Bad boy is a good boy for me...

Wlnrmd15 tarafından

202K 20.5K 822

Apa sih yang bisa dibanggain dari seorang bad boy yang suka tawuran, balapan, berantem, ngerokok, dan nyari m... Daha Fazla

🥀 Bab 1 : Keluarga
🥀 Bab 2 : Rooftop
🥀 Bab 3 : Anak kost baru
🥀 Bab 4 : Bertepuk sebelah tangan
🥀 Bab 5 : Mall
🥀 Bab 6 : Khawatir
🥀 Bab 7 : Luka
🥀 Bab 8 : Babak belur
🥀 Bab 9 : First Love
🥀 Bab 10 : Sebuah fakta
🥀 Bab 11 : Rain
🥀 Bab 12 : Kebohongan
🥀 Bab 13 : I love you, Adhisti
🥀 Bab 14 : Home
🥀 Bab 15 : Back Home
🥀 Bab 16 : Dua pilihan
🥀 Bab 18 : Kecelakaan
🥀 Bab 19 : Kehilangan
🥀 Bab 20 : Marah karena cinta
🥀 Bab 21: Rindu
🥀 Bab 22 : Obat rindu
🥀 Bab 23 : Aku, kamu bertemu dia
🥀 Bab 24 : Kenangan Manis atau Pahit?
🥀 Bab 25 : Alasan?
🥀 Bab 26 : Sakit
🥀 Bab 27 : UKS
🥀 Bab 28 : Hospital
🥀 Bab 29 : Rindu tapi marah
🥀 Bab 30 : Cinta mencairkan segalanya
🥀 Bab 31 : Pacar satu hari
🥀 Bab 32 : Berantem
🥀 Bab 33 : Air mata cinta
🥀 Bab 34 : Jebakkan
🥀 Bab 35 : Berakhir
🥀 Bab 36 : Agnan tau
🥀 Bab 37 : Akhir cerita cinta
🥀 Bab 38 : Malam pertama dan terakhir
🥀 HAI HAI HALLO!!
🥀 EXTRA PART 1
🥀 EXTRA PART 2
🥀 EXTRA PART 3
🥀 SALAM 🥀

🥀 Bab 17 : Agnan marah

3.7K 430 10
Wlnrmd15 tarafından

SELAMAT MEMBACA

"Meminta maaf bukan hanya untuk mereka yang membuat kesalahan dan memaafkan bukan hanya untuk mereka yang benar."

~~***~~

Adhisti berjalan di area parkiran sekolah sambil menundukkan kepalanya. Ada rasa penyesalan yang dia rasakan saat semalam tidak datang ke acara Agnan. Ditambah dia juga tidak memberi kabar padanya.

Tapi satu hal yang membuat Adhisti bisa bernapas lega. Operasi yang dilakukan Lia berhasil dan sekarang dia sedang dalam masa pemulihan. Adhisti sudah tidak sabar untuk bisa melakukan hal gila bersama Lia.

Tinnn tinnnn

Langkah Adhisti langsung terhenti saat suara klakson mobil sedikit mengagetkannya. Sebuah mobil berwarna biru tua melintas di hadapan Adhisti. Lalu secara bersamaan kaca mobil diturunkan dan memperlihatkan orang di dalamnya.

Kedua mata Adhisti terus terkunci pada mobil itu sampai mobil tersebut berhenti. Tak lama seorang cewek keluar dari dalam mobil.

Cewek itu jelas tidak asing bagi Adhisti, karena dia adalah adiknya sendiri. Tapi saat seorang cowok juga ikut keluar dari pintu kemudi, kening Adhisti sedikit berkerut.

Siapa cowok itu? Kenapa Diana bisa bersamanya? Adhisti tidak mengenal sosok cowok yang bersama Diana. Gayanya lumayan keren, rambutnya agak sedikit gondrong dan bisa dibilang cukup ganteng juga.

Dan yang membuat Adhisti semakin heran adalah saat Diana berjalan dan menggenggam tangannya. Apa mungkin dia pacar baru Diana? Secepat itukah mendapatkan pacar baru setelah beberapa hari putus? Adhisti hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan adiknya itu.

****

Adhisti dan Chaca baru saja keluar dari ruang guru sambil membawa setumpuk buku di tangan mereka.

"Kalian duluan aja yah ke kelasnya. Ibu mau ke toilet sebentar," ucap bu Henny. Dia adalah guru bahasa Inggris.

"Iya, Bu," balas Chaca.

"Jangan lupa bagikan bukunya."

"Siap, Bu." Kini Adhisti yang membalas. Setelah itu bu Henny pergi meninggalkan mereka.

Adhisti dan Chaca juga langsung pergi ke kelas. Sepanjang jalan Chaca terus berkicau banyak hal, terutama masalah cowok yang baru dia kenal di perpustakaan. Katanya sih nggak kalah ganteng sama Leon, cuma dia pake kacamata dan punya lesung pipi.

"Lo tanya namanya nggak?"

"Tanya dong," sahut Chaca antusias.

"Siapa namanya?"

"Namanya itu Bagus, sama kayak orangnya. Keren tau," jawab Chaca sambil membayangkan sosok cowok itu.

"Iya Cha, tapi namanya siapa?" ulang Adhisti karena jawaban Chaca seakan tidak menjawab pertanyaannya.

"Ihhh, kan Chaca udah bilang namanya Bagus!" geram Chaca karena Adhisti masih saja bertanya nama cowok itu. Padahal dia sudah menjawabnya. Adhisti terdiam sejenak lalu tertawa geli.

Oh, dia mulai mengerti sekarang. Ternyata nama cowok itu Bagus, bukan namanya yang bagus tapi memang namanya benar-benar Bagus.

Namun tawa Adhisti langsung berhenti saat di ujung koridor dia melihat Agnan dan Leon sedang berjalan. Mendadak rasa penyesalan itu kembali menghampiri Adhisti.

Kedua mata mereka sempat saling bertemu dan saling bertukar pandang. Tapi dengan cepat Agnan memutuskan kontak itu dan menarik tangan Leon untuk pergi ke arah lain.

Jelas Agnan berusaha menghindari Adhisti. Sakit? Tentu saja. Hati Adhisti seakan tersayat sebuah pisau tajam saat Agnan secara terang-terangan menghindarinya.

Apakah kesalahannya sepatal itu sampai Agnan harus marah padanya?
Agnan memang sengaja menghindari cewek itu. Dia masih kesal dan marah karena Adhisti tidak datang semalam. Dan parahnya dia tidak memberi kabar sama sekali.

"Ngapain sih lewat sini? Malah makin jauh kali ke kantinnya," gerutu Leon saat Agnan secara sepihak memilih jalan ke kantin.

"Udahlah sama aja."

"Beda Bro, lewat sini tuh sama kayak lewat Neptunus terus Uranus terus Saturnus lalu Jupiter buat ke Mars padahal kita bisa langsung ke Mars aja sekalian, kan bumi sama Mars tetanggaan. Ngerti lo?"

Agnan menggelengkan kepalanya pelan dengan ekspresi melongo. Dia sama sekali tidak mengerti maksud Leon.

"Gini nih kalau waktu belajar malah molor," ujar Leon.

"Bukannya kebalik yah, Mas? Lo lupa? Dua hari berturut-turut lo ditegur sama bu Riri gara-gara ketahuan tidur, kan?"

Leon langsung nyengir sambil memperlihatkan gigi-giginya ke arah Agnan. Semua yang dibilang Agnan memang benar apa adanya.

Langkah Agnan mendadak terhenti sambil memandang lurus ke depan. Melihat reaksi Agnan yang berubah Leon tentu saja bingung. Tapi saat dia melihat ke arah yang ditatap Agnan, keningnya langsung berkerut dan mulutnya sedikit terbuka saking kagetnya.

Seorang cowok berambut agak gondrong sedang mengobrol dari kejauhan. Cowok yang sangat mereka kenal dan menjadi rival mereka selama ini. Siapa lagi kalau bukan Gamal.

Kedua mata Gamal juga melirik ke arah mereka sambil memberikan senyuman sinis. Senyuman yang syarat akan benci dan permusuhan.

Apa yang dilakukan cowok itu di sekolah mereka? Apa yang dia rencanakan sekarang? Agnan tentu saja harus selalu waspada padanya. Apa pun yang dilakukan Gamal pasti tidak pernah main-main.

"Berani banget dia masuk kandang singa," ucap Leon.

"Kasih tau yang lain dan pastiin mereka selalu waspada," titah Agnan.

"Santai aja Bro, di sini si Gamal kalah jumlah. Mana berani dia nyari masalah."

"Gue tau siapa dia dan gue nggak bisa ngeremehin dia walau dia cuma sendirian." Suara Agnan penuh dengan penekanan dan kewaspadaan.

****

Adhisti berjalan mondar-mandir di depan kelas Agnan. Meskipun bel sudah berbunyi tapi pak Rino belum keluar juga. Padahal bel sudah berdering lima menit yang lalu.

"Adhisti? Sedang apa kamu di sini?" tanya pak Rino membuat Adhisti terkejut karena kemunculannya.

"Nggak Pak, cu-cuma la-lagi ada urusan." Suara Adhisti sedikit tergagap untuk mencari alasan yang masuk akal.

Pak Rino cuma mengangguk-angguk pelan. "Oh iya, ulangan sejarah kamu cukup bagus. Cuma ada yang sedikit keliru waktu alasan Jepang mengembom pangkalan militer Amerika serikat pada perang dunia kedua."

"Oh iya Pak, Adhisti agak lupa yang itu," aku Adhisti.

"Iya, tapi nilai kamu masih yang tertinggi."

Adhisti hanya tersenyum simpul sambil melirik diam-diam ke dalam kelas Agnan.

"Coba aja kalau Agnan kayak kamu. Bapak nggak perlu pusing buat ngadain remedial segala," keluh pak Rino.

Adhisti sedikit tidak mendengar kata-kata pak Rino barusan, karena seseorang yang baru keluar sudah mencuri perhatiannya. Agnan menatapnya datar tanpa ekspresi.

Pak Rino yang menyadari Adhisti tidak memperhatikannya langsung menengok ke belakang dan menunjuk Agnan.

"Nah, kebetulan kamu di sini. Agnan, kamu harus banyak belajar sama Adhisti. Dia ini jago dalam sejarah nggak kayak kamu yang suka remedial," omel guru itu.

Adhisti ingin sekali tertawa tapi dia berusaha menahannya saat melihat raut wajah Agnan.

"Maaf Pak, saya nggak suka ngulang masa lalu. Rasanya sakit kalau diinget terus," cengir Agnan.

"Tapi masa lalu bukan buat dilupain. Bukannya ada masa depan karena ada masa lalu? Dan bisa juga kan masa lalu dijadikan pelajaran buat masa yang akan datang?" tanya Adhisti sambil tersenyum geli.

Pak Rino langsung tertawa dan menepuk-nepuk pundak Adhisti sambil mengangguk pelan lalu berjalan pergi. Sepertinya dia puas melihat Agnan tidak bisa berkata-kata lagi hanya karena seorang cewek.

Agnan mendelikkan matanya dan langsung meninggalkan Adhisti. Adhisti tentu saja kaget karena langsung ditinggalkan. Dia niatnya mau minta maaf bukannya malah membuat Agnan semakin marah.

Dengan cepat Adhisti berusaha mengejar Agnan. Dengan susah payah dia berusaha mensejajarkan langkahnya, karena langkah cowok itu sangat lebar.

Adhisti pun memilih berlari mengejar Agnan dan akhirnya dia berhasil meraih tangan cowok itu dengan napas ngos-ngosan.

Agnan sedikit tersenyum saat merasakan tangan Adhisti di kulitnya. Tapi dengan cepat dia menghapus senyum itu dan menatap Adhisti dengan tajam.

"Lepas!" pinta Agnan tegas.

"Nggak," tolak Adhisti sambil menetralkan napasnya.

"Gue nggak ada urusan sama lo."

"Tapi gue punya," jawab Adhisti cepat.

"Bodo amat."

"Ihhh, lo kok nyebelin sih?!" bentak Adhisti.

"Biasanya juga gitu." Suara Agnan masih terdengar datar.

"Iya sih, tapi kali ini lo lebih nyebelin dari biasanya."

"Bukannya kebalik yah?" Terdengar nada sinis dan menyindir di sana.

Adhisti terdiam, dia tau Agnan marah. "Sorry." Suara Adhisti mengecil.

"Nggak guna."

"Tapi gue punya alasannya, Agnan."

"Apa?"

"Gue harus pergi ke rumah sakit buat nemenin sahabat gue operasi."

"Terus kenapa lo nggak ngabarin gue?"

"Gue lupa. Maksud gue, waktu itu cuma sahabat gue yang gue pikirin. Tapi gue harap sih makan malam lo lancar."

Agnan terdiam sambil menatap bola mata Adhisti. Dia berusaha mencari kebohongan di sana tapi Agnan tidak melihat hal itu.

"Nggak juga," lirih Agnan.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Adhisti sedikit khawatir.

"Fauzan kakaknya Bima dan otomatis kalau bokap gue nikah, Fauzan jadi kakak gue juga."

Kedua mata Adhisti membulat sempurna. Dia tidak percaya semua ini. Apa mungkin malam itu Fauzan terlihat rapi karena akan pergi ke acara pertemuan keluarganya dan keluarga Agnan?

"Bohong."

"Ngapain gue harus bohong, sih? Itu kenyataannya dan gue juga nggak percaya."

"Oke." Adhisti menundukkan kepalanya.

Dia bingung harus mengatakan apa. Apa dia juga harus bilang kalau Fauzan menembaknya?

"Gue marah sama lo."

"Maafin gue."

"Untuk kali ini gue maafin tapi nggak untuk yang lainnya."

Adhisti mengangkat kepalanya sambil tersenyum senang. Agnan juga membalas senyuman itu, dia tidak bisa marah terlalu lama pada cewek yang sudah membuatnya nyaman.

"Makasih," ujar Adhisti sambil tersenyum senang.

Agnan hanya tersenyum geli lalu mengacak-acak rambut Adhisti asal sampai membuat cewek itu menggeram kesal.

Tepat di belakang mereka, ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan. Gamal, dia melihat sikap yang Agnan tunjukkan pada cewek itu.

Sikap Agnan yang membuat Gamal merasa marah dan terbakar api. Bahkan tangannya pun terkepal kuat seakan siap meninju apa pun yang ada di hadapannya.












Jangan lupa vote dan komennya yah!

Terimakasih buat yang mampir dan baca ini, baca sampe akhir yah!
Bye-bye!

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

654K 44.3K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
43K 1.3K 46
"Mengalah itu tidak mudah, makanya orang yang bisa mengalah itu hebat" ___ Note. Judul awal "Keluarga Harsa" yang sekarang author ganti menjadi "Men...
1.1M 84.2K 57
#1 in gengster #1 in anakSMA [ SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVATE, FOLLOW DULU UNTUK MEMBACA] Ini tentang Anggit Rahesa Yudistira, cowok pemilik tatapan ela...
7.6K 795 30
Terjebak dengan kesepakatan yang tidak jelas, dengan cowo playboy itu memanglah sangat-sangat membagongkan Contohnya keyla! yang terlibat dengan cowo...