47. Bila Si Indigo

2.8K 219 18
                                    

Satu Minggu kemudian.

"Han, Icha mana kok belum datang juga?" tanya Senja pada Hanum. Senja khawatir karena Icha dari tadi belum datang juga padahal 10 menit lagi bus akan segera berangkat.

"Tau tuh. Pasti dia lagi berak," celetuk Hanum.

"Bisa jadi." Senja mengangguk-angguk.

Senja masih celingak-celinguk mencari keberadaan Icha sekarang. Temannya yang satu itu memang suka terlambat.

Hanum menyenggol lengan Senja. "Ja lihat itu." Senja mengikuti arah tunjuk Hanum.

Wajah Senja yang tadinya senang, sekarang menjadi masam ketika melihat Giska merangkul tangan Langit dengan mesra. Langit pun sepertinya tidak keberatan dengan perlakuan Giska.

"Lo gak sakit hati ngelihat mereka berdua kayak gitu?" tanya Hanum. Jawabannya Senja pasti sangat hati tapi ia tidak mau mengatakannya.

"Biarin aja," jawab Senja sambil tersenyum supaya Hanum tidak melihat kesedihannya.

"Loh kok dibiarin sih Ja. Seharusnya itu dilabrak bukan dibiarin kayak gitu. Nanti malah ngelunjak!" ujar Hanum ketika tidak menyukai apa yang dikatakan oleh Senja.

Senja hanya diam tidak menjawab perkataan Hanum. Senja juga ingin melabrak mereka berdua. Tapi sekarang keadaannya udah beda seolah-olah semua mendukung hubungan mereka.

"Sebaiknya lo putusin aja Langit," saran Hanum membuat Senja menoleh.

"Aku gak akan pernah putusin dia!" tegas Senja.

"Kenapa? Lo itu gak seharusnya diperlakukan seperti ini. Lo berhak untuk ambil keputusan tentang kebahagiaan lo!"

"Tapi aku masih sayang sama Langit. Aku gak mungkin putusin dia," balas Senja lembut.

"Lo itu sama aja kayak Icha. Udah disakitin tapi masih aja nyimpan harapan. Jelas-jelas perlakuan lelaki buaya itu salah." Hanum memutar bola matanya.

Senja mengerutkan keningnya. "Buaya?" beo Senja.

"Iya buaya. Laki-laki yang udah punya pacar tapi tetep aja masih jalan sama perempuan lain. Itu namanya buaya darat," terang Hanum.

Senja hanya menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Hanum. Ada-ada saja nama panggilan untuk laki-laki.

"Apa buaya-buaya?" celetuk Icha dengan nafas ngos-ngosan.

"Akhirnya datang juga lo." Hanum bernafas lega.

"Dari mana aja kamu Cha?" tanya Senja penasaran.

"Biasa. Gue–gue ketemuan dulu sama Jio," jawab Icha.

"Kirain gue lagi berak. Ternyata lo malah enak-enak ketemuan sama Jio. Sementara kita udah lumutan
nungguin lo disini," canda Hanum.

"Ya sorry," ujar Icha.

"Ayo masuk ke bus," ajak Senja.

"Eh guys, sorry ya gue gak bisa satu bus sama kalian soalnya gue mau naik bus lain sama ayang Jio," ujar Icha dengan nada rasa bersalah.

"Ya elo mah. Kita udah nungguin tapi ujung-ujungnya malah sama Jio. Nyesel gue!" ketus Hanum.

"Sorry Han." Icha menempelkan kedua tangannya tanda meminta maaf. "Atau kalian ikut gue aja naik bus kelas XI-IPA 4. Lo kan bisa sama Langit Ja," saran Icha.

"Terus gue sama siapa?" tanya Hanum  sedikit ngegas.

"Sama Awan aja," ujar Senja sambil terkekeh.

"Iya juga ya. Lumayan, Awan kan ganteng," balas Hanum sambil memikirkan wajah Awan.

"Jangan mimpi lo Han. Sekuat apapun lo ingin dapetin dia gak bakal dibales," ujar Icha membuat nyali Hanum menciut.

Langit & Senja [Sudah Terbit]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora