Finding My Ring

Por desi_nta

11.7K 1.1K 179

Kinan kehilangan cincin tunangannya. Cincin itu merupakan cincin turun temurun keluarga kekasihnya yang memil... Más

Hello Dears...
1. Before Engagement
2. Engagement Day
3. Tour Planning
4. Secret Affair
5. Fixed Tour
6. Tour Beginning
7. Sky Wing
8. Bromo Mountains - 1
9. Bromo Mountains - 2
10. Lombok Island - 1
11. Lombok Island - 2
12. Stop The Journey
13. Back to Jakarta
14. Where is My Ring?
15. The Search Begins
16. Back to Malang
17. Search in Lombok - 1
18. Search in Lombok - 2
19. Accidentally
20. His Attention - 1
21. His Attention - 2
22. His Attention - 3
23. Box Package
24. Pandora's Box
26. Decision
27. The Surprise

25. Meaning of The Ring

377 40 5
Por desi_nta

Ilham dan seorang petugas hotel berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka. Wajah Ilham tampak khawatir, sedangkan petugas hotel terlihat kebingungan karena tidak mengerti kenapa dia harus membuka pintu kamar tamu tanpa izin. Ilham memaksanya dengan ancaman akan melapor pada polisi jika terjadi sesuatu padaku di dalam kamar sendirian. Dari mana laki-laki itu tahu aku sedang dalam kondisi gamang? Selain itu, bagaimana caranya dia menemukanku di sini?

Petugas hotel pamit undur diri, meninggalkan Ilham yang masih berdiri menatap tajam padaku. Suasana berubah canggung, terlebih ketika Ilham masuk dan pintu menutup di belakangnya. Padahal, baru beberapa jam yang lalu kami berpisah di bandara, tapi sekarang kami bertemu lagi.

Sial! Jantungku tidak juga mau diam. Bukan, maksudku tidak mau tenang. Debarannya kian cepat sejalan dengan semakin pendeknya jarak di antara kami karena Ilham yang terus berjalan ke arahku.

Ilham berhenti dua jengkal sebelum menabrakku. Tatapan khawatirnya tadi berubah kesal. "Apa yang ingin kamu lakukan barusan?" tanyanya dengan suara dalam dan tertahan.

"Eh, a—ku...." Aku tidak mampu menjawabnya. Bukan karena tidak memiliki jawaban, tapi tiba-tiba otakku blank berada sedekat ini dengannya.

"Kuulang lagi. Apa yang ingin kamu lakukan barusan?" Kata terakhir diucapkannya penuh penekanan.

"Ng—nggak ada," jawabku gugup.

Ilham memicingkan matanya, seolah mencari kebenaran lewat mataku. Detik-detik mendebarkan karena tatapannya yang terasa seperti menembus jantungku. Selanjutnya, suara embusan napas leganya terdengar dan tatapan menyelidiknya berubah lunak. Lalu, tanpa terduga, Ilham menarikku ke dalam dekapannya. Detak jantungnya terdengar cepat di telingaku. Secemas itukah dia padaku?

"Kamu bikin aku takut, benar-benar takut," ucapnya sungguh-sungguh.

Aku yang awalnya sempat teralihkan pada sakit hati yang disebabkan pengkhianatan Freddy, kini teringat kembali. Dan tanpa bisa ditahan, air mataku mengalir. Aku terisak di dada Ilham. Merasakan perhatiannya, entah kenapa membuatku semakin ingin menangis. Freddy yang sudah berpacaran denganku selama tiga tahun, rasanya tidak pernah mencemaskanku sebesar rasa cemas Ilham saat ini. Kenapa Freddy yang justru seharusnya lebih mengerti aku, malah dia yang paling menyakitiku?

Sadar aku menangis dalam pelukannya, Ilham mempertahankan posisinya sambil menunggu isakanku mereda. Tangan kanannya mengusap kepalaku, sementara tangan kirinya menepuk pundakku dengan lembut. Rasanya aku tidak ingin menyudahi perasaan nyaman ini.

Perlahan tangisanku terhenti. Aku menjauhkan tubuhku dan melepaskan diri dari pelukan Ilham seraya mencoba menghapus jejak air mata. Ilham menundukkan diri, menyejajarkan wajahnya dengan wajahku.

"Tahu nggak, kamu jelek kalau lagi nangis," ejeknya dengan wajah tanpa ekspresi.

Dalam keadaan normal, sepertinya aku bakal kesal dan langsung marah mendengar ejekannya. Namun anehnya, aku malah geli dan tanpa sadar tersenyum padanya.

"Begitu lebih baik," katanya sambil menepuk ringan kepalaku.

Suasana kembali canggung. Aku bingung harus apa dan kulihat Ilham juga seperti salah tingkah.

"Sepertinya aku terlalu ikut campur, ya? Maaf kalau aku membuatmu tidak nyaman." Ilham mengusap bagian belakang lehernya dengan canggung.

Aku segera menggeleng. "Nggak. Aku nggak terganggu. Aku ... terima kasih." Kata terakhir kuucapkan dengan pelan dan kepala menunduk.

"Kamu kenapa?"

"Terima kasih ... karena sudah mengkhawatirkanku."

Ilham tersenyum. "Sebenarnya ini di luar kendaliku. Tidak tahu kenapa, sejak perjalanan kemarin, aku merasa kamu sedang dalam tekanan, dan itu menggangguku. Membuatku ingin menghiburmu. Lalu saat di bandara, sebenarnya aku ingin mengantarmu pulang, memastikanmu sampai dengan aman di rumah, tapi kupikir itu akan membuatmu tidak nyaman. Selain itu, kamu bilang ada yang akan menjemput."

Ilham menarik napas dan mengembuskannya, lalu melanjutkan. "Tapi, tidak kusangka melihatmu lagi di lobi dengan wajah frustasi dan tergesa-gesa berlari ke lift setelah mendapatkan kunci kamar. Tanpa pikir panjang, aku mengejarmu dan meninggalkan seorang wanita menunggu di bawah, sementara aku memastikanmu tidak apa-apa di sini."

Mendengar penjelasan panjang lebar dari Ilham sungguh membuatku tersentuh. Seketika hatiku menghangat. Namun, di bagian kata 'seorang wanita' sedang menunggunya, membuatku terusik. Tiba-tiba sudut hatiku berdenyut nyeri. Ada apa denganku? Padahal, bisa jadi saat ini aku sedang mengacaukan acara kencan Ilham. Akan tetapi, bagian hatiku yang lain merasa girang karena Ilham lebih mementingkanku dibandingkan wanita-tidak-tahu-siapa itu.

Ya Tuhan, Kinan! Ada apa denganmu?! Aku segera mengenyahkan perasaan girang yang aneh itu dari pikiranku.

"Sepertinya aku sudah mengacaukan acaramu," kataku hati-hati seraya melirik perlahan ke arah Ilham.

Kupikir akan melihat wajah kesal atau tidak suka Ilham, tapi dia justru tersenyum. "Aku malah ingin berterima kasih karena teralihkan dari acara perkenalan itu."

"Hah?! Apa?!" kataku dengan kepala terangkat cepat, tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.

"Terima kasih karena menyelamatkanku dari acara perkenalan yang tidak kuinginkan itu." Ilham mengatakannya sambil tersenyum memamerkan deretan gigi depannya yang rapi.

Mendengar kejujurannya, wajahku menghangat. Apa ini artinya Ilham tidak menyukai wanita itu dan lebih memilihku? Oh, Tuhan, Kinan! Berhentilah berpikir yang tidak-tidak! Ilham bersikap baik karena dia kasihan padamu yang kebingungan mencari cincin yang sampai saat ini belum kamu ketahui keberadaannya, ucap bagian diriku yang masih waras.

Aku kembali teringat cincin tunanganku yang hilang. Seketika foto cincin yang kulihat di album saat di apartemen tadi kembali terbayang. Di mana lagi aku harus mencari cincin itu?

Kenapa ini begitu rumit? Di saat aku kebingungan mencari cincin, Freddy dengan mudahnya mengkhianatiku dengan wanita lain. Atau barangkali selama ini aku yang tidak sadar kalau dia sudah berkhianat?

Melihatku diam termenung, Ilham bertanya khawatir. "Ada yang kamu pikirkan?"

"Aku berpikir ingin menemukan cincin itu secepatnya dan mengembalikan pada pemiliknya."

"Pada pemiliknya? Bukannya cincin itu milikmu? Cincin tunanganmu?" Ilham kembali bertanya karena bingung dengan jawabanku.

Seketika mataku berkaca-kaca. Susah payah aku menahan untuk tidak menangis, tapi gagal. Air mata itu jatuh juga.

Ilham terkesiap, terkejut melihat responsku atas pertanyaannya. "Ma—af, maaf. Apa aku menyinggung perasaanmu?"

Aku tidak kuasa menjawab. Isakan kembali menguasaiku. Air mataku turun tak terelakkan. Pundakku bergetar menahan rasa sakit dan putus asa.

Melihatku begitu menyedihkan, Ilham kembali menarikku dalam dekapannya dan berkata dengan lembut. "Tidak apa-apa. Tidak perlu menjawab. Tidak ada yang akan memaksamu. Tidak aku, tidak juga siapa pun."

Sungguh, ingin sekali kuungkapkan segala hal pada Ilham. Aku tahu perhatiannya tulus untukku, tetapi aku tidak siap. Sebagian diriku masih ingin berharap hubunganku dengan Freddy baik-baik saja. Aku hanya kehilangan cincinku dan akan menemukannya kembali, lalu melanjutkan pertunangan dengan Freddy dan hidup bahagia dengannya. Namun, melihat kenyataan yang bertubi-tubi muncul, membuatku berpikir ulang, hubungan seperti apa yang sebenarnya sedang kujalani dengan Freddy? Lalu, apa arti cincin itu baginya dan juga bagiku?

Aku melepaskan pelukan Ilham dan berusaha tersenyum padanya. "Aku ingin sendiri, bisa tinggalkan aku? Aku janji nggak akan melakukan hal bodoh apa pun. Aku hanya ingin sendirian sekarang."

Ilham diam sebentar seraya menatapku dengan iba, lalu mengembuskan napas. "Baiklah. Aku akan keluar dari kamarmu, tapi tidak dari hotel ini. Setelah baikan, kamu bisa menemukanku di lobi. Aku tidak akan ke mana-mana."

"Terima kasih." Hanya itu yang bisa kukatakan untuk semua perhatiannya saat ini.

Ilham keluar dari kamarku dan menutup pintunya dengan pelan. Sementara aku menenggelamkan wajah di atas bantal dan kembali menangis, berharap ini akan menjadi air mata terakhir sebelum aku benar-benar memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Freddy.

^o^

Terima kasih untuk kalian yang sudah setia mengingatkan saya untuk melanjutkan cerita ini. Jangan bosan ingetin saya yak, apalagi sekarang ada naskah baru yang lagi saya kerjakan bareng partner di event KarMa 4. Siapa tahu kalian tertarik baca cerita tentang keluarga, silakan mampir di cerita Rumah Warisan yang ada di work saya dan juga partner saya, Kak Andini.

Ok, deh. Selamat menikmati part ini. Salam sayang selalu untuk kalian semua. 😘😘😘

Seguir leyendo

También te gustarán

2.5M 177K 33
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
1.7M 15.2K 24
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
1.8M 27.1K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
485K 34.7K 36
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...