19. Lembaran baru

16.5K 1.6K 7
                                    

•••

"Tapi, ya Gus. Waktu itu kan Hazna mau panggil Gus dengan sebutan Mas, kenapa nolak?"

Aku bertanya dalam dekapannya, masih berfikir mengapa hal demikian tidak boleh aku katakan.

"Geli, Na," jawab Gus Athar tidak masuk akal.

Geli? Lalu bagaimana dengan Neira yang memanggil suamiku ini dengan Mas, walau aku tahu bukan dengan sugus sendiri tapi masih ada Gus Fadhlan juga. "Geli nya gimana coba?" ucapku penasaran.

Gus Athar meringis sekiranya dia salah bicara. "Kamu kan istri saya, masa kamu ingin manggil saya sama kaya Nei."

"Panggilan lebih romantis lebih banyak, Na. Dan saya lebih suka kamu manggil saya Aa, tapi di hal tertentu saja."

Iya juga ya, kalo aku panggil Gus Athar dengan Mas berarti aku adiknya juga bukan istrinya. Baiklah, alasan sugus masih bisa aku terima. Tapi Gus Athar tidak tahu saja mayoritas keluarga ku yang berada di suku Jawa memang seringkali memanggil untuk para suaminya dengan sebutan 'Mas.

"Hazna yang geli, Gus," sahut ku.

"Kenapa Geli?"

"Ya geli aja, pokoknya geli," ulang ku masih berkata sama.

Melihat respon ku cukup membuat Gus Athar bertanya penuh penasaran. "Tapi ... Ya sudah senyamannya kamu, asal jangan Mas."

"Oke, Sayang!" kelakar ku membuat telinga Gus Athar memerah.

Gus Athar bisa bushing juga!!

"D-dan sayang juga tidak boleh," tegur Gus Athar dengan suara terbata.

"Banyak larangannya ih! Nggak like," cemberutku kesal.

Oh ayolah, tidak ada adegan bujuk membujuk apa? Selama 20 detik ini aku didiami, sugus masih tidak peka.

"Karena sayang itu panggilan khusus untuk saya ke kamu," bisik Gus Athar tepat di telingaku.

Hei jantung! Bagian organ dalam di tubuh setiap manusia, terutama tubuh seorang putri cantik ini. Apa kau masih aman di sana? Semoga saja gombalan entah keberapa kali darinya tidak membuatmu lepas dari sana. Mohon untuk kerja samanya.

Dag Dig Dug! Dag Dig Dug!

Begitulah bunyi jantungku yang berdebar tak karuan, berulang kali hingga sampai terasa ketika tangan ku merasakan walau di luar kulit.

"Hazna harus berterimakasih sama Bang Sauqi," ucap ku terasa masih ingin pingsan.

"Hm? Mengapa kamu selalu berpikiran bahwa Sauqi yang mengajarkan saya, yang padahal saya belajar langsung pada Abi. Beliau banyak sekali mengajarkan saya cara menaklukkan hati seorang wanita, dan begitulah sampai hingga saat ini Umi bisa sejatuh cinta sama Abi."

Senyumku semakin melebar. "Beruntungnya Umi memiliki seorang Suami yang tanpa belajar bisa menggombal begitu mudah."

"Kata siapa? Sebenarnya juga ada dalam buku catatan, tapi saya malas untuk membacanya. Jadi saya minta cara langsung saja ke Abi yang sudah pro."

Sungguh jawaban yang tidak ingin aku dengar. "Bisa bohong sedikit nggak sih, Gus?!" dengus ku meliriknya tajam.

Alis Gus Athar menyatu, dia memegang kedua bahuku. "Saya tidak ingin masuk kedalam golongan orang-orang munafik, dan kamu sebagai istri saya tolong jauhi hal-hal seperti itu. Jika sudah berbohong satu kali maka akan ada kedua, ketiga, keempat, bahkan beberapa kali lagi bisa saja dilakukan."

"Mau dengar bagaimana siksaan ketika orang sering kali berbohong?" tukas Gus Athar membuat aku mengangguk semangat. "Menurut HR. Bukhari seorang pembohong maka mulutnya akan di koyak/robek sampai telinga, siksaan itu akan di berikan untuk orang-orang seperti itu hingga hari kiamat tiba," jelas sugus.

Halalin Hazna, Gus! [END]Where stories live. Discover now