10

1.4K 75 8
                                    

2 minggu setelah kejadian itu, Adiba tidak pernah bertemu dengan Ammar lagi. Bahkan ia tidak pernah mendengar berita tentang pertunangan Ammar. Begitupun dengan Samudra, ia tidak pernah terlihat berkeliaran di Kampus lagi, yang ada hanya Farez dan gengnya. Namun semua itu tidak terlalu dihiraukan oleh Adiba, karena ia tengah sibuk dengan tugas kuliahnya. Saking sibuknya dengan tugas, ia sampai tidak bisa menjaga pola makan dan tidur dengan baik. Ia tidak peduli dengan kesehatannya, asalkan tugasnya selesai dan nilainya memuaskan.

Hari ini Adiba sedang mendiskusikan tugas kelompok di perpustakaan kampusnya.

"Ini materinya udah nemu semua dan nanti di rumah aku tinggal buat PowerPoint nya aja" ucap Adiba kepada anggota kelompoknya, karena disini ia adalah ketua kelompok.

"Oh ya dib, ini juga disuruh buat makalahnya juga kan?" sahut salah satu anggota kelompoknya.

"Oh iya ya, Astaghfirullah aku lupa, maaf maaf. Emm.. disini ada yang mau ngajuin diri buat ngerjain makalahnya nggak? Tenang aja nanti aku bakal bantuin kok" tanya Adiba.

"Biar aku aja dib yang buat makalahnya" sahut Febri, Febri juga termasuk salah satu kelompok Adiba.

"Nanti aku yang ngeprint" sahut anggota yang lain.

"Oke kalo gitu, aku rasa udah cukup diskusi hari ini. Dan semoga nanti hasilnya akhirnya bisa memuaskan, Aamiin.." ucap Adiba.

"Aamiin..." sahut semua anggota kelompok.

Setelah selesai mereka langsung pulang ke rumah masing-masing termasuk Adiba. Sesampainya di rumah ia langsung masuk ke dalam kamarnya dan mulai membuka laptop untuk mengerjakan tugas kelompoknya. Tidak hanya itu saja ia masih punya tugas kelompok lain, belum juga tugas individunya.

Saat ia tengah fokus pada layar laptopnya, Bunda mengetuk pintu kamarnya, tanpa basa basi Adiba menyuruh Bunda untuk masuk. Ternyata Bundanya membawakan buah kesukaannya, yaitu buah melon.

"Ini makan dulu nak, buat nambah tenaga" ucap Bunda sembari meletakan piring yang berisi buah di meja tempat ia belajar.

"Makasih, Bun" sahut Adiba yang sama sekali tidak berpaling dari layar laptopnya.

Sang Bunda tidak langsung keluar, ia memilih untuk duduk di rajang sembari menatap putrinya yang sedang tengah sibuk mengerjakan tugasnya.

"Belum selesai kak?" tanya Bunda.

"Habis ini selesai, kenapa bun?" tanya Adiba sembari memakan buah melon.

"Bunda sama Ayah mau ngomong" Adiba yang awalanya fokus pada layar laptop dan jemari tangannya sibuk mengetik, seketika berhenti dan menoleh ke arah Bunda.

"Mau ngomong apa bun? Kok kayaknya serius" tanya Adiba lagi.

"Emang serius kak, selesain dulu tugasnya, nanti baru kita omongin di bawah. Udah ditunggu sama Ayah" jawab Bunda.

Rasa kepo dalam diri Adiba seketika memuncak, ia mempercepat pekerjaannya.

"Oke, sepuluh menit lagi selesai" sahut Adiba lalu kembali menatap layar laptopnya.

"Kalau gitu Bunda tunggu di bawah ya sama Ayah" ucap Bunda.

"Iya" Jawab Adiba.

•••

Setelah selesai mengerjakan tugasnya, Adiba langsung turun ke bawah untuk menemui kedua orang tuanya. Sesampainya di ruang tengah, Adiba langsung duduk di sofa sebelah Ayahnya.

"Mau ngomong apa yah, bun?" tanya Adiba.

"Sini duduk di tengah" perintah Ayah yang langsung dituruti oleh Adiba.

Setelah duduk ditengah tengah kedua orang tuanya, Ayah dan Bundanya melihat Adiba.

"Kenapa pada liatin diba? Diba punya salah ya?" tanya Adiba bingung.

"Engga kak. Ayah mau tanya tapi kakak jawab jujur ya" ucap Ayah yang di angguki oleh Adiba.

"Kamu punya cowok kak?" tanya Ayah.

Adiba menggeleng kecil,
"Enggak, gak punya dan gak pengen punya kalo hubungannya gak halal" jawab Adiba sembari mengambil toples yang berisi biskuit di atas meja.

"Jadi maksud kakak kalo hubungannya halal kamu mau?" tanya Bunda.

Adiba sedikit berfikir saat Bunda bertanya seperti itu,
"Emm... Kalaupun Adiba ngomong iya percuma, gak ada calonnya. Dan diba masih belum nemu" jawab Adiba sembari mengunyah biskuit.

'Sebenernya udah nemu bun, yah... Tapi dia udah jadi milik orang lain" — lanjut Adiba dalam hati.

"Kalo Ayah sama Bunda yang cari gimana?" tanya Ayah.

"jadi gini yah, Ayah boleh cari calon buat diba, tapi kalo seandainya diba gak setuju dengan 'dia' pilihan Ayah. Ayah jangan paksa diba ya?. Begitupun sebaliknya, jika suatu saat diba udah dapet calon, dan Ayah gak setuju. Adiba bakal lepasin dia yah" jawab Adiba.

"Adiba pasti bakal pilih pilih banget kalo tentang calon Adiba nanti. Bukan tentang harta dan lainnya, tapi diba cari calon pemimpin yang bisa ngebimbing diba sampai ke surganya Allah. Karena untuk ke surganya Allah, butuh nahkoda yang paham akan jalurnya" lanjutnya.

Ayah dan Bunda tersenyum saat mendengar jawaban dari putrinya,
"Bagus nak, Ayah suka prinsipmu" Adiba tersenyum dan melanjutkan makan biskuit.

"Tapi kenapa Ayah sama Bunda tiba-tiba bahas tentang calon Adiba?" tanya Adiba yang terus mengunyah biskuit.

"Karena tadi ada seorang pemuda bersama kedua orang tuanya yang datang kesini. Dan tujuan mereka kesini untuk mengkhitbahmu" jawab Ayah yang membuat Adiba speechless, ia berhenti mengunyah dan menoleh ke Ayahnya.

Adiba menatap Ayahnya tidak percaya,
"Yah... Ayah gak lagi bohong kan?" tanya Adiba tidak percaya.

"Untuk apa Ayah bohong sama kamu nak. Dan besok mereka akan datang lagi kesini untuk meminta persetujuanmu" jawab Ayah.

Adiba masih tidak percaya, ia menoleh ke Bundanya,
"Bun... Ayah gak lagi bercanda kan?" tanya Adiba.

Bunda menggeleng kecil,
"Ayah gak bercanda kak, liat muka Ayah apa kelihatan lagi bercanda" jawab Bunda.

Adiba langsung menundukan kepalanya,
"Yah... Bun... Secepat itu?" ucap Adiba lirih, entah mengapa hatinya merasa sakit dan sedih.

'Aku belum sembuh dari luka kemarin, aku belum siap untuk menerima orang baru. Karena namanya masih melekat dalam hatiku' — batin Adiba.

"Nak... Niat mereka baik, mereka datang ke rumah untuk mengkhitbah kamu, tapi kembali lagi ke prinsip kamu. Kalo kamu gak suka sama dia, kamu boleh tolak dia. Bunda sama Ayah gak bakal maksa sayang" sahut Bundanya meyakinkan Adiba.

"Kamu gak perlu khawatir nak, dia pemuda yang baik. Terlihat dari keberaniannya bahwa dia sangat serius untuk mengkhitbahmu" ucap Ayah ikut menambahi.

"Tapi...".

"Temui dulu nak, kalo memang gak suka kamu boleh nolak" sela Ayah.

Adiba menghela nafas berat,
"Iya, Ayah" jawab Adiba.

'Seandainya laki-laki itu Ammar, pasti akan ku terima. Tapi semua itu hanyalah khayalanku yang tak akan pernah menjadi nyata" — lanjut Adiba dalam hati.

"Besok kamu pulang sore kan kak?" tanya Bunda, Adiba mengangguk pelan.

"Bagus kalo gitu, mereka datang habis maghrib" ucap Bunda.

"Sudah nak, jangan terlalu kamu pikirin, Ayah sama Bunda gak bakal maksa" ucap Ayah sembari mengelus kepalanya putrinya.

"Iya Ayah" jawab Adiba pasrah.

*
*
*
Hai All, maaf ya mimin telat upload. Mimin lagi sibuk sama tugas sekolah. Buat kalian sabar yaa.

Hallo guys, gimana kalian bacanya? Seru kah? Atau ngebosenin?.
Aku harap kalian terhibur dengan ceritanya, jangan lupa kasih ⭐ ya guys jangan cuma dibaca oke, biar tambah semangat Aku buat ceritanya. Dan yang belum follow kalian bisa follow dulu yak.
Maaf juga kalo masih ada kalimat kalimat yang kurang pass.
Next bab selanjutnya ya.
Makasih all ❣❣


Mencintai Dalam DiamWhere stories live. Discover now