Apa Langit sedang bercanda? Bukannya baru kemarin ia bertunangan.

"Tega banget kamu Lang," lirih Senja dengan mata yang berkaca-kaca.

"Iya gue emang tega Ja! Tapi gue jujur kalau gue selalu senang lihat lo sedih dan nangis kayak gini. Ayo Ja cepetan nangis! Keluarin air mata lo disini. Ayo Ja cepat keluarin semua air mata lo disini! Gue mau lihat!"

Senja mencoba menahan air matanya supaya tidak keluar. Tapi nihil, Senja tidak bisa membendung air matanya lagi. Setetes air mata keluar dari matanya dan membasahi pipi.

Langit & Senja [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang