12. Bad day

17.4K 1.7K 32
                                    

•••

Aku sekarang hanya lebih banyak diam, jemputan mobil milik keluarga umi dan abi sudah sampai. Aku dengannya duduk di kursi yang berbeda, sugus lebih memilih di depan bersama sang supir untuk mengobrol bersama. Tatapan ku sama sekali hanya terfokus pada jalanan malam hari yang di penuhi pengendara lalu lalang lainnya.

Tidak ada kata lain selain kesepian, walaupun ada 2 orang lainnya dalam mobil tapi perbincangan bersamaku sama sekali tidak mereka interasikan. Masa-masa seperti ini lah aku rindu dengan abang dan bunda.

Untuk menghilangkan rasa itu lebih baik aku tidur saja, perjalanan masih panjang ini cukup membuat aku lelah dan mengantuk. Aku tertidur dengan mendekap boneka panda yang sudah aku beli saat jalan-jalan di pusat keramaian.

Masih dalam terlelap bahuku seperti di goyangkan sesuatu, aku berdecak dengan mata masih tertutup. Sepertinya posisi dudukku sudah berubah, kepalaku bersandar pada sesuatu yang lebih nyaman dari bantalan kursi.

"Ehmm, jangan gangguin Hazna tidur, Bunda," gumam ku menyingkirkan tangan itu yang beberapa kali menyentuh area pipi.

Bukannya berhenti malah tambah usil, bibir ku di jepit oleh kedua tangan besar yang terasa sangat dingin. Monyong-monyong tidak jelas dapat di lihat oleh Gus Athar dengan senangnya dia melakukan hal itu.

Oke, sepertinya acara tidur ku sangat terganggu. Aku pun memilih membuka mata dan pandangan pertama yang aku lihat adalah wajah datar khas sugus. Aku menatapnya diam ketika wajah dia tiba-tiba saja maju lebih dekat.

Mau apa itu suamiku? Apa....

"Perut kamu butuh asupan makanan," ucap Gus Athar melengos kan kepalanya menuju telinga ku.

Padahal aku sudah bersiap-siap dengan menutup mataku, tapi sayangnya itu bukanlah hal yang aku inginkan.

"Cuci muka dulu wajah kamu, saya lihat ada kotoran kecil di selipan mata kamu," pungkasnya membuat aku sangat malu sekali.

Aku turun dari mobil dengan langkah lesu, untung sudah wajahku sekarang sudah lebih bersih dan cantik. Polesan make up natural aku hias untuk wajahku tipis-tipis, tapi rasa malu ketika sugus tahu bahwa mataku belekkan masih terngiang-ngiang.

Sepertinya bila di dekatnya aku selalu saja merasa malu sendiri.

"Gus harus selalu di dekat Hazna, banyak banget wanita genit liatin Gus terus!" sebal ku menempelkan tubuh lebih dekat padanya.

Sugus membawa ku untuk makan di pinggir jalan, walau aku merasa tidak higienis tapi asalkan bersama suamiku aku akan tetap menerima hal itu. Aku membuka ragu-ragu suapan untuk mulutku ini, sate ayam khas pedagang kaki lima.

Mungkin karena kemewahan ku dulu masih menempel pada jati diriku, menjadikan aku harus lebih bisa ikhlas lagi.

Sekarang hidupmu sudah jauh beda dari masih bersama keluarga mu Hazna, kamu harus ingat status mu sebagai istri dari seorang Gus Athar, batinku.

Kenikmatan ketika beberapa suapan sudah masuk itu tiada lagi yang bisa di bandingkan dari apapun. "Sekali-kali atau berkali-kali juga boleh, Gus harus bawa Hazna makan sate ayam di sini lagi, ya?" harap ku masih menguyah.

"Enak banget bumbu kacangnya, ayamnya juga empuk, nggak alot. Paling suka lagi ini nih, ada sambel pelengkap, uwahhh nikmat, Gus!"

Melihat aku memakannya begitu lahap senyum kecil Gus Athar tampilkan. "Insya Allah, saya akan ajak Neira juga. Dulu dia yang ngerekomendasikan tempat ini," balasnya membuat raut wajahku berubah lesu.

Halalin Hazna, Gus! [END]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora