3 - 3

1.1K 245 44
                                    


Kabin Jongin, tidak seperti kabin dalam imajinasi Bobby atau imajinasi siapa saja, lebih seperti rumah dibandingkan kabin. Dimana kabin biasanya hanyalah sebuah rumah pondok biasa.

Di dalam rumah itu, pak Junsu menunjukkan masing-masing kamar untuk mereka tempati. Jongin dan Chanyeol sekamar, begitu pula Areum dan Bobby. Kamar mereka saling berhadapan. Dan di antara dua kamar itu, sebuah sofa panjang melintang. Itu ruang tengah. Meja kayunya terlihat mengkilap. Beberapa minuman kaleng tergeletak di tengah meja itu, siap diminum.

"Kalian suka?" Jongin keluar dari kamarnya bersama Chanyeol, bertepatan dengan Bobby dan Areum yang juga keluar dari kamar.

"Tentu, sweet. Tempatmu manis." Bobby menimpali manja. "Kita seharusnya sekamar."

"Romantis sekali." Chanyeol menyambung sambil lalu. Ia menuju dapur, mendadak dehidrasi. Areum mengikutinya.

"Aku harap mereka segera putus." Chanyeol mengomel ketika Areum berdiri di sampingnya. Wanita itu terlihat sebagaimana biasanya, elegan. Sweater biru muda sangat pas untuknya. Membuat ia terlihat sangat lembut dan cantik. Chanyeol mengamati kawannya itu sekilas lalu kembali menenggak minumannya.

"Aku seperti tidak berguna di sini." Areum bersandar di kabinet. Gadis itu menunduk putus asa.

"Makanya, kau seharusnya mengejar Jongin---" mulut! "Aku hanya ingin bilang, jika kau masih mencintainya, bukankah lebih baik kalau kau menyatakan perasaanmu, Reum. Sebelum Jongin semakin jauh darimu."

Yang mana itu tidak mungkin juga. Chanyeol mengomel dalam hati.

"Aku hanya merasa dia benar-benar sudah menjauh. Aku--aku terlambat."

Chanyeol menarik napas. "Jangan menyerah, oke. Kau kan tidak tau bagaimana hasilnya."

Areum tersenyum muram. Rautnya mendung, sama seperti langit di luar. "Aku hanya lelah." bisiknya, sebelum kemudian melingkarkan lengannya di pinggang Chanyeol. Ia memeluk pria itu, merasakan bagaimana hangat Chanyeol di dekapannya dan bagaimana kakunya pemuda itu.

"Apa kau baik-baik saja?" Chanyeol menepuk dan mengusap pundak Areum. Ia berusaha menenangkannya.

"Aku lelah, Yeol."

"Kau akan baik-baik saja."

"Sekarang aku harus sekamar dengan wanita itu--" Areum tertawa lirih. "Rasanya seperti ejekan. Maksudku, yah, aku tau aku meninggalkan dia--tapi bukan berarti dia bisa memperlakukanku seperti ini." Areum mengusap sudut matanya. Ia melepaskan pelukannya dari Chanyeol dan terkekeh.

"Aku pasti kelihatan bodoh."

"Kau menangis untuk orang yang kau cintai. Itu tidak bodoh sama sekali." Chanyeol menunduk, menatap Areum tepat di mata gadis itu yang sembab. Mencoba meyakinkannya. "Kau tidak bodoh, paham?"

Areum mengangguk.

"Bagus." Chanyeol tersenyum. "Sekarang tersenyumlah dan rebut Jongin kembali dari--" pacarku. "--wanita itu."

Senyuman Areum merekah tipis. Chanyeol merasa lega melihatnya, setidaknya sahabatnya itu tidak menangis lagi. Dia juga tidak semenyedihkan tadi. Chanyeol merasa lega.

_____

Chanyeol dan Areum kembali dari dapur dengan saling mengobrol. Setiba mereka di ruang tengah, pemandangan Bobby yang sedang duduk berselonjor di sofa, menyambut mereka. Sebelah tangan gadis itu memegang kaleng vodca, sementara tangannya yang lain memegang remote TV. Pemandangan itu juga membuat Chanyeol merasa ingin melompat ke sofa, bergabung bersama Bobby dan merasakan vodca di bibirnya.

Sial! Pikirannya benar-benar tidak terkontrol. Tahan dirimu, Park. Dia cuma--Bobby, sexy Bobby. AAAARRRSSWWWW!!

"Kalian lama sekali." Bobby melirik Chanyeol dan Areum sekilas, lalu kembali menatap layar TV yang menayangkan film horror.

HIGH HEELS (PCY)Where stories live. Discover now