18. Kejujuran

17K 1.8K 7
                                    

•••

Dengan setia tangan Gus Athar masih mengelus-elus sesuatu itu meski masih tertutup oleh mukenah. Pria itu menghela nafasnya panjang ketika waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB.

Melihat wajah kelelahanku yang tertidur di atas sajadah membuat Gus Athar merasa iba karena, dia menganggap bahwa aku kelelahan olehnya yang padahal opini itu memang benar.

"Bagaimana tidur kamu, apa bunyi kentut saya membuat kamu terbangun?" ringis Gus Athar bertanya, untung saja tidak bau.

"Nggak bau, Gus. Jangan di tutupin hidung Hazna."

Gus Athar menggaruk kepalanya meski tak gatal, dia menatap ku dengan pandangan malu. "Takutnya bau, lalu kamu jadi ilfil sama saya."

"Masa masalah kentut bisa ilfil, Hazna sih fine-fine aja," cibirku. "Yaudah, ayo Gus keluar. Hazna tadi ketiduran sampe lupa bantuin Umi nyiapin sarapan pagi, Umi nggak marah kan, Gus?"

"Umi pasti ngerti kondisi kamu yang kecapekan," sela sugus menenangkan ku dan menggandengku dengan tangan besarnya.

Banyak ruang di tangan Gus Athar, terlebih memang tanganku sangat kecil.

Sesampainya di meja makan hatiku mencelos melihat Neira sudah duduk manis, gadis itu sepertinya sangat akrab dengan umi. Di lihat umi menikmati pembicaraan dengan Neira.

Aku duduk canggung ketika semua makanan sudah tersedia, sepertinya Neira yang memasak karena tadi aku mendengar pujian dari umi mengenai makanan yang Neira masak. Jadi siapa yang menantu di sini?

"Haha, Umi ku tercinta ini suka banget bikin Nei salting," gemas Neira masih menghiraukan kehadiranku.

"Ehem."

Setelah sugus berdehem ringan, umi dan Neira mengalihkan perhatiannya padaku dan suamiku. Aku hanya tersenyum canggung.

"Eh mantu Umi udah bangun," tukas umi baru menyambutku.

"Maafin Hazna ya Umi nggak bisa bantu-bantu tadi pagi, ketiduran di paha sugus sampe bangun-bangun udah telat aja." Aku mengatakannya dengan sengaja.

Umi Azizah terkekeh pelan, dan di lanjut dengan bunyi pijakan kaki dari atas tangga. Rupanya abi datang bersamaan dengan Gus Fadhlan yang pakaiannya sudah rapi sedemikian rupa. Berbeda dengan Gus Athar masih acak-acakan.

"Itu bukan tugas kamu lagi, Nei," cetus umi membuat tangan Neira berhenti untuk mengambilkan porsi nasi beserta lauk pauk di piring Gus Athar.

Neira menepuk jidatnya, "Aish, Nei lupa kalo Mas Biyan ternyata udah punya istri."

"Lagian kebiasaan Mas Biyan sih kalo nggak di ambilin nasi sama Nei nggak mau makan," sungut Neira mengadu.

Aku hanya memperhatikan setiap gerak-gerik santriwati itu, yang aku kenal dari Neira ialah teman dari Putri dan juga Erin. Lalu apa hubungan sebenarnya antara Neira dengan keluarga suamiku ini?

"Kan sekarang beda, jadi kamu duduk aja. Biar Hazna yang nyiapin porsi makan buat Byan," kata umi di sambut baik oleh Neira dengan senyuman lebar.

"Siapp, Nei mau ambilin nasi buat anak Umi satu lagi yang belum menikah," kekeh Neira tahu jika sedang menyindir Gus Fadhlan.

Halalin Hazna, Gus! [END]Where stories live. Discover now