Epilog + Extra Part

24.1K 1.4K 58
                                    

•••

Lika-liku masalah yang telah terjadi di masa lalu sudah tersimpan kelam dalam ingatan, sekarang waktunya fokus ke masa depan bersama keluarga kecilku. Dari masa aku menaruh cinta, munculnya buah hati, melihatnya orang meninggal di tempat, dan begitu banyak lagi pengalaman yang sudah terjadi.

Kenangan buruk akan aku jadikan pelajaran, tidak apa. Semuanya pasti akan ada jalan keluar yang indah, seperti sekarang. Aku melihat anak perempuan ku begitu senang bermain air di halaman rumah yang saat ini aku dan suamiku memilih memiliki rumah sendiri. Impian Mas Athar yang sudah terencana ini cukup membuat kami serba berkecukupan.

Azizah sangat suka dengan air, apalagi air hujan. Ia anak yang ceria, sifatku menurun padanya.

"Umma, apa benal kalo Bang Hazbi akan pelgi ke Oman?"

Anak berumur tiga tahun ini bertanya padaku dengan raut wajah sedihnya. Aku mengelus rambut nya yang hitam, Azizah masih belum ingin memakai kerudung, aku pun tidak ingin banyak memaksa.

"Iya, sayang." Aku menjawab seadanya.

Kepala Azizah semakin menunduk ke bawah, pertanda ia tak ingin kehilangan sang kakak. "Kalo Izah ikut Abang, boleh kan, Umma?"

Kilatan bahagia muncul seketika sebelum jawabanku membuatnya kembali bersedih. "Enggak boleh dong, sayang. Abang ke Oman untuk menuntut ilmu seperti Abba kamu di waktu kecil, bukan main-main air."

"Emang Zizah mau di sana nggak bisa main kaya gini? Harus lihat buku terus loh," terang ku sontak saja Azizah menggeleng pelan.

"Gak! Zizah mau main ail."

"Ayo Bang Hazbi! Silam bunganya yang banyak bial hidup!" seru Zizah berlari menghampiri Hazbi yang sedari tadi mendengar pembicaraan antara ibu dan adiknya itu.

Aku berdecak gemas melihat kaki kecil Azizah berlarian. Tanpa melihat waktu berapa lama aku mengawasi anak-anak, pinggangku merasakan kehangatan. Sepasang tangan melingkar erat di susul oleh kepala yang terjatuh di bahuku.

Wangi-wangian ini juga sudah sangat familiar. "Kok nggak salam?"

"Tadi udah, tapi kamu nggak denger." Lalu satu kecupan mendarat di pipiku.

"Emm, gimana tadi kamu periksa cabang kedai bakso kamu? Baik-baik aja, kan?"

"Baik sayang, Omsetnya tambah naik."

"Tapi aku ada sedikit kabar dari ndalem. Setelah Umi meninggal, kondisi Abi dari semalam sudah sangat drop. Kita mungkin harus akan selamanya menetap di sana lagi, buat Fadhlan sendiri juga nggak memungkinkan untuk menjaga Abi. Putri sedang hamil tua. Apalagi Neira yang sekarang sedang fokus mengajar di pesantren, dia akhir-akhir ini lagi sibuk. Kamu setuju?" usulnya membalikkan tubuhku.

Aku mengangguk seraya memeluknya untuk memberi ketabahan. "Tentu aku setuju, Mas. Apa kita juga tunda dulu untuk mengantar Hazbi ke Oman?"

"Untuk itu jangan ditunda, malam ini juga penerbangan Hazbi sudah Mas atur dari jauh-jauh hari. Setalah mengantarkan Hazbi kita langsung ke ndalem."

"Baiklah. Mas masuk dulu aja, aku mau ngurus anak-anak buat mandi. Nanti aku gantian urus bayi besarnya Hazna," goda ku berlangsung akan pergi.

Halalin Hazna, Gus! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang