0 - 6

2.2K 383 45
                                    

Jadi guys, maap sebelumnya krna gak sempat balas reply (wkwkwk) jaringan data di daerah saya terganggu..wkwkwkwk. Wifi juga gangguan :((( sekarang pun belom 4g sih, tapi lumayanlah masih udah bisa internetan lagi..

Thanks atas vomentnya tempo hari..I love y'all. 😚😚😚

---

Buku tebal berjudul Lethal White karya Robert Galbraith tergeletak hambar di atas meja, bersisihan dengan sepiring wortel segar dan kopi. Di samping meja itu, tepatnya pada sebuah sofa panjang berwarna hitam, ada Areum. Wanita itu tak menyantap cemilannya, tak membaca bukunya, tak pula menyentuh kopinya. Dia hanya diam. Merenung kembali pada kejadian beberapa hari ini dimana Jongin adalah bintang utamanya.

Chanyeol jarang melihat Areum menyia-siakan waktunya untuk melamun, dan bila gadis itu melakukannya Chanyeol tau pasti apa yang di kepala Areum bukanlah hal sepele.

Dan hal yang 'tidak sepele' untuk Areum hanya ada tiga hal : Jongin, keluarga, kerja. Seingat Chanyeol keluarga dan pekerjaan Areum baik-baik saja saat ini, maka pilihan terakhir adalah Jongin. Yang mana memang tidak sedang baik-baik saja relasinya dengan Areum.

Mereka belum bertemu dengan Jongin setelah kasus cederanya Bobby. Barangkali sahabatnya itu masih marah kepada mereka, atau hanya kepadanya, yang mana malah berimbas ke Areum. Chanyeol tidak tau.

Dan juga, kejadian di rumah sakit waktu itu berusaha Chanyeol tepikan dari obrolannya dengan Areum. Dia tidak memberitahukan apa-apa. Chanyeol pikir tidak ada pentingnya juga membahas Bobby ke Areum. Areum sudah banyak pikiran, dan Bobby tidak perlu menjadi orang yang memberatkan timbangan.

"Yeol, kau datang." suara Areum menyapa gendang telinga.

Chanyeol membuka mulut hendak menjawab, namun ia rapatkan kembali. Sebagai gantinya ia tersenyum tipis dan menghampiri Areum di sofa.

"Lethal White, huh? Aku pikir kau sudah berhenti membaca genre Crime."

Areum melirik buku di atas mejanya, lalu mengangkat bahu. "Aku belum membacanya."

"Oh." Chanyeol sudah menduga itu. "Kau harus membacanya. Menurutku ceritanya lumayan keren."

Areum memutar mata. Semua buku memang keren untuk Chanyeol. Terkadang Areum sendiri penasaran buku apa yang tidak pernah Chanyeol baca, mengingat rumah pria ini lebih seperti perpustakaan umum daripada rumah.

"Apa ada kabar dari Jongin?" pada akhirnya obrolan mereka akan lari ke satu arah yang sama, berulang-ulang.

Chanyeol sudah terbiasa.

"Tidak ada. Aku pikir dia sedang butuh waktu sendiri. Aku yakin dia akan menghubungi kita nanti."

"Apa menurutmu..., Jongin sudah benar-benar melupakan aku?" Areum meraih cangkir kopinya. Telunjuknya yang lentik mengitari bibir gelas dengan gerak perlahan sementara pandangannya jatuh kepada warna hitam kopi di cangkirnya.

"Dia sudah punya Bobby sekarang." Areum bisa mendengar kekecewaan di suaranya sendiri. "Aku terbiasa berpikir bila dia adalah milikku dari awal, dan apapun yang aku lakukan..., termasuk menyingkirkannya tidak akan berpengaruh apa-apa. Bahwa ketika aku pulang, dia akan selalu ada di sini, menungguku. Kau tau. Aku pasti terdengar menyedihkan." Areum tertawa kecil.

Namun tidak ada yang lucu di sana. Tidak untuk Chanyeol. Baginya tak ada yang lucu ketika melihat gadis yang ia sukai terluka. Andai ia bisa merangkul Areum dan menenangkan gadis itu, mengatakan padanya tidak apa-apa, bahwa masih ada dirinya. Masih ada seorang Park Chanyeol yang setia. Tapi ia tidak bisa. Tidak ketika ia tau bukan dirinya yang Areum harapkan bicara seperti itu.

Areum mengharapkan Jongin, bukan dirinya.

"Aku minta maaf." Chanyeol menunduk, memandang kepada jarinya yang saling bertaut di lututnya. "Aku akan memperbaiki semua ini." dan perlahan ia mendongak, menatap ke arah Areum dengan seulas senyum meyakinkan.

"Aku janji."

Tapi bagaimana jika tidak ada yang perlu diperbaiki di sini? Bagaimana jika situasi ini seperti inilah adanya?

----

Bagaimana pun, ia harus bicara dengan Jongin. Meluruskan kembali masalah yang sempat meretakkan hubungan mereka. Masalah wanita atau tidak, mereka adalah sahabat dari awal. Dan sahabat tidak saling meninggalkan hanya karena seorang wanita menyusup masuk di kehidupan mereka.

Bagi Chanyeol, Jongin adalah saudara. Dan saudara terkadang bertengkar, dan terkadang mereka menemukan jalan kembali.

Tidak ada keraguan dalam dirinya ketika ia menghampiri apartement Jongin sore itu. Chanyeol melangkah penuh keyakinan, dan mengetuk pintu putih itu dengan sabar.

Jongin menyambutnya dengan tangan terbuka. Sejauh yang Chanyeol amati, Jongin sudah tak semarah waktu itu. Dia lebih tenang dan lelah.

"Bagaimana kabarmu?" adalah tanya yang Chanyeol berikan ketika ia turut mendudukkan dirinya di sofa depan televisi, tepat di samping Jongin.

"Sama seperti biasa." Jongin menyahut, pandangannya tertuju kepada layar televisi. Menatap iklan minuman isotonik tersebut tanpa minat.

"Bagaimana kabar Bobby?"

Jongin melirik Chanyeol sekilas, lalu memutar mata. "Tidak ada kabar. Terimakasih padamu."

"Apa maksudnya?" Apa Bobby dan Jongin marahan? Chanyeol menarik kesimpulan tanpa pikir panjang.

"Maksudnya adalah bukan urusanmu." Jongin menyahut malas.

"Kau selalu bisa membicarakannya kepadaku, kan. Kau tau kita masih berteman, dan yah."

"Hah?" Jongin mengangkat alisnya tinggi. "Aku tidak melakukan obrolan perempuan, kali. Curhat semacam itu...ewww." Jongin menggeleng geli. Namun pandangannya berubah murung.

"Lagian tidak ada yang perlu dibahas tentang kami.

Maksudku dia memang sudah lima hari ini tidak menjawab teleponku, tapi aku pikir dia memang butuh waktu sendiri. Aku sudah membuat kesalahan besar, sudah seharusnya dia marah kepadaku.

Kau tau dia, maaf, kau tidak tau dia. Bobby selalu ingin mengatasi sesuatunya sendiri. Dia terlalu banyak menolongku..., dan aku hanya membiarkan dia hilang kontak, entah kemana dan bagaimana. Aku benar-benar payah."

Jongin mematikan televisi. Layar kaca yang muram itu seakan menggambarkan suasana hatinya.

Jongin berantakan. Chanyeol dapat melihatnya jelas walaupun temannya itu berusaha bertingkah masa bodoh.

"Sudah berapa hari kau belum mandi?" Chanyeol bertanya keluar jalur.

"Huh?"

"Kau tidak bisa hanya mengeluh di sini dan tidak melakukan apa-apa." Chanyeol bersandar di sofa. "Rapikan dirimu dan berusahalah. Kalau kau benar-benar menyukai dia..., setidaknya berusahalah."

"Kau ingat apa yang terjadi dengan hubunganmu dan Areum ketika kau tidak berusaha, kan? Pada akhirnya semua orang akan pergi kalau kau membiarkan pintunya terbuka. Lakukan sesuatu. Jangan jadi bayi dan merengek."

Chanyeol tau seharusnya kesenjangan dalam hubungan Bobby dan Jongin adalah peluang untuk Areum. Tapi entah mengapa dia tidak bisa bertindak rakus seperti itu, memanfaatkan situasi.

Dia bisa saja meracuni Jongin ke arah yang salah. Sedikit bumbu jelek tentang Bobby, mungkin Jongin akan berpaling muka. Tapi kembali lagi, dia tidak bisa melakukannya. Dia tidak ingin melakukannya.

Bagaimana jika ini adalah momen untuk dirinya, peluangnya untuk mendekati Areum? Bagaimana jika ia berusaha meraih keinginannya?

Bagaimana jika beginilah semestinya?

----

HIGH HEELS (PCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang