3 - 1

1.7K 266 55
                                    

your eyes have told thousands lights
But I can't tell this time
What you really meant

-----

Syal rajut berwarna merah terang melingkar di leher jenjang Bobby. Menyembunyikan kulitnya dari dingin yang menusuk. Gadis itu jalan menunduk dengan dua tas belanjaan terkait di jarinya yang kecil. Persediaan dapurnya kosong lagi, karena itu pula Bobby terpaksa pergi ke super market terdekat malam-malam.

Lagian dia juga lapar.

Malam ini, tidak seperti biasanya suhu udara jauh lebih dingin. Rasanya seperti berada di dalam freezer raksasa. Bobby membenamkan dagu ke dalam syalnya yang tebal. Menepis dingin yang mulai menggelitik rahangnya. Bobby pergi tanpa membawa mobil tadi, jadi di sinilah ia, melenggang di trotoar yang ramai, dengan rintik-rintik salju jatuh halus di surainya yang kali ini berwarna normal : hitam.

Bobby sampai di gedung apartemennya setelah beberapa menit terlewat. Rambutnya sedikit basah, dan boots cokelat yang ia kenakan tampak lembab permukaannya. Langkah Bobby dengan santai namun pasti menuju lift. Ia tidak menyadari sama sekali bila di lobi apartemennya seorang pria jangkung duduk di sofa, memperhatikannya yang melenggang santai.

Si jangkung itu mengikuti Bobby, dan sebelum pintu lift terbuka. Dagu pria itu yang lancip mendarat di pundak Bobby.

"Kenapa pergi sendirian?" itu Chanyeol dengan suara berat dan ketus. Bobby terkesiap.

"Kau seharusnya mengabariku kalau mau pergi malam-malam." dan dia mulai mengomel, tidak peduli bila sekarang Bobby melenggang masuk ke dalam lift. Chanyeol masih betah menempelkan dagunya di pundak Bobby. Mengikuti langkah gadis itu dengan tubuh yang membungkuk.

"Aku pikir kau pendukung feminist." Bobby berkomentar dengan seulas senyum kecil terpatri di wajahnya. Pantulannya dan Chanyeol terlihat di dinding besi, membentuk bayangan samar.

"Pengecualian untukmu." Chanyeol menyahut. Napasnya menggelitik daun telinga Bobby. "Aku mau kau bergantung padaku."

"Oh, ya? Kenapa?" Bobby menarik dirinya hingga dagu Chanyeol terpisah dari pundaknya. Pandangan gadis itu menyelidik cermat.

"Karena aku mau kau membutuhkanku." Chanyeol menjawab seraya tersenyum jenaka. "Aku mau kau tidak bisa hidup tanpaku."

"Bukannya itu menyusahkan, ya?" Bobby bersandar pada dinding lift yang dingin. Ia tidak terganggu sama sekali dengan Chanyeol yang berdiri cukup dekat di depannya. Sebaliknya, ia senang melihat wajah pria itu sedekat ini.

"Aku lebih menganggapnya sebagai penghargaan."

"Huh?"

"Karena itu artinya aku sangat penting untukmu. Jadi kau tidak akan pergi dariku, iya, kan?"

"Kedengarannya seperti kesalahan fatal."

Chanyeol mengernyit. "Kenapa?"

"Karena apa jadinya kalau kau yang meninggalkan aku?" pertanyaan Bobby membuat airmuka Chanyeol berubah hambar.

"Aku tidak akan meninggalkanmu." itu ia ucapkan tanpa beban, tanpa pemikiran panjang. Cepat dan tepat. Bobby hanya tersenyum melihat wajah Chanyeol yang cemberut.

"Baguslah." sahutnya, dan mendorong Chanyeol menjauh. Pintu lift telah terbuka. Bobby keluar dengan Chanyeol yang mengikutinya. Pria itu menarik tas belanjaan Bobby dan memperhatikan angka-angka yang Bobby masukkan kepada pin apartemennya.

"Kau mau makan sesuatu?" Bobby melemparkan tanya ketika ia sedang mengurai belanjaannya di atas meja.

"Kau akan memasak untukku?" Chanyeol berbinar senang.

HIGH HEELS (PCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang