12

1.4K 78 13
                                    

Deg...

Seketika sekujur tubuh Adiba mematung, wajahnya langsung pucat, tiba tiba kakinya terasa sangat lemas dan tubuhnya bergemetar, saat melihat siapa saja yang sedang berada di ruang tamu. Bundanya yang sadar akan hal itu langsung menepuk pundak Adiba pelan.

"Kak, ayo jalan kamu udah di liatin tuh" bisik Bunda.

"H-hah?" Adiba terkejut saat Bunda menepuk pundaknya.

"Kamu kenapa kak, kok muka kamu tiba tiba pucet?, Udah jangan khawatir. Semua keputusan ada di tangan kamu" ujar Bunda sambil mengelus kepala putrinya.

Adiba hanya bisa diam, dia tidak tau harus bersikap bagaimana. Dia berjalan pelan pelan menuruni anak tangga yang di tuntun oleh Bundanya. Saat mereka sudah ada di ruang tamu, Bunda menyuruh Adiba untuk memberi salam.

"Kak ayo salaman dulu" bisik Bunda, sedangkan Adiba masih terdiam tak menyangka.

Lagi lagi Adiba di tepuk pundaknya oleh Bunda. Adiba yang sadar langsung menoleh ke Bundanya. Bundanya tersenyum sambil memberi isyarat kepada Adiba supaya memberi salam. Adiba yang paham maksud Bundanya langsung mencium tangan kedua orang tua laki laki tersebut.

Sesudah bersalaman, Adiba langsung duduk di tengah tengah Ayah dan Bundanya. Hati Adiba berdegup kencang, sampai sampai tangannya berkeringat dingin. Kali ini dia tidak bisa mengondisikan detak jantungnya.

"MasyaAllah kamu cantik banget nak. Apalagi kalau senyum pasti manis sekali, pantes aja Am kesemsem sama kamu" puji Ummi Hawa, yaitu Ibu kandung Ammar.

Ya benar, laki-laki itu adalah Ammar, oleh sebab itu Adiba dibuat sangat terkejut. Pikirannya penuh dengan beribu ribu pertanyaan.

'Jadi laki-laki itu Am? Dan Gus yang dimaksud Ayah itu Am? Bukannya Am udah tunangan sama wanita lain? Apa dia ditolak? Atau dia mau menikahi dua wanita sekaligus? Yaa Rabb... Aku bingung aku mohon bantuan dan petunjuk darimu' —begitulah pertanyaan pertanyaan yang mengerubungi pikiran Adiba.

Ayahnya menyenggol lengan putrinya, karena Adiba tidak merespon pujian Ummi Ammar.
Adiba yang sadar langsung mengembangkan senyuman di bibirnya.

"Hehe... Nyai bisa aja, Nyai juga cantik kok" ucap Adiba spontan, dia bingung harus menjawab apalagi.

"benar kata kamu mi, manis banget calon menantuku ini kalau senyum" Aba Muiz ikut memuji Adiba.

Adiba merasa malu saat di puji oleh kedua orang tua Ammar, pipinya langsung memerah seperti kepiting rebus. Sedangkan Ammar hanya tersenyum tipis saat mendengarnya.

"Liat Ba, kalau malu kelihatan wajahnya langsung merah" goda Ummi. Semua yang ada di ruang tamu tertawa kecil, sedangkan Adiba hanya menunduk karena malu.

Sang Ayah mengelus kepala putrinya,
"Anak saya memang manis banget yai, sama seperti saya, Hahaha..." Sahut Ayah sambil tertawa

"Kalo diliat liat benar juga, hahaha..." Aba ikut tertawa, begitupun dengan Ummi dan Bunda. Berbeda dengan Ammar dan Adiba yang sama sama menundukan kepalanya.

"Sudah sudah jangan digoda terus calon menantu kita, lebih baik kita mulai saja biar tidak mengulur waktu" ucap Aba.

"Benar itu yai" sahut Ayah.

"Bismillahirrohmanirrohim" gumam Aba pelan.

"Maksud kedatangan saya bersama keluarga saya disini untuk mengkhitbah putri Anda. Sama seperti yang sudah kita bicarakan kemarin. Dan sekarang izinkan anak saya untuk berbicara dengan Anda" ucap Aba Muiz dengan sopan.

"Baik yai, dan seperti perjanjian semula, semua keputusan ada di tangan putri saya, saya selaku orang tua tidak bisa memaksanya" sahut Ayah.

"Baik. Silahkan bicara nak" ucap Aba Muiz

Mencintai Dalam DiamWhere stories live. Discover now