Burning Desire

Per TheRealRJune

292K 6.6K 176

21+ Konten dewasa, mohon kebijaksanaan pembaca 🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼 SLOW UPDATE, setiap 2 pekan. Més

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26

Part 18

4.3K 116 3
Per TheRealRJune

*Author POV*

Irene dan Donald sedang sangat serius menyortir beberapa laporan di meja Donald. Admin yang lama meninggalkan beberapa pekerjaan yang belum selesai begitu saja, otomatis Donald dan Irene harus mengulangnya sejak awal.

"Admin nggak becus! Harusnya dia kasih catatan atau apalah, sebelum berhenti. Jadinya kita nggak pusing kayak gini!" cerca Donald memeriksa tumpukan laporan dihadapannya.

"Emang berhenti kenapa, pak, admin yang kemarin?" tanya Irene melakukan yang sama.

"Nggak tau. Tiba-tiba berhenti."

"Mau nikah kali." lanjutnya.

"Oh, dia emang rencana mau nikah?"

"Nggak tau, sih." jawab Donald.

"Orang sini atau perantau?"

"Nggak tau juga." Irene mentap sinis Donald.

"Umurnya berapa?"

"Nggak tau."

"Tinggalnya dimana?"

"Di.... Di..." Donald mencoba mengingat.

"Nggak tau dimana." kata Donald menatap Irene yang sedang menatapnya penuh tanya.

"Kerjanya lama?" tanya Irene lagi.

"Lama nggak, ya? 3 bulan? 4 bulan? Nggak tau juga saya."

"Pak! Masa soal karyawan sendiri banyak nggak taunya! Nggak ada perhatiannya sama sekali." Irene mendengus memisahkan kertas laporan dihadapannya.

"Orang nggak ada pengaruhnya buat saya." kata Donald santai.

"Nanti kalau saya udah nggak kerja disini, bakal diperlakukan yang sama pasti deh. Iya apa iya?" tanya Irene.

"Kamu nggak boleh suudzon gitu. Paling besoknya kalau ketemu dijalan saya udah lupa siapa kamu." kata Donald tersenyum dengan tetap memilah dokumen.

"Tega bener, Ya Allah. Punya saya udah, saya kerjain ini dulu, deh." Irene beranjak ke mejanya.

Donald hanya melirik Irene sekilas lalu beralih ke jam tangannya. Pukul 11:48.

"Irene, makan siang beli pesen atau keluar?" tanya Donald.

"Belum tau, pak. Kalau laporannya lama selesai, mungkin beli pesen aja" jawabnya.

"Gimana kalau kita makan dulu baru ngerjain ini? Biar ada tenaga, gitu."

"Belum jam makan siang, nggak apa-apa, pak?"

"Udah, tenang aja. Ayolah! Kunci pintunya, saya ambil mobil dulu." Donald beranjak mengambil jaket dan kunci mobilnya lalu melangkah keluar kantor.

Irene segera berdiri tanpa membawa tas dan hanya membawa dompet juga ponselnya. Setelah mengunci kantor, tak lupa mengirim pesan singkat pada Adrian tepat sebelum mobil Donald sampai.

*Adrian POV*

Irene:
'Sayang aku makan siang sama pak donald. Kamu jangan kelewat makan siangnya ya'

Pesan baru dari Irene masuk diponselku. Tumben mereka makan siang berdua. Ada apa? Bukannya mereka tidak banyak bertegur sapa? Apa sekarang mereka sudah sedekat itu? Tapi, Irene tak cerita apa-apa.

Dani tengah bersiap untuk pergi. Bagaimana kalau ku tanyakan padanya?

"Dan, ada kabar apa dari lokasinya Donald?" tanyaku hati-hati. Jangan sampai dia curiga.

"Aman kok, kang. Kenapa?" ia malah balik bertanya.

"Nggak, pengen tau aja. Irene betah disana? Donald nggak galak ke dia, kan?" tanyaku lagi tanpa basa basi.

"Keliatannya betah aja, sih. Donald nggak segalak dulu, kang. Juteknya masih, tapi mungkin karna Irene cantik jadi dia nggak bisa galak." kata Dani tertawa.

"Wah, lama-lama bisa dideketin, tuh, si Irene." kataku mencoba menutupi cemburuku.

Tunggu dulu. Bolehkah aku cemburu? Ia memang kekasihku, dan aku sangat menyayanginya. Tapi belum tentu aku dan dia bisa bersama.

"Kemungkinan besar. Waktu itu si Donald tiba-tiba pengen nyari cewek. Dari ceritanya, sepertinya dia udah serius mau cari pacar. Dapetnya malah cewek booking-an." kata Dani memecah lamunanku.

Ku biarkan Dani pergi tanpa menghiraukan ucapannya tadi. Jika benar Donald sedang mencari perempuan untuk dijadikan pacar, ada kemungkinan dia akan mendekati Irene. Aku harus segera memindahkan Irene kembali kesini. Aku harus bertemu dengannya.

Pukul 17:50. Seharusnya dia sudah dirumah menunggu waktu maghrib. Pesannya tadi siang kujawab singkat dan ia tidak membalasnya lagi. Lebih baik ku telpon saja.

'Halo?' jawabnya dari ujung sana.

"Hai, lagi apa?" tanyaku.

'Baru selesai mandi, tadi pulangnya agak lambat. Nanggung'

"Banyak kerjaan, ya?"

'Banget. Pak Donald juga sampe mumet. Ini aja tadi belum selesai tapi karna udah sama-sama capek, dia nyuruh lanjut besok'

Sepertinya baru ini dia lembur. Kasihan gadisku.

"Oh gitu. Habis maghrib aku jemput, mau? Kita makan diluar, yuk!"

'Aku udah beli makan tadi pas pulang. Ini mau nunggu maghrib, terus makan, nunggu isya, terus tidur. Aku capek banget.'

Tumben sekali. Pertama kalinya dia menolakku mengajaknya pergi.

"Jadi nggak bisa keluar bareng aku?"

'Malam ini nggak dulu, ya'

Aku kecewa. Kenapa dengan Irene?

"Kayaknya kamu memang capek banget. Oke!"

'Maaf, ya sayang. Bentar lagi adzan, aku mau siap-siap dulu. Dahhh'

Telpon pun mati. Sepertinya aku berpikir terlalu jauh. Irene hanya lelah.

Ku kirimkan pesan singkat padanya selesai sholat isya. Harusnya ia juga sudah menunaikan sholatnya sekarang.

Me:
Selamat istirahat syg💗

Sekitar 10 menit dia baru membalas pesanku bersama dengan sebuah foto.

Irene:
'Baru siap siap mau tidur hehe iya sayang selamat istirahat juga💕'


Cantik sekali. Gaya andalannya selalu dengan dua jari menutup sebagian wajahnya. Foto ini harus ku simpan. Seandainya bisa, sudah kujadikan sebagai foto layar ponselku. Tapi untuk sekarang, foto Fira masih terpasang rapih. Bicara tentang Fira, aku berjanji menelponnya malam ini.

Aku mencoba melakukan panggilan video ke Dian. Lama tak ada jawaban. Ku ulangi kedua kalinya. Kali ini bukan tak ada jawaban, melainkan deringku yang mati. Ia menolak panggilan videoku. Kemudian ia mengirim pesan.

Dian:
Aku msh diluar beli makan. Nanti ku tlpn lg

Pesan dingin seperti biasa. Hambar. Aku juga tak merasa harus membalas pesannya dengan manis.

Me:
Ya. Nanti lgsg tlpn kl sdh plg

Tidak dibalas. Tidak juga dibaca.

Belakangan aku lebih sering memikirkan masa depanku jika saja aku memilih Irene. Apalagi setelah kembali ke Jakarta tempo hari. Ketika berhubungan dengan Dian, entah kenapa aku merasa tidak nyaman. Mungkin karena aku memikirkan Irene selagi melakukannya. Tapi anehnya, aku juga merasa Dian memalsukan orgasmenya. Sepertinya dia tidak menikmati perpautan kami. Memang sudah lama sejak terakhir kami melakukannya, tapi ingatanku tak bodoh. Tubuhku juga paham saat partner ku yang biasanya sangat bergairah berubah.

Aku pun sama. Aku tak merasa begitu bernafsu melihat tubuh istriku. Bukan karena ia lebih gempal atau karena aku sudah sering bertemu tubuh indah Irene yang masih muda. Saat itu ku lakukan semua karena ku pikir ia membutuhkannya. Meskipun aku sebenarnya lelah, demi dia aku masih memberikan servis terbaik. Aku tak sepenuhnya suami brengsek.

Lamunanku buyar saat notifikasi pesan dari Dian masuk ke ponselku. Dia sudah sampai rumah dan menyuruhku menelponnya. Tentu saja langsung ku lakukan. Alasan utama tentu Fira, aku berjanji menelponnya malam ini. Bukan karena istriku menuyuruhku demikian.

*Donald POV*

Malam ini aku akan menikmati beberapa kaleng bir yang tersisa di lemari es ku sembari meluruskan tubuhku yang ku paksa lembur sore tadi. Dengan ponsel menyala di tangan kananku, aku berpikir keras. Perlukah ku kirim pesan ini? Sejak tadi ku pandangi layar ponselku yang menunjukkan ruang obrolan kosong yang sebelumnya tak pernah ada pesan.

Me:
Maaf km jd hrs lembur tadi. Besok boleh dtg lebih siang. Sy ada urusan diluar  jd tdk ada di kantor.

Begini saja sudah benar, kan? Kenapa aku ragu mengirimkan pesan singkat ini pada Irene? Dadaku berdegup. Tanganku dingin. Ada apa ini? Apa aku mabuk setelah menghabiskan sekaleng bir saja? Pesan ini wajar dikirim oleh atasan kepada bawahannya, bukan? Atau ini berlebihan?

Ku lirik jam dibagian atas layar ponselku. Masih pukul 20:17, baru beberapa menit yang lalu masjid di ujung gang rumahku berhenti bersuara. Artinya sholat isya baru saja selesai. Harusnya dia belum tidur jam begini. Setelah menerima pesanku, ia akan kegirangan dan membalasnya dengan cepat. Aku yakin. Ku teguk sekali bir ku dan ku tekan tombol kirim berwarna biru itu, lalu ku letakkan ponselku di meja.

Bir kedua ku sudah ludes. Ku lihat jam dinding menunjukkan pukul 20:35. Hampir 20 menit dan ponselku masih belum ada balasan. Ku buka kembali ruang obrolan Irene. Centang dua abu-abu belum berubah sejak tadi. Mungkin dia sedang makan malam.

Ku letakkan kembali ponselku ke tempat semula lalu beranjak mengambil kaleng ketigaku. Aku cukup kuat jika berhadapan dengan alkohol. Terlebih karena aku tidak tahan mengingat apa yang ku lakukan saat mabuk. Aku akan jujur pada apa yang kurasakan dan tak takut untuk menyuarakannya. Dulu aku juga sering berkelahi dengan orang asing di bar atau di klub malam ketika aku mabuk.

Awalnya aku tak begitu suka dengan alkohol. Tapi hari itu, hari pertama aku pergi minum hingga pingsan. Semua hanya karena gadis brengsek yang menolak lamaranku. Aku menangis tersedu di cafe di kotaku. Kakiku tak punya kekuatan untuk mengejarnya yang tersenyum pada lelaki yang merangkulnya saat itu.

Mobil mereka menghilang dari hadapanku. Saat itu aku berdiri dan keluar mencari bar disekitar. Aku duduk memesan minuman terkuat yang bisa disajikan pramutama disana. Pramutama pria itu tersenyum seakan mengolokku yang masih berlinang air mata.

Gelas kecil terisi dengan cairan bening berbau tidak enak. Aku tak mengerti jenis minuman, aku tak tahu cairan apa yang akan ku tenggak. Bahkan jika ini racun tikus pun aku takkan tahu. Dalam sekali tegukkan, ku kosongkan gelas itu. Pahit dan rasa terbakar menjalar di tenggorokkan ku. Sungguh tidak nikmat.

"Apa terlalu pahit? Saya bisa siapkan yang sedikit lebih manis" tawar pramutama itu. Aku hanya mengangguk.

Kini ia menuangkan cairan berwarna kecoklatan ke dalam gelas. Tanpa pikir panjang segera ku tenggak untuk menghilangkan rasa pahit yang tadi. Rasanya sedikit lebih manis, tapi rasa terbakar itu malah makin menjadi. Aku terbatuk pelan. Kupikir dadaku juga merasakan rasa terbakar itu.

"Apa dada Tuan sakit? Memang begitu kalau baru pertama kali minum alkohol. Akan terasa pahit dan sedikit terbakar di tenggorokan. Tapi itu tergantung pada perasaan yang Tuan rasakan. Kalau pahit, itu artinya hari yang Tuan lewati sedang nggak baik. Kalau manis, artinya hati Tuan sedang gembira." kata si pramutama lagi.

Kata-katanya menancap di otakku sejak hari itu. Ku habiskan waktu 2 jam duduk dengan setiap tegukkan yang ia tuangkan. Hingga aku tak sanggup mengangkat kepalaku. Pramutama itu bilang aku sudah mabuk dan harus berhenti minum. Sesaat sebelum ku keluarkan dompetku, pandangan ku buram. Setelahnya, aku tak ingat apa-apa.

Esok harinya aku terbangun dikamarku. Kepalaku pusing, perutku sakit. Bagaimana aku bisa berakhir dirumah? Ku edarkan pandanganku ke penjuru kamar. Jaketku tergantung sempurna di belakang pintu. Dompet dan ponselku ada diatas meja. Dengan cepat kuraih ponselku dan menemukan sebuah pesan dari Tiara.

Tiara💙:
Untung aku gk nerima lamaran km ya.. ternyata km hobi minum dan habisin uang ortu km! Inget donald km tuh gk kerja, duit itu punya mami km! Dasar anak mami! Aku gk mau diganggu lagi ya!

Apa maksudnya ini? Aku periksa panggilan keluar terakhirku dan menemukan satu panggilan keluar ke nomornya. Aku tidak ingat apa-apa dan segera berlari mencari mami.

"Mi, tadi malam gimana Donald pulang?" tanyaku pada mami yang sedang duduk santai di ruang makan.

"Cewek itu yang antar. Katanya, orang bar telpon ke nomor dia dari HP kamu bilang kalau kamu mabuk berat sampai pingsan. Donald, mami nggak tahu kamu doyan minum, sejak kapan?" mami malah balik bertanya padaku.

Orang bar pasti hanya menelpon nama terakhir yang ku hubungi kemarin. Sial! Aku kembali ke kamar tak menghiraukan mami yang menuntut jawaban dan penjelasan bagaimana aku menghabiskan jutaan rupiah di bar semalam.

Sejak hari itu aku terus minum alkohol. Beberapa kali aku tak sadarkan diri dan bahkan dibawa kerumah sakit. Mami juga mengambil kartu kredit yang ia berikan karena aku sudah menghabiskan banyak uang untuk minuman. Aku hanya mencoba untuk mencari rasa manis yang pramutama itu bilang. Tapi hingga hari ini, belum pernah sekalipun aku merasakannya.

Bir ditanganku sudah setengah kosong. Ku periksa kembali pesan yang ku kirim ke Irene. Masih tak berubah. Jam sudah hampir pukul 21:00. Biarlah! Aku tak peduli apa dia membaca pesanku atau tidak. Ku habiskan birku dengan sekali minum, kini bir itu pun jug terasa pahit.






*yuhuuuuuuuuuuu mau ngomong apa gatau deh hahaa udah bersambung lagi etdahhh update nya lama pas update gak lama. Suek bener thorrrrrr

Gpp ya tetap dukung Irene dan Ian. Dukung pak Donald juga huhu

Yuk di vote dan komen, berikan kritik dan saran untuk cerita ini dan jangan lupa share cerita ini ke temen temen readers kalo menurut kalian cerita ini bagus❤️

Silahkan follow akun instagram author di @/rnthi atau di twitter @/bucinnyaelsa ya kita bisa ngobrol bareng atau sharing bareng

Terimakasih semua be healthy and be happy ya 🖤🖤*

Continua llegint

You'll Also Like

Love Hate Per C I C I

Literatura romàntica

1.4M 121K 27
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
LOVEHOLIC Per 𝖆𝖈𝖍𝖆★

Literatura romàntica

5.1M 274K 54
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
577K 39.9K 61
Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia menikah dengan yang lain. Set...
Naughty Nanny Per 🐻🐶

Literatura romàntica

6.2M 318K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...