32. Ujian cinta

12.1K 1.3K 40
                                    

•••

Bau begitu menyengat tercium di hidungku, bukan bau wangi melainkan bau asam tercampur dengan bau anyir dari darah yang kini aku melihatnya dengan jelas. Astaghfirullahalazdim, jenis orang seperti apa dia sampai betah duduk di sini.

Yah, aku melihat orang itu dari belakang. Sepertinya sih laki-laki, karena di lihat dari rambutnya yang pendek. Namun yang aku tidak habis pikir, dia memakai pakaian jas seperti orang kantoran.

"Kamu sudah bangun, Ney?"

Dih katarak dia, jelas-jelas mataku sudah terbuka lebar sedang melototi sekitar ruangan aneh ini. Tapi mungkin bila memang dia buta sih, maaf maaf saja yah, aku juga tidak tahu.

"Perasaan saya nggak pernah bikin masalah sama siapapun, deh," sahut ku menaikkan nada bicara.

Pria itu berbalik, menampilkan wajah yang asing ketika aku memandangnya. Suer, aku nggak bohong. "Nah kan. Anda ingin apa dari saya, sampai-sampai ngiket saya kenceng gini kaya kambing mau di kurban."

Sudut bibir pria itu tertarik keatas, bukannya kagum akan senyumannya aku malah jijik. Iww, banyak bewok. Jikalau bewok nya Gus Athar sih aku suka, karna ya nggak tebel banget kaya si itu.

"Memang aku tidak ada sekalipun urusan dengan kamu--" Langkah pria itu berhenti di samping ku.

Aku mencoba tidak ingin saling bersentuhan sama sekali walau hanya seujung upil.

"Tapi, kamu masih bersangkutan dengan pacar kamu yang memiliki masalah dengan saya," sambung dia mencolek bahu ku membuat aku berteriak keras.

"Nggak boleh colek-colek!!"

"Anda harus sopan dong sama ibu hamil!" Aku membentaknya. Ya Allah, untung saja bahan gamis ku ini super tebal, tahan banting, tahan sinar UV, dan juga pastinya tidak nerawang. Memang kualitas gamis yang aku beli di @dailyal.official itu sangat fantastis dari segi manapun.

Pergerakannya begitu cepat, dia berjongkok menyamaratakan aku yang sedang duduk. "Jangan sok alim. Gambar kamu ciuman dengan Langit sudah tersebar di satu komplotan yang bersamaku. Bagaimana jika aku tarik kain tipis sebagai penutup rambut kamu ini?"

"Jangan harap bisa! Seujung jari anda menyentuh bagian tubuh saya, akan ada balasan yang menanti."

Mohon kerja samanya mata, jangan sampai berkedip hingga air mata turun. Sungguh, aku tadi hanya mengancamnya saja. Mana bisa aku melawan tubuh dia yang sama besar dengan Gus Athar.

Hanya saja lelaki itu lebih sangar. Langit memang pembawa masalah, dia seperti terlilit hutang oleh lelaki itu.

Entah perkataan apapun yang keluar dari mulutku ini, sepertinya pria itu sama sekali tidak percaya. Langkah dia maju dua langkah hingga aku dapat mencium aroma wangi teh, yang membuat aku ingin muntah.

Wangi-wangian terwangi memang hanya pada Gus Athar. Aku rindu di peluk olehnya sekarang.

Tangan pria itu terangkat, akan menyentuh area pipiku. "Kamu bisa panggil saya Ken."

Terlihat seringai di bibirnya ketika aku berhasil menoleh hingga dia tidak bisa menyentuh pipiku. Tawa kecil pun ternaung dalam satu ruangan ini, aku meneguk ludahku susah.

"Kamu akan lepas dari aku ketika Langit sudah mati," tutur Ken yang kini berhasil mencengkeram pipiku begitu erat.

Rasanya aku begitu terlecehkan walau dia hanya melakukan itu. Tatapanku semakin menajam disaat cengkeramannya berubah menjadi sapuan halus, aku merasa jijik dengan tubuhku. Lebih baik aku di hina oleh perkataannya ketimbang mendapatkan perlakuan seperti ini.

Halalin Hazna, Gus! [END]Where stories live. Discover now