Ryan mengembalikan kartu izin mengemudi Matthew namun tidak untuk kartu identitasnya. Ia kembali menyimpan dalam saku kemejanya.
"Aku akan mengembalikannya tiga hari lagi," Ryan berkata dengan dingin seakan memberikan ultimatum kepada Helena dan Matthew jika dia telah melihat semuanya.
Bukannya marah atau kesal, Matthew hanya menyeringai dan mengangguk. Ia melirik Helena di belakang Ryan lalu berkata, "Aku akan menjemputmu besok pagi."
"Kau tidak meminta izin denganku? Apa kau pikir aku di sini sebuah pajangan?" Suara Ryan semakin dingin membawa jejak ketidakbahagiaan.
"Maafkan ketidaksopananku, Sir. Besok aku berencana akan menjemput Lena ke sekolah."
"Aku tidak mengizinkannya."
"Dad!"
"Aku berjanji akan membawanya dengan selamat ke sekolah. Dan lagi pula, kau memegang kartu identitasku. Jadi, aku tidak akan berbuat macam-macam kepadanya."
Ryan memikirkan perkataan Matthew dalam diam. Suara anak muda di depannya terdengar tegas seakan membawa janji. "Hm. Baiklah."
Ryan tahu saat ini Helena yang berada di belakangnya pasti merasa senang bukan main.
"Jika kau membawa anakku ke sekolah. Kau juga harus mengantarnya pulang tepat waktu. Mengerti?"
Matthew mengangguk dengan patuh. "Lebih dari mengerti, Mr. Alexandras."
"Dan jika aku menangkap basah kau mencium anakku lagi, aku tidak akan mengizinkanmu kemari lagi. Paham?"
Matthew meringis dalam hati. "Aku sangat memahaminya."
Dia kemudian melihat Helena yang berada di belakang Ryan. Ia memberikan seringai cerobohnya yang khas dan Helena dengan malu-malu membalas senyumannya.
"Aku akan pergi sekarang."
Helena mengangguk pelan. "Hm."
"Cepat pergi dari sini," Ryan berkata dengan dingin.
"Bye ...." Matthew melambaikan tangan seraya berjalan mundur.
Helena tanpa sadar mengangkat tangannya membalas lambaian Matthew.
Namun ketika mendengar suara ayahnya, "Jangan melambai padanya."
"Oh." Helena refleks meletakkan kembali tangannya di samping tubuhnya.
Setelah kepergian Matthew, Hillary Jenn Alexandras, ibu Helena berjalan mendekati mereka.
"Kau sudah pulang, Sayang?"
Helena berjalan menuju ibunya dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.
"Di mana dia? Bagaimana anaknya? Apa dia tampan? Lalu sikapnya? Apakah dia pria yang sopan? Aku tidak melihatnya ketika kalian pergi." Hillary bertubi-tubi menanyakan tentang Matthew ketika pelukan mereka sedikit longgar.
"Ini hampir jam 1 pagi. Sudah pasti dia anak yang buruk," Ryan berkata membuat Hillary mendengus.
Dan mulailah ayah dan ibu Helena bertengkar menggunakan bahasa Yunani.
"Ξέρω, δεν σου αρέσει." ("Aku tahu kau tidak menyukainya.")
"Φυσικά. δεν ταιριάζει για την αγαπημένη μας κόρη. Setelah dia lulus sekolah, aku akan menjodohkannya dengan putera dari Vasilis Rantos." ("Tentu saja. Dia tidak cocok untuk anak tercinta kita.")
"Oh please ... mereka masih muda. Lagipula kita sudah menjadi warga Amerika. Kita tidak akan kembali ke Athena dan menikahi anak kita dengan anak Vasilis. ποτέ δεν θα."
"o Paris Rantos είναι ένας πολλά υποσχόμενος άνθρωπος." ("Paris Rantos adalah pria yang sangat menjanjikan.")
"Dia pria yang menjanjikan karena ayahnya seorangan miliarder! Jadi apa dia tanpa ayahnya?!"
"Kau tidak setuju dengannya?"
"Φυσικά ναι."
"είναι εντάξει, aku masih memiliki kandidat lain asalkan jangan bocah liar tadi."
Hillary menggelengkan kepalanya menatap suaminya tidak percaya. "Oh Tuhan .... Berhentilah menjodohkan anak kita yang masih kecil. Biarkan dia memilih pasangannya sendiri."
"Anak laki-laki Kelly, siapa namanya? Ia baru saja membuka bisnis—"
Helena memijat pelipisnya ketika percekcokan kedua orang tuanya terus berlanjut. Ketika sampai pada tahap yang membuatnya bergidik, ia segera menghentikan kedua orang tuanya.
"Oke, Dad, Mom. Bisakah kita hentikan pembahasan ini? Aku benar-benar hampir gila, oke?"
"Lihat? Kau membuat anak tercintamu ketakutan." Hillary menatap tajam Ryan.
Ryan terdiam. Dengan polos menatap kedua wanita di depannya. "Aku hanya tidak setuju dengan anak laki-laki tadi."
"Oh Ryan, Cintaku .... Kau tidak bisa seperti itu. Mereka yang menjalani hubungan."
"Oh Hillary, Cintaku .... Kau tidak tahu seperti apa anak laki-laki itu," Ryan berbisik. Karena sepanjang malam kepergian Helena, ia segera menyuruh asistennya mencari tahu mengenai Matthew Parker. Pria yang selalu membuat masalah.
Ryan hendak bersuara kembali, tapi Helena segera menghentikannya.
"Dad ...."
"Fine!" Ryan mengeluarkan sumpah serapah panjang lebar hingga dihentikan Hillary. Ryan menatap putrinya. "Kau yang lebih tahu mengenai dia orang yang seperti apa. Jika itu pilihanmu, aku akan mendukungmu."
Helena dengan cepat berkata, "Aku tidak bermaksud seperti itu, Dad! Maksudku, belum tentu juga kami akan berkencan. Hanya, berhentilah menjodohkanku. Kumohon ...."
"Kami mengerti." Hillary memegang kedua tangan anaknya. "Sudah larut malam. Kembalilah ke kamarmu, Nak.
"Hm. Selamat malam, Dad, Mom." Helena mengangguk patuh. Ia mencium pipi ayah dan ibunya sebelum menaiki anak tangga.
***
Helena menutup pintu kamarnya dengan lelah. Meletakkan ponsel di tempat tidur. Lalu bergerak ke walk in closet untuk menyimpan tas dan mengambil gaun tidurnya. Ia meletakkannya di ranjang. Kemudian berendam di kamar mandi seraya bermain dengan ponselnya.
Setelah memposting fotonya di sosial media miliknya, sebuah pesan masuk.
Helena membukanya dan itu berasal dari Matthew.
Matthew: Sudah tidur?
Helena: Belum.
Tidak menunggu waktu yang lama, pesan baru dari Matthew segera masuk.
Matthew: Bagaimana dengan hari ini? Apakah menyenangkan?
Helena menggigit bibirnya ketika membalas: Sangat menyenangkan. Aku menikmatinya.
Matthew: Kita akan pergi bersama-sama lagi lain kali. Kau tidak keberatan, bukan?"
Helena: Oke.
Matthew: Bagaimana dengan ayahmu?
Seketika Helena terkekeh.
Helena: Sepertinya akan sulit ....
Matthew: Well, sepertinya aku harus lebih giat mencuri hati ayahmu.
Helena tersenyum.
Matthew: Kenapa belum tidur? Apa yang kau lakukan sekarang?
Helena baru saja mengetik 'Aku sedang mandi' tapi setelah dipikir-pikir, ia menghapusnya kemudian menjawab: Nothing much.
Matthew: It's getting late, and you have to wake up early tomorrow. So go to sleep.
Helena menenggelam setengah wajahnya. "K."
Matthew: Sweet dreams, Lena. See you in the morning. Love u.
"Love ... me?" Helena terdiam.
Ia masih menatap dua kata terakhir sangat lama. Matthew ... menyukainya? Bukankah itu terlalu cepat? Mereka baru sekali pergi keluar bersama. Juga, hanya beberapa kali bertemu di sekolah. Bagaimana bisa Matthew langsung menyukainya?
Lalu, Lena? Kenapa pria ini selalu memanggilnya Lena?
Helena: Sleep well yourself.
Helena meletakkan ponselnya di samping dengan tergesa-gesa. Kemudian ia menenggelamkan seluruh wajahnya di air.
He loves me ....
Pria seperti Matthew percaya tentang cinta? Heh, love my ass!
Dia pasti hanya ingin menggodanya. Helena tidak akan terpengaruh hanya dengan kata-kata manisnya.
Berkat pesan itu, Helena jadi tidak bisa tidur dengan baik. Alhasil paginya dia memiliki kantung mata tipis. Helena tidak tahu apakah itu kegelisahan atau kegembiraan. Semua hal menjadi campur aduk hanya karena dua kata tersebut.
Merapikan anak rambutnya ke belakang, Helena sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Berjalan ringan menuju meja makan, ia bisa mendengar suara tawa ibunya. Ketika ia masuk, betapa terkejutnya melihat Matthew sedang duduk dengan santai bersama kedua orang tuanya di ruang makan. Dan ibunya sangat bahagia saat memberikan piring penuh makanan untuk Matthew. Tidak seperti ayahnya yang sangat suram seolah di atas kepalanya ada hujan beserta guntur.
"Terima kasih, Mrs. Alexandras," Matthew berujar sopan dengan seringai memikatnya.
Hillary tersenyum. "Makan yang banyak, jangan sungkan. Jika kau mau, kau bisa datang setiap hari ke sini."
"Aku tidak akan sungkan kalau begitu, Mrs. Alexandras."
"Aku tidak setuju," Ryan menyela dengan datar membuat Hillary memukulnya pelan.
Helena melangkah mendekati mereka dan Matthew melihatnya dari ujung matanya.
"Hey," Matthew menyapanya seraya mendorong kursi Helena sedikit ke belakang, mempermudahkan Helena untuk duduk.
"Hai," balas Helena pelan.
Ryan yang melihatnya seketika mendengus.
Mereka makan dalam diam dengan hawa dingin yang dikeluarkan ayah Helena. Hillary bisa merasakan kecanggungan di meja makan, akhirnya ia kembali membuka suara dan mengobrol dengan Matthew.
"Apa kalian berada di angkatan yang sama?"
"Tidak—"
Belum sempat Matthew menjawab, Ryan sudah menyelanya. "Dia berada di tahun terakhir tahun ini." Ryan menatap Matthew. "Oh ya, aku dengar kau tidak bersekolah tahun lalu. Kenapa?"
Dari perkataan Ayah Helena, sangat jelas bahwa pria itu mencari tahu tentangnya. Lalu, dari tatapannya seolah-olah mengatakan untuk tidak main-main dengan putrinya.
Matthew tidak marah. Jadi sangat mudah untuknya mempertahankan wajah tenangnya. "Aku melakukan pembelajaran di rumah selama setahun karena kenakalanku."
"Kenakalanmu?" Ryan mengangkat sebelah alisnya.
"Aku melewati masa puberku saat itu, Mr. Alexandras. Dan sekarang aku sedang membenahi diri." Matthew tersenyum.
Helena menoleh menatap Matthew di sebelahnya.
Dan sekarang aku sedang membenahi diri.
Dia ... ingin berubah? Benarkah? Dia tidak akan ringan tangan lagi seperti yang dikatakan semua orang mengenainya?
*TBC*
Jangan lupa follow akunku Riri Lidya dan juga instagramku: ririlidya7
Suka chapter ini? Mau aku rajin update???
Vote ⭐️ spam komen 💬 dan share ⌲
Happy reading, Loves!
Riri Lidya:*