31. Masalah dari Langit

12.5K 1.3K 20
                                    

•••

Kedua lelaki itu sama sekali tidak ingin kalah, melajukan kecepatan motornya tinggi-tinggi menjadikan keduanya saling menyalip entah itu berada di tikungan tajam dilaluinya. Sedangkan aku di sini seperti di kepung oleh orang-orang sekumpulan Langit, mereka yang biasanya aku kenal kini berbeda.

Wajah-wajah mereka seperti orang baru yang Langit temui. Jika saja aku mengenali satu di antara puluhan orang-orang itu, maka akan aku gunakan sebagai objek untuk membantu aku kabur.

Mengapa ketika aku dan Gus Athar sudah sangat damai, masa lalu itu kembali lagi mencari masalah?! Aku tidak habis pikir oleh tindakan Langit ketika dia tadi berbicara pada Gus Athar sampai membuat suamiku itu menyetujui ajakan darinya.

"Boleh pinjam hpnya nggak?" pintaku bertanya pada lelaki paling kalem diantara mereka.

"Mau ngabarin orang ndalem kalo--"

Lelaki itu akhirnya menatap ku namun dengan dahi mengernyit dalam. "Lo mau ngehubungin dukun buat nyantet kita?"

"Pake acara orang ndalem lagi. Dosa Mbak, inget Allah. Malu juga tuh sama hijab yang Mbak pake," peringat lelaki yang bernama Harvi.

"Lah, Masnya gimana sih. Jangan bikin mood saya tambah jelek, deh!" Aku membentaknya membuat orang-orang itu kini mengalihkan atensinya pada kami berdua.

"Lagian yang aku bilang orang ndalem tuh, keluarga, bukan dukun," ucapku sudah tidak mengegas.

Harvi mengangguk mengerti. "Mbaknya aneh sih, keluarga sendiri di bilang orang ndalem."

"Mas nya yang aneh! Makanya masuk pesantren biar tahu apa itu ndalem! Mas nya juga udah ngerti dosa ngapain sekarang ikut ngepung saya kaya buronan."

"Saya nggak ikutan loh, Mbak. Dari tadi kan saya mainan hp. Cuma ya gitu, saya ikut kelompok geng-geng an ini karna gabut."

"Gabut yang dapet pahala kan banyak, ngapain malah nyari dosa kaya gini. Hazna kasih tahu yah--"

"Wah wah, lo kalo nggak serius sama kita-kita mending keluar aja deh, Vi." Satu teman Langit lainnya tersinggung ketika Harvi mengatakan hal seperti tadi. Ucapan ku pun terpotong.

Mereka seenaknya memotong pembicaraanku, padahal aku ingin ceramah sepuasnya. Atau juga melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an agar pintu hati mereka terbuka. Namun hal itu tidak bisa terjadi karena lelaki berambut gondrong sudah lebih dulu menyela.

"Baru lihat kalo geng satu ini nggak kompak, bagus deh. Aku bisa kabur, mereka juga nggak bakal liat," batin ku mengambil ancang-ancang untuk pergi.

Alhamdulillah, jarak aku dengan kumpulan mereka sudah sejauh 1 meter, tapi mereka tak ada yang tahu keberadaan ku bila aku sudah akan kabur. Biarkan saja aku pergi dari arena balapan itu menggunakan ojek yang ada untuk ke ndalem.

Pastinya Gus Athar tahu akan pikiran jenius ku ini melihat mereka sedang bergulat sendiri dan kesempatan yang akhirnya untuk kabur. Beruntung juga tadi sugus membawa hp, jadi ketika aku sudah kembali ke ndalem, aku akan menghubunginya.

Saat ini kedua motor dari sang pemilik itu akan menuju garis finish, Langit lebih unggul dari Gus Athar. Ketika Gus Athar ingin mencoba menyalip, tak ada celah ketika motornya akan melaju. Ia mencari cara, taktik yang di gunakan Langit begitu rumit. Memang benar, ia jangan menganggap remeh sang lawan sebelum tahu siapa yang menang.

Hingga di tikungan untuk terakhir kalinya namun begitu tajam, konsekuensi ketika gagal lebih banyak di banding lolos, dan mengejar kecepatannya dari Langit. Tapi ini demi martabat istrinya seorang, Gus Athar akan melakukan apapun demi diriku.

Halalin Hazna, Gus! [END]Where stories live. Discover now